MPR Sepanjang September Membersihkan Nama Sukarno, Soeharto, dan Gus Dur

Pencabutan TAP MPRS/MPR, Sukarno tak terlibat PKI, Soeharto KKN, Gus Dur Bulogate.

Republika/Prayogi
Ketua MPR Bambang Soesatyo bersiap memimpin sidang akhir masa jabatan anggota MPR periode 2019-2024 di Ruang Sidang Paripurna, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2024).
Rep: Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam dua sidang paripurna terakhir, mencabut tiga Ketetapan (TAP) MPRS/MPR untuk membersihkan nama baik Presiden Sukarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Sukarno adalah presiden pertama, Suharto kedua, dan Gus Dur ketiga.

Baca Juga


Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyetujui pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno tanggal 12 Maret 1967. Hal tersebut pun membersihkan nama Sukarno dari keterlibatannya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Selama ini, keluarnya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 membuat Presiden Sukarno dianggap mendukung pemberontakan dan pengkhianatan Gerakan 30 September (G30S)/PKI pada 1965. Bamsoet menjelaskan bahwa MPR telah menerima Surat Menteri Hukum dan HAM perihal tidak lanjut tidak berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.

Meski sudah dicabut, Bamsoet menyadari ada persoalan psikologis dan politis terkait tuduhan kepada Bung Karno. "TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan sebagai kelompok Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan," kata Bamsoet di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, menurut Bamsoet, perintah kepada Pejabat Presiden untuk menyelesaikan persoalan hukum Bung Karno atas tuduhan tersebut sebagaimana termaktub pada Pasal 6 TAP MPRS Nomor XXXIII/MPR/1967 tidak pernah dilaksanakan hingga yang bersangkutan wafat pada tahun 1970.

Politikus Partai Golkar tersebut lantas menjelaskan, terdapat prinsip hukum berlaku Omnis Idemnatus pro innoxio legibus habetur atau setiap orang yang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum dinyatakan sebaliknya oleh hukum, sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945. "Dengan demikian, secara yuridis tuduhan tersebut tidak pernah dibuktikan di hadapan hukum dan keadilan, serta telah bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum," ucap Bamsoet.

Selain itu, MPR juga sudah mencabut TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme terkait Presiden Soeharto dan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pemberhentian Gus Dur dari jabatan presiden. Kedua ketetapan MPR itu kini sudah tidak berlaku lagi.

Dengan begitu, Soeharto terbebas dari tudingan pelanggaran HAM dan korupsi. Pun dengan Gus Dur yang digulingkan gara-gara kasus Bulogate-Bruneigate tidak terbukti dan nama baiknya dipulihkan.

Fraksi PDIP MPR RI mendukung agar MPR juga menyesuaikan permohonan soal Ketetapan (TAP) MPR terkait Presiden Ke-2 Soeharto dan Presiden Ke-4 Gus Dur. Hal itu juga berlaku oleh keputusan MPR RI pada beberapa waktu lalu terhadap TAP MPR soal Presiden Sukarno.

Sekretaris Fraksi PDIP MPR RI TB Hasanuddin mengatakan permohonan tersebut sudah diajukan oleh Fraksi Partai Golkar soal Soeharto, dan oleh Fraksi PKB soal Gus Dur. Dia meminta MPR RI juga perlu merespons surat resmi dari dua partai tersebut.

"PDIP mendukung agar pimpinan MPR juga merespon surat resmi dari Fraksi Partai Golkar dan PKB di MPR tersebut sesuai dengan etika dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku," kata Hasanuddin saat menyampaikan pandangan Fraksi PDIP pada Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan Periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2024).

Adapun permohonan Fraksi Partai Golkar itu untuk mengkaji kembali Pasal 4 Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pasal tersebut berbunyi bahwa upaya pemberantasan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan kepada semua pihak, termasuk secara eksplisit menyebutkan kepada Soeharto. Golkar pun meminta agar MPR menegaskan bahwa TAP itu sudah dilakukan

Selain itu, Fraksi PKB juga mengajukan permohonan agar MPR menegaskan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 yang berisi tentang pemberhentian Gus Dur dari jabatan presiden, sudah tidak berlaku lagi. Semuanya kini sudah disetujui.

Hasanuddin yang merupakan mantan sekretaris militer presiden Megawati Soekarnoputri mengatakan, langkah MPR menyatakan TAP MPR soal Sukarno yang tak berlaku lagi, telah memulihkan nama baik Bapak Proklamator tersebut. Dia mengatakan kebijakan tersebut bukan hanya bentuk kenegarawanan dan memberikan rasa keadilan, tetapi juga bakal memberikan pendidikan karakter yang baik terutama bagi generasi muda.

 

Hargai jasa pejuang....

Menurut dia, generasi muda nanti akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa. "Kita selalu diajarkan oleh guru-guru kita bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pejuang kemerdekaan," kata Hasanuddin.

Bahkan, Ketua MPR RI Bamsoet mendorong agar Presiden Soeharto dan Gus Dur mendapat gelar Pahlawan Nasional. Menurut dia, jangan sampai ada warga negara Indonesia, apalagi seorang pemimpin bangsa yang harus menjalani sanksi hukuman tanpa adanya proses hukum yang adil.

"Tidak perlu ada lagi dendam sejarah yang diwariskan kepada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu dan terlibat pada berbagai peristiwa kelam pada masa lalu," kata Bamsoet usai Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan 2019-2024 di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler