Kaprodi PPDS Anestesia Undip Dituntut Ikut Bertanggung Jawab dalam Kematian Dokter ARL
Pihak keluarga berulang kali mengadu soal jam kerja berlebih ARL, tapi tak digubris.
ANTARA FOTO/Aji Styawan
Rep: Kamran Dikarma Red: Teguh Firmansyah
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kuasa hukum keluarga Aulia Risma Lestari (ARL), Misyal Achmad, menuntut kepala prodi (kaprodi) Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesia Universitas Diponegoro ikut bertanggung jawab dalam kasus kematian ARL. Misyal mengatakan, kaprodi PPDS Anestesia Undip tak bisa hanya lepas tangan dan mengeklaim tak tahu menahu soal dugaan perundungan yang dialami ARL.
Baca Juga
"Sekarang kaprodi harus bertanggung jawab. Dia tidak bisa bilang tidak tahu. Dan ini yang mengajar ini seniornya (ARL), bukan dokter spesialis. Dokter spesialis mengajar yang di atas, yang di atas mengajar bawahnya, hingga tidak jelas SOP programnya, standardnya seperti apa," kata Misyal di Mapolda Jawa Tengah (Jateng), Kamis (5/9/2024).
Dia mengungkapkan, selama melaksanakan PPDS Anestesia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi, ARL bekerja nyaris 24 jam, yakni dimulai dari pukul 03:00 dini hari hingga keesokan harinya pukul 02:00 dini hari.
"Berapa jam dia istirahat? Di militer tidak seperti itu. Dengan cara kaprodi membiarkan hal ini, bagaimana bisa mendapatkan dokter yang berempati? Anda mungkin pernah mengalami ke RS, dokternya judes, enggak enak, loh kalau menempanya saja seperti ini?" ucap Misyal.
"Intinya kami prihatin dengan dunia kesehatan yang seperti ini dan ini sebetulnya bukan di Kementerian Kesehatan, ini ranahnya Kementerian Pendidikan. Kementerian Pendidikan yang memiliki program, enggak tahu seperti apa bisa jadi korban seperti ini," kata Misyal menambahkan.
Menurut Misyal, pihak keluarga ARL sudah berulang kali mengadukan tentang jam kerja eksesif ke kaprodi PPDS Anestesia Undip. Namun pengaduan tersebut tak pernah mendapatkan respons.
Selain jam kerja berlebih, selama melaksanakan PPDS Anestesia di RSUP Dr.Kariadi, ARL turut menghadapi berbagai bentuk perundungan, termasuk pemerasan, dari para seniornya.
"Bayangkan, dengan frekuensi jam kerja begitu, dia (ARL) harus mengangkat galon, menyiapkan ruang operasi, menyiapkan makan untuk seniornya, membagi dan memesan makanan bisa sampai 80 boks. Misal kita kompak (seluruhnya) memesan nasi padang, selesai. Tapi (senior) yang ini pengen ini, puluhan orang pesan makanan yang berbeda, dan itu dilakuan setiap hari," ucap Misyal.
Dia menambahkan, ARL juga harus mengumpulkan dan menyetorkan uang. Uang tersebut digunakan untuk berbagai macam kebutuhan para seniornya, salah satunya mengupah orang yang mengerjakan jurnal-jurnal mereka.
Kehadiran Misyal di Mapolda Jateng adalah untuk mendampingi ibunda almarhumah ARL, Nuzmatun Malinah, dan adik ARL, Nadia, memberikan keterangan ke Polda Jateng terkait kasus dugaan perundungan yang dialami ARL. Keluarga ARL akhirnya melaporkan kasus dugaan perundungan yang dialami ARL ke Polda Jateng pada Rabu (4/9/2024).
Misyal Achmad mengungkapkan, pihak yang dilaporkan ke Polda Jateng adalah beberapa senior ARL di PPDS Anestesia Undip. Menurut Misyal, selama menjalani PPDS Anestesia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi, ARL diintimidasi, diancam, bahkan diperas oleh seniornya.
"Ada intimidasi, pengancaman, yang mana bukti-buktinya sudah kita kasih ke pihak Polda Jateng. Untuk selanjutnya biar ini berproses, kita kawal bersama. Karena ini harus tuntas, jangan sampai ada korban-korban lain," ungkap Misyal kepada awak media sesuai membuat laporan pada Rabu lalu.
Khusus terkait pemerasan, Misyal belum bisa menyebut berapa nominal yang telah dikeluarkan ARL. Kemudian perihal kabar bahwa ARL turut mengalami pelecehan seksual, Misyal membantah hal tersebut.
Misyal mengatakan, dia belum bisa mengungkap identitas para senior ARL yang dilaporkan ke Polda Jateng. "Yang dilaporkan kita belum berani sebut nama. Karena almarhumah, si korban ini sudah meninggal. Jadi ini sedang diproses oleh pihak kepolisian," ucap Misyal.
Dalam proses pelaporan, keluarga ARL membawa dan menyerahkan sejumlah bukti, antara lain bukti percakapan di platform perpesanan instan dan buku rekening. Misyal berharap, dengan dibuatnya pelaporan tersebut, korban-korban perundungan lainnya di PPDS Anestesia Undip berani bersuara. "Karena sudah ada indikasi ada korban-korban yang tidak berani mengadu," katanya.
"Mudah-mudahan (pelaporan kasus perundungan ARL) ini menjadi pintu masuk untuk korban-korban lain untuk berani mengadu. Supaya dunia kesehatan kita tidak terkontaminasi dengan hal-hal yang negatif," tambah Misyal.
ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.
Pada 15 Agustus 2024, Undip menerbitkan keterangan pers yang menyatakan bahwa mereka telah melakukan investigasi internal terkait kematian ARL. Undip membantah ada perundungan terhadap ARL. Menurut Undip, ARL meninggal akibat penyakit yang dideritanya. Namun Undip tak mengungkap jenis penyakitnya.
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler