Waspada Dampak Perang Iran-Israel bagi Ekonomi Indonesia, Bisa Makin Tekan Daya Beli

Hal ini berpotensi berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia.

AP Photo
Gambar yang diambil dari video menunjukkan proyektil dicegat di Israel, Selasa, 1 Oktober 2024.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, mengingatkan pentingnya mengawasi perkembangan konflik di Timur Tengah, khususnya ketegangan antara Israel dan Iran. Faisal menekankan dampak dari konflik ini berpotensi besar terhadap harga minyak global dan inflasi.

Baca Juga


"Indikator yang kita perlu awasi dengan memanasnya konflik di Timur Tengah, terutama Israel dengan Iran adalah dampak terhadap harga minyak dan juga inflasi," ujar Faisal saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (3/10/2024).

Faisal menilai konflik Israel dengan Iran memiliki dampak yang berbeda dibandingkan konflik Israel dengan Palestina. Faisal menyebut konflik antara Israel dan Palestina tidak berpengaruh signifikan terhadap harga minyak karena keduanya bukan produsen minyak.

"Kalau Iran, dampaknya bisa lebih besar terhadap ekonomi yang bisa mengerek harga minyak global, apalagi kalau sampai berlarut-larut," ucap Faisal.

Faisal memperingatkan jika harga minyak global meningkat, hal ini akan mempengaruhi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) domestik. Hal ini tentu akan berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia.

"Peningkatan harga BBM domestik akan semakin terasa bagi masyarakat, terutama saat ini ketika kondisi konsumsi sedang lambat," sambung Faisal.

Faisal mencatat masyarakat saat ini sudah menghadapi berbagai tantangan, seperti penurunan daya beli, berkurangnya jumlah kelas menengah, dan deflasi selama lima bulan berturut-turut. Faisal juga mengkhawatirkan dampak lanjutan dari konflik ini terhadap rantai pasokan global.

"Kalau konflik meluas dan melibatkan Houthi di Yaman, itu akan mempengaruhi arus barang di Laut Merah, yang merupakan jalur perdagangan penting," lanjut Faisal.

Faisal menyampaikan kondisi dapat membuat harga sejumlah komoditas penting kian melonjak mengubah jalur Laut Merah merupakan 16 persen dalam distribusi perdagangan global. Faisal menilai gangguan pada jalur ini dapat meningkatkan biaya perdagangan dan logistik, yang pada gilirannya berdampak pada ekonomi Indonesia.

"Ini tentu saja akan mengganggu rantai pasok dan termasuk juga bagi Indonesia," kata Faisal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler