Hidayah Datang Bagi Calon Pendeta di Tengah Misi Pemurtadan
Eric Meek memutuskan untuk mempelajari lebih dalam tentang sejarah Injil.
REPUBLIKA.CO.ID, Eric Meek, seorang pria kulit putih yang tumbuh dalam keluarga Kristen yang taat di Dallas, Texas, Amerika Serikat, memiliki keinginan untuk menjadi pendeta Baptis. Eric yang menghabiskan setiap pekan dan libur musim panas di gereja punya keyakinan jika Yesus Kristus akan menjadi penyelamatnya kelak.
Pengalaman religius yang mendalam terjadi pada masa kecilnya ketika seorang pendeta tamu memperlihatkan video tentang neraka. Sebuah footage yang menakutkan bagi Eric muda sehingga dia dengan penuh keyakinan meyakini tentang iman Kristiani.
Eric yang mendapatkan klaim asuransi karena kematian ibunya akibat kanker mendapatkan uang berlimpah pada usianya yang baru 18 tahun. Saat memasuki bangku kuliah, Eric pun 'meninggalkan' ritual minggunya yang berganti dengan gemerlap pesta. Hanya saja, seiring waktu berjalan, Eric tahu jika dia berada di jalan yang salah. Dia memutuskan kembali kepada jalan Tuhan.
Eric memutuskan untuk menjadi pendeta baptis. Untuk itu, dia menempuh kuliah di seminari. Sebelum memulai studinya, Eric yang menggebu-gebu ingin menyebarkan ajaran Yesus berbicara tentang iman Kristen kepada teman-temannya, termasuk mereka yang berbeda keyakinan. Eric percaya, mereka butuh diselamatkan. Termasuk, seorang Muslim yang kebetulan menjadi temannya kuliah.
Teman Muslimnya ini bercerita bagaimana Islam dan ajarannya. Eric yang saat itu tak mengetahui tentang Islam, menyadari banyak kemiripan antara agama temannya dengan iman Kristen. Dia merasa temannya tersebut tinggal satu langkah lagi untuk menjadi 'orang yang diselamatkan'.
Teman Muslimnya pun tak pernah mengkritik 'dakwah' Eric bahkan untuk sekadar membuat perbandingan. Yang dilakukan Muslim tersebut yakni membawa brosur dan pamflet berisi berbagai topik diskusi lintas agama. Salah satu isi pamflet tersebut yakni sebuah pertanyaan menghentak yang dikutip dari Kristolog Muslim Ahmad Deedat, "Is the Bible Gods Words?" atau "Apakah Injil Kalimat Tuhan?"
Pertanyaan tersebut menggelayuti pikiran Khalil yang percaya jika Injil merupakan 100 persen firman Tuhan. Untuk menjawab pertanyaan itu, dia memutuskan untuk mempelajari sejarah Injil.
Pencariannya ternyata berujung pada tanda tanya besar bahwa tidak ada manuskrip asli dalam bahasa Aram atau Ibrani yang merupakan bahasa asli saat Yesus dilahirkan di Yerussalem. Injil pada masa-masa awal hanya tersedia pada bahasa Yunani yang kemudian ditranslasikan menjadi bahasa Latin.
Fakta itu mengguncang keyakinannya, yang sebelumnya meyakini jika Injil sepenuhnya benar. Hal ini memicu pencarian spiritual yang lebih mendalam. Khalil menceritakan, "Di mana saya menemukan banyak variasi dalam Alkitab dan beralih untuk mempertanyakan perbedaan antara Alkitab dan Alquran,"ujar Khalil Meek dalam channel YouTube Towerds Eternity
Selama proses pencariannya, Khalil menyadari bahwa perbedaan utama antara Kristen dan Islam terletak pada konsep keselamatan dan Trinitas. Meskipun Yesus diakui sebagai nabi dalam Islam, Khalil merasa semakin yakin bahwa ajaran Islam lebih konsisten, terutama dalam hal otoritas dan keaslian kitab-kitab suci. Konflik batin muncul ketika ia merasa sulit untuk meninggalkan Yesus, yang memiliki posisi penting dalam Kekristenan.
Namun, setelah banyak belajar, Khalill akhirnya memutuskan untuk memasuki masjid tanpa memberitahu temannya. Setelah diterima dengan hangat, ia mulai belajar tentang rukun Islam dan menyadari bahwa Islam menawarkan kedamaian dan ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Memutuskan menjadi Muslim..
Eric Meek memeluk Islam secara diam-diam di sebuah masjid kecil di Dallas. Pencarian spiritualnya bermuara pada sebuah keputusan besar untuk memeluk Islam pada tahun 1989. Kini, Eric mengganti nama menjadi Khalil Meek seiring hidayah yang mendatanginya untuk menjadi Muslim. Tak berpuas diri menjadi mualaf, Khalil bahkan mendirikan Muslim Legal Fund of America, sebuah badan amal nasional yang membantu umat Muslim dalam kasus imigrasi dan hukum perdata di AS.
Khalil yang menjadi mualaf menghadapi tantangan dalam hubungannya dengan istrinya. Setelah mengucap syahadat, ia mengungkapkan keyakinannya kepada sang istri, yang awalnya bereaksi dengan kemarahan dan ketidaksetujuan. Namun, ketika istrinya mulai berinteraksi dengan komunitas Muslim dan menghadiri halaqah, sebuah pertemuan komunitas Muslim di Dallas, sikapnya mulai berubah. Ia akhirnya mengungkapkan keinginan untuk memeluk Islam, meskipun dengan beberapa batasan.
Saat istrinya mengucapkan syahadat, kedamaian dan kedekatan spiritual mulai terjalin dalam hubungan mereka. Meskipun ada tantangan dari keluarga, seiring waktu, orang tua dan keluarga istri mulai menerima perubahan tersebut.
Khalil Meek menekankan, pentingnya keyakinan yang kuat dan menyarankan bagi mereka yang mempertimbangkan untuk berpindah agama agar tidak takut terhadap reaksi orang lain. “Saya percaya bahwa keputusan untuk beriman adalah masalah pribadi yang harus dihadapi setiap individu, dan bahwa kepercayaan yang tulus kepada Tuhan akan mengatasi segala rintangan." Ungkapnya
Dengan pengalaman dan perjalanan spiritual yang mendalam, Khalil Meek menjadi contoh inspiratif tentang pencarian kebenaran dan transformasi iman.