Ini Tantangan Ekonomi di Era Prabowo

Pertumbuhan ekonomi memerlukan dukungan masif investasi.

www.freepik.com
Investasi hijau (ilustrasi). Target pertumbuhan ekonomi Prabowo Subianto sebesar delapan persen dinilai sangat berat.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin pesimistis presiden terpilih, Prabowo Subianto, dapat mewujudkan target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen. Wijayanto menyampaikan target tersebut terbilang bombastis jika dibandingkan kondisi di lapangan yang masih bergelut dengan sejumlah tantangan. 

Baca Juga


"Untuk tumbuh di atas delapan persen itu sangat berat bagi Indonesia karena memiliki hambatan ekonomi yang boros modal," ujar Wijayanto dalam diskusi bertajuk "Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo (Mustahil Tumbuh 8 Persen Tanpa Industrialisasi)" di Jakarta, Ahad (22/9/2024).

Wijayanto menyampaikan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi memerlukan dukungan masif investasi. Namun sayangnya, Wijayanto menyebut tingkat Incremental Capital Output Ratio (ICOR) masih relatif tinggi di angka 6,5. 

ICOR sendiri merupakan angka rasio dari investasi terhadap GDP yang merupakan salah satu Indikator makro dari tingkat efisiensi suatu perekonomian. Semakin rendah nilai ICOR, semakin tinggi tingkat efisiensi investasi

"Tingginya ICOR disebabkan oleh investasi yang tidak efisien, perekonomiannya dengan biaya tinggi, korupsi, ketidakpastian regulasi, mark up, perencanaan yang buruk dan seterusnya," ucap Wijayanto. 

Menurut Wijayanto, Prabowo harus mampu menekan tingkat ICOR untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Wijayanto menyampaikan target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen dengan ICOR 6,5 memerlukan investasi sebesar Rp 12.480 triliun.

"52 persen dari PDB ini adalah investasi. Sedangkan saat ini baru 30 persen, maka hampir dikatakan mustahil dalam jangka pendek," sambung Wijayanto. 

Prabowo, lanjut Wijayanto, tidak boleh mengulang kesalahan pemerintahan sebelumnya dalam menjalankan proyek yang berandil besar terhadap ICOR. Wijayanto mencontohkan proyek kereta cepat dan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang memberikan dampak terhadap tingginya ICOR.

"Hal ini disebabkan dengan reverse planning mengakibatkan ekonomi yang semakin boros modal dan tidak berdaya saing," ucap Wijayanto. 

Wijayanto melihat sejumlah proyek yang berpotensi menjadi tragedi untuk pemerintahan Prabowo lantaran menyimpan bom waktu yang mirip dengan IKN. Contohnya impor pasir yang berpotensi merusak lingkungan, kemudian food estate di Kalimantan dan Papua yang tidak berhasil, giant sea wall yang akan dibangun di Utara Jakarta, serta kereta cepat yang akan diteruskan yaitu Bandung-Surabaya. 

"Harapan untuk pemerintah mendatang, perbaiki kualitas perencanaan dengan tidak terburu-buru karena tragedi IKN dan kereta cepat adalah contoh nyata dan selalu gunakan mata hati di mana rakyat mendambakan pemerintahan dan pemimpin yang berpihak pada rakyat," kata Wijayanto.

Muhammad Nursyamsi

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler