Terungkap Sekolah Kedinasan Ikut Sedot Anggaran Pendidikan di APBN, DPR Minta Disetop

Anggaran pendidikan kedinasan jadi salah satu penyebab biaya kuliah di RI mahal.

Dokpri
Ketua Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI Dede Yusuf.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI mendesak pemerintah untuk memastikan penyelenggaraan sekolah kedinasan tidak memakai anggaran fungsi pendidikan. Terdapat 24 sekolah kedinasan di Indonesia, 16 di antaranya dibiayai negara lewat anggaran pendidikan. 

"Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI mendesak pemerintah agar dalam penyelenggaraan pendidikan kedinasan tidak menggunakan anggaran fungsi pendidikan," kata Ketua Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI Dede Yusuf.

Baca Juga



Hal tersebut dia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Pembiayaan Pendidikan bersama dengan Mantan Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.

Desakan itu pun merupakan kesimpulan dari rapat tersebut terkait dengan pendapat dari Bambang mengenai adanya kementerian/lembaga di luar Kemendikbudristek dan Kementerian Agama yang menyelenggarakan pendidikan Islam, menggunakan anggaran fungsi pendidikan sebesar 20 persen dari APBN untuk menyelenggarakan sekolah kedinasan.

Pengalokasian anggaran untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen merupakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas menyebutkan bahwa dana pendidikan, selain gaji pendidik dan biaya pendidikan, dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Namun pada praktiknya, anggaran fungsi pendidikan itu dimanfaatkan pula untuk sekolah kedinasan. Persoalan tersebut pun telah disorot oleh Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI periode 2016-2019 Muhadjir Effendy.

Dalam RDPU Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan pada Selasa (2/7/2024), Muhadjir menyampaikan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi kedinasan seharusnya dibiayai dari anggaran kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian yang menyelenggarakan sekolah tersebut berdasarkan Pasal 87 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Oleh Kementerian Lain Dan Lembaga Pemerintah Non-kementerian. Oleh karena itu, ia menegaskan penyelenggaraan pendidikan kedinasan sudah seharusnya tidak mengenai anggaran pendidikan.

“Jadi sebenarnya sudah ada payung hukum, regulasi ada, tinggal bapak bisa enggak menegakkan itu. Kalau kita siap-siap saja gitu, karena kita berkepentingan betul anggaran pendidikan memang untuk betul-betul sesuai dengan aturan ini,” katanya Dede Yusuf.

Menurut Dede, anggaran pendidikan di K/L itu merupakan salah satu penyebab biaya pendidikan di perguruan tinggi menjadi mahal. "Ini yang sering kita dengar menyebabkan pendidikan mahal karena masyarakat harus membayar tambahan lainnya," ujar Dede.

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat Panja Pembiayaan Pendidikan bersama Kemendikbudristek dan Kemendagri pada Rabu (19/6/2024), Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Kiki Yuliati telah memaparkan data alokasi anggaran pendidikan untuk setiap mahasiswa perguruan tinggi kementerian lembaga (PTKL) atau sekolah kedinasan setiap tahunnya.

“Bisa kita lihat betapa besarnya anggaran per mahasiswa per tahun yang dialokasikan. Bahkan ada yang sampai Rp67.000.000 (rata-rata per mahasiswa per tahun). Jadi kalau kita lihat sangat tinggi betul sekali Pak Pimpinan, sangat tinggi padahal ini sama-sama warga negara Indonesia," ujarnya.

Dalam data yang dipaparkan oleh Kemendikbudristek, diketahui terdapat 24 sekolah kedinasan di Indonesia, 16 di antaranya dibiayai negara melalui alokasi anggaran pendidikan. Alokasi anggaran terbesar diterima oleh Kementerian Perhubungan. Pembiayaan pemerintah per mahasiswa untuk sekolah kedinasan di kementerian itu dapat mencapai Rp155 juta per tahun.

Sementara, mantan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengusulkan agar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) dilibatkan dalam penentuan anggaran pendidikan di kementerian/lembaga (K/L) lain.

"Rekomendasi awal yang bisa disampaikan Panja Pembiayaan Pendidikan menegaskan peran Menteri Pendidikan sebagai COO (Chief Operational Officer/Direktur Operasional) di bidang pendidikan dengan memberikan wewenang. Kalau misalkan ada anggaran pendidikan di luar Kemendikbud, paling tidak Menteri Pendidikan harus terlibat dalam penentuannya," kata Bambang yang juga mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional itu, Jumat.

Menurut Bambang, hal tersebut merupakan salah satu upaya agar pemanfaatan anggaran pendidikan di luar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tepat sasaran.
Saat ini diketahui bahwa anggaran pendidikan juga terdapat di K/L lain, seperti di Kementerian Agama dengan program pesantren, serta sekolah kedinasan di sejumlah kementerian, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, serta Badan Pusat Statistik.

Dana pendidikan yang dialokasikan sebesar 20 persen dari APBN selalu naik tiap tahun dari sisi nominal. Tetapi, biaya kuliah justru semakin mahal. - (Republika)

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler