Indonesia Pemimpin Keuangan Syariah Global, Bukan Isapan Jempol

Per Juni 2024, aset keuangan syariah Indonesia mencapai hingga Rp 2.756,45 triliun.

Republika/Prayogi
Indonesia memang membuktikan digdayanya dalam pengembangan sektor keuangan syariah. (ilustrasi)
Rep: Eva Rianti Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Narasi Indonesia sebagai negara pemimpin keuangan syariah global barangkali bukan isapan jempol semata. Indonesia memang membuktikan digdayanya dalam pengembangan sektor keuangan syariah, dibuktikan dengan jumlah aset yang besar dan perkembangannya yang signifikan, di tengah kondisi ketidakpastian global. 

Baca Juga


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Juni 2024, aset keuangan syariah Indonesia mencapai hingga Rp 2.756,45 triliun. Perinciannya, pada sektor perbankan syariah, jumlah aset tercatat sebanyak Rp 897 triliun, sektor keuangan non bank (NBFI) sebanyak Rp 170 triliun, dan sektor pasar modal syariah mencapai Rp 1.689 triliun. 

Berdasarkan laporan global dalam Islamic Finance Development Report 2023, Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam indikator pengembangan keuangan syariah. Skor Islamic Finance Development Indicator (IFDI) Indonesia adalah 58, berada di bawah Saudi Arabia dengan skor 70 dan Malaysia yang menempati posisi unggul dengan skor 103. 

Indikator penentuan ranking tersebut diantaranya mengenai performa keuangan, tata kelola atau kerangka regulasi, keberlanjutan, dan penelitian pendidikan keuangan syariah, serta kesadaran atau awareness. 

“Indonesia memiliki kinerja unggul pada sub indikator pendidikan dan penelitian. Namun, masih perlu memperbaiki dalam aspek kesadaran atau awareness,” kata Kepala Departemen Pengawasan Bank Pemerintah dan Syariah OJK Defri Andri dalam diskusi Indef bertajuk ‘Sharia Economy and Finace: Policies for The Prabowo Government’ yang digelar di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2024).

Defri menuturkan, dengan segala potensi jumlah populasi muslim yang besar, Indonesia terus melakukan perbaikan dan evaluasi. Diantaranya dengan dikeluarkannya regulasi untuk memperkuat tata kelola institusi keuangan syariah melalui roadmap pengembangan dan penguatan perbankan syariah Indonesia 2023-2027, buah dari lahirnya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). 

Setidaknya ada lima poin dalam implementasinya, yakni penguatan struktur dan ketahanan industri perbankan syariah, akselerasi digitalisasi perbankan syariah, dan penguatan karakteristik perbankan syariah. Lalu, peningkatan kontribusi perbankan syariah dalam perekonomian nasional serta penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan perbankan syariah. 

Defri memaparkan mengenai gambaran umum perbankan syariah Indonesia yang kian berkembang, di tengah kondisi global yang tidak menentu. Keuangan syariah Indonesia memiliki 14 bank umum syariah (BUS), 19 bank umum konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS), dan 173 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). 

“Total aset perbankan syariah di Indonesia telah mencapai Rp897,11 triliun, atau naik 9,07 persen (yoy). Selain itu, keuangan dan deposit berkembang dengan peningkatan masing-masing 13,58 persen dan 10,41 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kapitalisasi bank umum syariah juga menunjukkan perkembangan yang kuat dengan capital adequacy ratio (CAR) 25 persen dalam periode yang sama,” terangnya. 

“Ini menunjukkan posisi Indonesia sebagai pemimpin dalam keuangan Islam global, sementara memperkuat kontribusinya untuk pengembangan ekonomi negara yang inklusif dan keberlanjutan pengembangan sosial ekonomi,” ungkapnya. 

Tantangan keuangan syariah... (baca di halaman selanjutnya)

 

Tantangan keuangan syariah 

Perkembangan sektor keuangan syariah di Indonesia tidak luput dari berbagai tantangan yang dihadapinya, terutama dalam mengadopsi pengembangan teknologi yang cepat dan ekspektasi konsumen. Diantaranya meliputi tantangan dari segi diferensiasi produk, dikombinasikan dengan bisnis-bisnis yang relatif kecil, sehingga menjadi kompetitif dalam industri perbankan nasional. 

“Selain itu juga, para stakeholder juga mengharapkan keuangan syariah untuk berkontribusi lebih banyak pada perkembangan sosial dan ekonomi di Indonesia,” tutur Defri. 

Menurut Defri, ada dua aspek utama yang perlu diperbaiki dalam menghadapi tantangan pasar, yakni ketahanan dan daya saing serta berhati-hati dengan fungsi dalam berdampak pada ekonomi dan sosial. 

Ketahanan dan daya saing, kata Defri, dapat diperbaiki dengan konsolidasi untuk mendorong perbankan syariah yang lebih besar. Juga untuk meningkatkan penggunaan dengan prinsip prudensial, dan mempromosikan diferensiasi model bisnis dengan menonjolkan keunikan produk dan layanan syariah. 

“Keuangan syariah juga akan memperbaiki manajemen risiko dan tata kelolanya dalam menghadapi tantangan dengan lebih berani dan efisien. Memperbaiki ekonomi sosial adalah aspek kedua yang harus diadakan, berdasarkan filosofi keuangan syariah, keuangan syariah diharapkan memainkan peran yang lebih penting dalam aktivitas yang memengaruhi ekonomi sosial,” tuturnya. 

Cara agar lebih berdampak pada ekonomi dan sosial adalah melalui sinergi dalam ekosistem syariah dalam meningkatkan inklusi finansial dan mendukung keuangan yang sustainable. Melalui proses tersebut, keuangan syariah diharapkan berkontribusi lebih besar dalam pengembangan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Karakteristik tersebut termasuk keuangan yang kuat dalam keuangan bisnis, pendekatan pelanggan, dan nilai sosial. Keuangan bisnis dalam keuangan syariah berfokus pada meningkatkan proposisi nilai yang unik untuk menciptakan model bisnis yang berbeda dan menguatkan prinsip moral dalam operasinya.  

Defri mengatakan, itu bukanlah tugas yang mudah. Aktualisasi prinsip syariah, lanjutnya berorientasi lebih dari sekedar soal finansial dan ekonomi, tetapi konsumen juga mesti merasakan nilai-nilai keislaman seperti keadilan, transparansi, serta inklusivitas bagi semua segmen. 

“Orientasi pada nilai sosial akan menjadi kemajuan yang istimewa dalam pengembangan sektor keuangan syariah dengan mengoptimalisasi zakat, infaq, sadaqah, dan wakaf untuk pengembangan UMKM melalui bantuan,” ujar dia. 

Defri menekankan, untuk meningkatkan kompetitif bisnis dalam sektor keuangan syariah, OJK berkomitmen untuk menyediakan fasilitas dan membantu industri keuangan syariah. Seperti menciptakan produk baru dengan prinsip syariah untuk membedakan model bisnis dari bank-bank konvensional dalam industri keuangan nasional.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler