Tudingan Undip Dibalas Telak, Kemenkes Ungkap Fakta Hasil Investigasi, Begini Kronologinya

Undip menuding penghentian dr Yan Wisnu oleh RS Kariadi karena intervensi Kemenkes.

Republika/Kamran Dikarma
Suasana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/8/2024).
Rep: Muhyiddin, Kamran Dikarma, Muhammad Noor Alfian Choir Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberhentian sementara Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Yan Wisnu Prajoko berbuntut panjang. Pihak Undip menuding, langkah Rumah Sakit (RS) Kariadi Semarang menangguhkan praktik klinis dokter Yan Wisnu karena tekanan dan campur tangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Baca Juga


Tudingan itu dilayangkan Undip melalui keterangan tertulis yang dibagikan kepada wartawan, Sabtu (31/8/2024). Hanya berselang sehari, Kemenkes 'membalas' dengan mengeluarkan rilis tertulis. Isinya menjelaskan, hasil investigasi Kemenkes menemukan adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum senior kepada almarhumah dr Aulia Risma Lestari. Dokter Risma diketahui diduga bunuh diri karena bullying dari seniornya.

Wakil Rektor IV Undip, Wijayanto mengeluhkan banyaknya sanksi kepada Undip sebagai buntut dari kasus meninggalnya dokter Risma. Di dalam kasus PPDS, menurut Wijayanto, Undip sudah melakukan investigasi internal. Namun, kata dia, Undip sangat terbuka dengan hasil investigasi dari pihak luar, baik itu kepolisian maupun Kemenkes.

Jika memang terbukti ada perundungan, hukuman untuk pelakunya jelas dan tegas, yaitu drop out (DO). "Namun, faktanya bahkan saat investigasi itu masih jauh dari kata selesai: penghakiman bahkan hukuman sudah dilakukan. Berkali-kali," ujar Wijayanto dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Sabtu (31/8/2024).

Dia menjelaskan, hukuman pertama berupa penutupan PPDS Undip. Penutupan itu dilakukan Kemenkes pada 14 Agustus 2024, jauh sebelum penyidikan itu rampung dan ada kata putus dari polisi dan apakah lagi pengadilan. Lalu, hukuman kedua diberikan kepada dr Yan Wisnu.

Namun, kata dia, pada siang hari kemarin, bahkan sebelum hasil investgasi keluar, Yan Wisnu sudah terlebih dulu diberhentikan praktiknya dari RS Karyadi. Yang melakukan pemberhentian itu adalah direktur RS Kariadi Semarang, tempat dokter Yan Wisnu praktik.

"Kita mendengar Pak Dirut (direktur utama RS Kariadi) mendapat tekanan luar biasa dari Kementerian Kesehatan sehingga mengeluarkan keputusan itu. Di sini, Wijayanto pun segera teringat kasus yang menimpa Dekan Fakultas Kedokteran Unair yang diberhentikan oleh menteri karena berani kritis pada kebijakan pemerintah," kata dia.

Bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis - (Infografis Republika)

Jawaban Kemenkes.. baca di halaman selanjutnya.

Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Siti Nadia Tarmizi menjawab tudingan pihak Undip terkait penghentian praktik dokter Yan Wisnu. "Ini merupakan penghentian sementara aktivitas klinis dr Yan di RS Kariadi. Hanya penghentian aktivitas klinis, bukan penghentian dari jabatan lainnya karena itu bukan merupakan wewenang RS Kariadi," kata Nadia.

Nadia tak merespons spesifik tudingan Undip tersebut. Namun, dia memastikan, penghentian dekan Fakultas Kedokteran Undip terkait kepentingan investigasi kematian dokter Aulia Risma Lestari beberapa waktu lalu, yang pangkal persoalannya diduga karena bullying atau perundungan.

"Penghentian ini untuk memperlancar proses investigasi oleh Kemenkes dan kepolisian serta mencegah potensi konflik kepentingan," ujar Nadia.

Nadia menambahkan, penghentian dokter Yan Wisnu juga tak terkait jabatannya di Undip. Yang dihentikan sekadar praktik klinis di RS Kariadi untuk tempo tertentu. Semua akan kembali normal jika proses investigasi rampung.

"Jika proses investigasi ini telah selesai, RS Kariadi akan segera mengaktifkan kembali kegiatan klinis dr Yan di Kariadi," ujar Nadia.

Indonesia kekurangan dokter - (ali imron)

Dugaan pemalakan dari senior.. baca di halaman selanjutnya.

Kemenkes pun seolah tak terima dengan tudingan Undip. Pada Ahad (1/9/2024), Kemenkes membeberkan sebagian hasil investigasi kematian dokter Risma. Kemenkes menyebut ada dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum senior kepada dr Aulia.

"Permintaan uang ini berkisar antara Rp 20 juta hingga Rp 40 juta per bulan," ujar Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (1/9/2024).

Syahril mengatakan, berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022. Aulia Risma ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya dan juga menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan nonakademik.

Kebutuhan nonakademik itu meliputi membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji OB, dan berbagai kebutuhan senior lainnya.

"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," kata Syahril.

Syahril menyebut, bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut. "Investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," kata dia.

Dia mengatakan, Kemenkes melakukan penghentian sementara PPDS anastesi Undip berpraktik di RS Kariadi sejak 14 Agustus 2024. Hal ini dilakukan karena adanya dugaan upaya perintangan dari individu-individu tertentu terhadap proses investigasi oleh Kemenkes.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler