Sikap Netanyahu ini Biang Kerok Kegagalan Perdamaian di Gaza Palestina

Palestina akan terus mempertahankan kawasannya.

Kobi Gideon/GPO
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dengan Presiden Donald Trump sebelum keberangkatan presiden dari Bandara Internasional Ben Gurion Israel pada 23 Mei 2017.
Rep: Fuji Eka Permana Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan militernya harus mempertahankan kendali terbuka atas wilayah perbatasan selatan Gaza dengan Mesir yang dikenal sebagai Koridor Philadelphia. Sikap Netanyahu tersebut mengancam akan menggagalkan upaya gencatan senjata.

Baca Juga


Sikap Netanyahu terhadap koridor tersebut yang direbut oleh pasukan Israel sang penjajah pada bulan Mei 2024 telah menjadi hambatan utama untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza, karena tekanan meningkat terhadap pemimpin Israel di tengah protes massal di dalam negeri yang menuntut agar dicapai kesepakatan yang membawa pulang para tawanan dan kemarahan internasional, karena jumlah warga Palestina yang dipastikan wafat oleh militer Israel di Gaza mendekati 41.000.

“Gaza harus didemiliterisasi, dan ini hanya dapat terjadi jika Koridor Philadelphia tetap berada di bawah kendali yang kuat,” kata Netanyahu kepada wartawan asing pada hari Rabu (4/9/2024).

Netanyahu mengatakan Israel harus mempertahankan kendali atas koridor tersebut untuk mencegah penyelundupan senjata ke Gaza. Israel hanya akan mempertimbangkan untuk menarik diri dari lokasi strategis tersebut jika diberikan rencana alternatif untuk mengawasi daerah tersebut.

“Bawakan saya siapa pun yang benar-benar akan menunjukkan kepada kita bahwa mereka benar-benar dapat mencegah terulangnya penyelundupan, katanya. Saya tidak melihat hal itu terjadi sekarang, dan sampai itu terjadi, kita akan berada di sana,” kata Netanyahu, dikutip dari laman Aljazeera, Kamis (5/9/2024)

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

Ketika ditanya oleh wartawan tentang garis waktu bagi Israel untuk mengakhiri perangnya di Gaza, Netanyahu menolak untuk memberikannya.

“Berapa lama kita bisa melakukan ini? Selama diperlukan untuk mencapai kemenangan ini, dan saya pikir kita semakin dekat,” kata Netanyahu.

Netanyahu telah menghadapi kritik pedas dari banyak orang di Israel atas posisinya di Koridor Philadelphia, termasuk dari dalam militer dan lembaga keamanannya sendiri yang percaya bahwa pasukan Israel tidak perlu ditempatkan secara permanen di Gaza dan sebaliknya, dapat melancarkan serangan terarah jika diperlukan untuk menghentikan penyelundupan senjata.

Mesir, mediator dalam perundingan gencatan senjata bersama Amerika Serikat (AS) dan Qatar, juga menuntut jadwal konkret untuk penarikan Israel dari koridor yang membentang di sepanjang perbatasannya. Uni Emirat Arab (UEA) yang menjalin hubungan formal dengan Israel dalam Perjanjian Abraham 2020 yang dirancang untuk menormalisasi hubungan Arab-Israel juga mengkritik keputusan Israel untuk mengendalikan koridor tersebut pada Rabu lalu.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada hari Kamis, Hamas menyalahkan Netanyahu atas kebuntuan yang sedang berlangsung dalam perundingan gencatan senjata dan menuduh pemimpin Israel itu ingin memperpanjang perang di Gaza.

“Keputusan Netanyahu untuk tidak menarik diri dari poros Salah al-Din (Koridor Philadelphia) bertujuan untuk menggagalkan tercapainya kesepakatan,” kata Hamas dalam pernyataan tersebut.

“Kami memperingatkan agar tidak jatuh ke dalam perangkap dan tipu daya Netanyahu, karena ia menggunakan negosiasi untuk memperpanjang agresi terhadap rakyat kami,” kata Hamas, seraya menambahkan bahwa Israel harus terikat pada kesepakatan yang disepakati awal tahun ini.

“Kami tidak membutuhkan proposal baru. Yang dibutuhkan sekarang adalah menekan Netanyahu dan pemerintahannya serta mewajibkan mereka untuk melakukan apa yang telah disepakati,” bunyi pernyataan tersebut.

Dalam pidatonya kepada wartawan pada hari Rabu, Netanyahu juga secara keliru mengklaim bahwa invasi darat Israel ke Rafah di Gaza selatan pada bulan Mei memaksa pembebasan pertama tawanan Israel yang ditahan oleh Hamas di Gaza.

Pembebasan yang dinegosiasikan itu, pada kenyataannya, terjadi beberapa bulan sebelumnya pada bulan November berdasarkan kesepakatan gencatan senjata selama seminggu yang disepakati antara Israel dan Hamas.

Gencatan senjata Israel-Hamas dimulai pada tanggal 24 November dan diperbarui dua kali.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, pertempuran dihentikan dan bantuan kemanusiaan diizinkan masuk ke Gaza saat Hamas membebaskan tawanan sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina oleh Israel.

Pada akhir gencatan senjata enam hari pada tanggal 30 November, 105 tawanan telah dibebaskan oleh Hamas dan 240 tahanan Palestina telah dibebaskan oleh Israel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler