Dari Usaha Olahan Ikan, Desa Jirak yang Kini 'Diperhitungkan'
Program Pertamina EP Tanjung Field memberikan dampak positif bagi ekonomi Desa Jirak.
REPUBLIKA.CO.ID, JIRAK -- Rumah panggung terbuat dari kayu itu seketika bergetar. Bukan karena gempa, tapi ibu-ibu di Desa Jirak sedang mengeringkan abon dengan menggunakan spinner atau alat peniris minyak.
Mereka terlihat kompak memegang tabung spinner bagian atas yang berputar cepat sampai akhirnya secara perlahan mengeluarkan cairan minyak
Proses pemisahan minyak menjadi bagian akhir dari pembuatan abon dari bahan baku ikan nila tersebut. Selanjutnya, abon sudah siap dikemas dan dijual ke pasar.
"Jika sudah dikeringkan, abon bisa tahan lama," ujar Sri Hartini, ketua regu Barokah, Kelompok Usaha Acil (Kuas) di Desa Jirak, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Rabu (25/9/2024).
Sejak tahun 2022, Sri dan teman-temannya di Desa Jirak menekuni usaha olahan ikan seperti nila, gabus, dan lele. Ikan-ikan tersebut dibuat menjadi beragam olahan seperti abon, kerupuk, hingga minyak albumin.
Produk hilirisasi ikan itu lantas dijual ke pasar, toko modern di Kota Tanjung, hingga penjualan melalui daring (dalam jaringan). Bahkan sebagian sudah ada yang dikirim ke Pulau Jawa.
Keberhasilan mereka tak terlepas dari dukungan tim PT Pertamina EP (PEP) Tanjung Field melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berfokus pada program pemberdayaan perempuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pada akhir 2022, tim CSR dari Pertamina EP Tanjung Field mulai masuk ke Jirak dengan melihat potensi yang dimiliki oleh desa tersebut.
Terletak tak jauh dari Sungai Tabalong dan punya kontur sawah dan rawa, Desa Jirak memiliki kekayaan ikan tawar yang berlimpah. Ikan jenis haruang (gabus), touman, lele dan nila tersedia sepanjang tahun. Apalagi saat musim basah, stok ikan tersebut cukup berlimpah.
Warga menangkap ikan tersebut dengan alat tradisional seperti lukah yang terbuat dari bilah bambu dan sarakap. Penggunaan setrum dilarang dan bisa dipolisikan karena akan mematikan benih ikan-ikan kecil.
Selama ini, ikan-ikan tersebut hanya ditangkap dan dijual ke pasar, tanpa ada nilai tambah. Kalaupun diolah hanya sekadar dikeringkan baru dijual dengan nilai tak seberapa.
Untuk ikan haruan misalnya, harga jual di pasaran berkisar antara Rp 30 ribu sampai Rp 60 ribu per kilogram. Sementara ikan nila dijual Rp 35 ribu per kilogram.
"Dengan diolah, harga meningkat berkali-lipat seperti abon gabus itu dijual bisa mencapai Rp 180 ribu per kilogram," ujar Sri Hartini.
Menurut wanita yang tumbuh dan besar di Jirak ini, di kelompok Barokah terdapat 10 orang anggota. Semuanya adalah perempuan dan merupakan ibu-ibu dari desa setempat.
Sebelum masuk Kuas Jirak, mereka hanya sekadar ibu rumah tangga tanpa ada penghasilan. Sekarang dengan bergabung dalam kelompok tersebut, meski belum menghasilkan omzet besar, tapi setidaknya cukup membantu penghasilan suami dan memenuhi kebutuhan pribadi.
Dalam satu bulan, kelompok Barokah Kuas Jirak bisa mengolah sekitar 80 kg ikan dengan omzet sekitar Rp 3,5 juta. Kisaran rata-rata pendapatan yang diperoleh untuk setiap anggota mencapai Rp 300 ribu. Namun jumlah itu bisa saja lebih besar, jika ada pesanan dari luar.
Misal pesanan dari dinas kota atau untuk buah tangan tamu dari luar. Pada musim haji, pesanan juga biasanya meningkat, karena banyak jamaah yang memesan abon buat perjalanan selama ibadah di Tanah Suci.
Salah satu anggota kelompok Barokah adalah Marya (40 tahun). Ibu dua anak itu ikut dalam mengembangkan usaha olahan ikan itu sejak awal.
Bagi Marya, daripada hanya merumpi setiap hari tanpa menghasilkan sesuatu, lebih baik ia bersama ibu-ibu di sini menciptakan pendapatan sendiri. Apalagi penghasilan suaminya sebagai penjual ikan tidaklah menentu.
"Suami hanya jualan ikan hanya Rp 2-3 juta per bulan," ujar Marya sambil mengulet olahan abon di atas kompor berapi kecil bersama anggota lainnya.
"Lumayan bisa tambah pendapatan buat kebutuhan rumah tangga, dan pribadi," katanya menambahkan.
Republika dan sejumlah media sempat diberikan kesempatan untuk melihat langsung Kuas Jirak membuat abon dari ikan nila. Dari mulai penyiapan bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe, kencur, lengkuas, asam jawa, santan, gula merah, sereh daun salam, daun jeruk hingga proses penguletan abon di wajan.
Proses penguletan dilakukan dengan api kecil dan diaduk secara merata selama kurang lebih dua jam secara bergantian. Setelah diulet, olahan ikan dimasukkan ke dalam spinner untuk meniriskan minyak.
Pemberian pelatihan
Desa Jirak masuk dalam Kecamatan Pugaan, berjarak sekitar 34,5 kilometer dari ibu kota Tabalong, Tanjung. Butuh waktu satu jam berkendara dengan mobil untuk sampai ke desa tersebut melintasi area persawahan, hutan karet, dan sejumlah perkampungan.
Jalanan masuk ke desa juga tidak terlalu lebar. Jika ada dua mobil berpapasan, maka satu kendaraan harus berhenti dulu.
Letaknya yang agak terpencil membuat desa tersebut kurang mendapat informasi dan motivasi tentang pengembangan potensi sumber daya kampung. Namun saat tim CSR Pertamina EP Tanjung Field masuk, semua menjadi berbeda.
"Sekarang kami 'diperhitungkan'," ujar Kepala Desa Jirak Pansyah.
Menurut Pansyah, Desa Jirak sekarang kerap mendapat kunjungan. Dari otoritas pemerintahan kabupaten, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), sampai dengan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian. Saat ini, kata ia, Desa Jirak sudah bisa lebih maju dan dikenal. "Desa jirak ini miskin, tapi sekarang sudah bisa lebih maju," ujarnya.
Pansyah mengungkapkan jumlah penduduk di Desa Jirak sekitar 350-an KK (kartu keluarga). Jirak merupakan satu dari 121 desa di Kota Tabalong. Mayoritas penduduk bekerja sebagai pencari atau penjual ikan serta berkebun. Adapun mereka yang bertani hanya dilakukan selama satu musim. Karena pada awal hingga pertengahan tahun biasanya air akan naik.
"Sekarang bapak-bapak mencari ikan, ibu-ibu mengolah ikan sehingga punya daya jual lebih," ujar Pansyah.
Ia pun bersyukur dari tim Pertamina ikut membantu memberikan pendampingan dari mulai pemberian motivasi, pelatihan hingga bantuan modal agar 'acil-acil' -sebutan anggota Kuas Jirak- bisa lebih maju.
Pelatihan untuk anggota bekerja sama juga dengan dinas perikanan dan Balai Latihan Kerja Tabalong. Kuas Jirak juga mendapat bantuan modal sebesar Rp 10 juta dari Pertamina serta alat seperti presser dan spinner yang sudah dimodifikasi.
Namun upaya pengembangan usaha olahan ikan ini bukan tanpa tantangan. Meski sudah diberi tahu cara pengolahan, tapi tetap saja awal kali membuat sempat gagal. Hingga akhirnya, acil-acil menemukan teknik dan takaran pas cara pembuatan abon, kerupuk, hingga albumin.
"Sekarang semua bisa diolah, ikan gabus bisa diambil minyaknya, dagingnya jadi abon, tulangnya bisa jadi kerupuk, sampai minyak hasil penirisan bisa dibuat sabun," ujar Sri Hartini.
Hasil olahan ikan punya ragam penamaan. Misal untuk abon ikan gabus diberikan nama 'Boniga'. Kemudian 'Bonile' untuk bahan ikan lele dan 'Bonila' buat ikan Nila.
Selain grup Barokah, di Kuas Jirak juga terdapat satu kelompok baru yakni Sukma Saji. Dua kelompok tersebut saling bahu membahu dalam membangun bisnis pengolahan ikan.
Mereka tak ingin berhenti. Sri Hartini dan acil-acil lainnya punya mimpi besar membuat Kuas Jirak jauh lebih besar dengan pasar yang lebih luas. Keberhasilan Kuas Jirak secara otomatis akan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat.
Dampak berkelanjutan
Menurut Field Manager PEP Tanjung Field, Kurniawan Triyo Widodo, program CSR Perusahaan bertujuan memberikan dampak berkelanjutan bagi masyarakat. ”Kami mengintegrasikan inovasi sosial dan lingkungan dalam program CSR kami agar menghasilkan dampak berkelanjutan bagi masyarakat," ujarnya.
Program Kuas Jirak juga merupakan wujud nyata komitmen Pertamina terhadap prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Dengan program Kuas Jirak, PT Pertamina EP Tanjung Field berharap dapat terus memberikan dampak positif bagi masyarakat Desa Jirak, memberdayakan perempuan, meningkatkan kesejahteraan ekonomi lokal, serta mendorong keberlanjutan melalui inovasi sosial dan lingkungan yang terpadu.
Pada 2022, PEP Tanjung Field menginisiasi pembentukan Kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Barokah yang memproduksi abon ikan. Tahun berikutnya, program ini berkembang dengan menambah kapasitas anggota, mematenkan alat peniris ikan, memperluas variasi produk, dan memasuki pasar digital.
Memasuki tahun 2024, program ini memperkenalkan diversifikasi produk olahan seperti basreng, kerupuk ikan, dan kerupuk tulang ikan, serta membentuk Kelompok Sukses Bersama Desa Jirak (Sukma Saji). Ke depan, program ini diharapkan dapat mencapai kemandirian melalui sinergi dengan kelompok nelayan dan penguatan pasar melalui e-commerce.
Adapun tahun ini, fokus program adalah membentuk kelompok baru serta diversifikasi produk dan mendukung ekonomi sirkular dalam memproduksi abon, albumin, dan produk turunan lainnya.
Program ini bekerja sama dengan kelompok nelayan melalui inisiatif "Saraba Iwak" yang bersinergi dengan Kelompok Barokah. Mereka mengadakan pelatihan bagi anggota mengenai administrasi, penjualan online, dan peningkatan kemampuan dalam pengelolaan lingkungan melalui penggunaan teknologi spinner hemat energi. Hal ini diharapkan mendukung target Zero Waste Production dalam pengolahan produk-produk Kuas Jirak.
Head of Communication Relations & CID Zona 9, Elis Fauziyah, menjelaskan program ini berhasil mengurangi limbah minyak jelantah hingga 500 ml per bulan yang diolah menjadi sabun dan menghemat energi listrik sebesar 445,95 kWh per tahun.
”Program ini juga memberdayakan 25 perempuan dalam pengolahan ikan, memberikan keterampilan tambahan, dan memberikan kontribusi terhadap penetapan Desa Jirak sebagai Kampung Haruan oleh Pemerintah Kabupaten Tabalong pada 2022,” ujar Elis.
PT Pertamina EP (PEP) Tanjung Field yang berada di bawah Subholding Upstream Regional 3 yang dinakhodai PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) dalam menjalankan operasi dan bisnis hulu migas sesuai prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
Melalui kerja sama dengan SKK Migas, PEP Tanjung Field bersama anak perusahaan dan afiliasi PHI lainnya menjalankan program tanggung jawab sosial dan lingkungan yang inovatif di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan, infrastruktur dan tanggap bencana. Hal itu guna mendukung pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).