Iran Diyakini Gelar Tes Bom Nuklir di Tengah Ancaman Serangan Israel, Gempa Jadi Penanda
Aktivitas seismik bermagnitudo 4,5 tercatat di provinsi Semnan, Iran pada Sabtu lalu.
REPUBLIKA.CO.ID, Pada Sabtu (5/10/2024), aktivitas seismik berkekuatan magnitudo 4,5 dirasakan di provinsi Semnan, Iran. Sebuah aktivitas seismik biasanya sebagai akibat dari terjadinya gempa, namun spekulasi bermunculan di media sosial yang meyakini bahwa getaran kuat di Semnan dipicu tes bom nuklir bawah tanah sebagai respons terhadap ancaman dari Israel yang berencana menyerang fasilitas nuklir Iran.
Berdasarkan beberapa sumber kepada The Cradle yang dikutip Senin (7/10/2024), kemungkinan uji coba bom nuklir juga menjadi bahan diskusi di level pejabat tinggi di Iran. Uji coba sebagai percepatan dari upaya Iran menggunakan sumber daya nuklirnya untuk pertahanan kedaulatan negara di bawah ancaman Israel.
Diketahui, pada Selasa (1/10/2024), Iran telah melancarkan serangan misil balistik ke Israel sebagai balasan atas dibunuhnya pemimpin Hamas Ismail Haniyeh; sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah; dan komandan IRGC Jenderal Abbas Nilforushan. Sejak serangan itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah bersumpah akan membalas.
Spekulasi bahwa Iran menggelar tes bom nuklir muncul beberapa hari setelah Yayasan Warisan Budaya, sebuah lembaga think-tank sayap kanan di AS, merilis laporan yang menyatakan bahwa, "Iran bisa memproduksi senjata nuklir jauh lebih cepat dari yang diharapkan."
Dipublikasikan pada 1 Oktober, laporan itu menyatakan, bahwa pada akhir April 2024, seorang wakil rakyat senior Iran mengatakan bahwa, hanya ada "satu pekan jarak antara pemberian perintah dan tes pertama" sebuah bom nuklir.
Pada Mei, seorang penasihat Ayatollah Ali Khamenei, Kamai Kharrazi mengingatkan bahwa, Iran mungkin perlu mengubah doktrin nuklirnya, yang sampai saat ini tekonologi nuklir hanya bisa digunakan untuk kepentingan sipil.
"Kami tidak punya keputusan membuat sebuah bom nuklir, tapi jika eksistensi Iran terancam, tidak akan ada pilihan lain selain mengubah doktrin militer kami," kata Kamai Kharrazi.
Laporan Yayasan Warisan Budaya menambahkan, bahwa pada Juli, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tampaknya mengonfirmasi klaim ini dengan mengatakan, "Alih-alih butuh setidaknya satu tahun waktu hingga tercapainya batas kapasitas produksi material atom untuk bom nuklir, (Iran) saat ini mungkin hanya butuh satu atau dua pekan lagi."
Pernyataan Blinken itu didukung oleh pertumbuhan signifikan stok pengayaan Uranium Iran ke levei 60 persen antara Mei dan Agustus 2024, berdasarkan data IAEA. Pengayaan Uranium hingga 60 persen pemurnian adalah awalan menuju proses pendek pengayaan level 90 persen yang dibutuhkan untuk bom nuklir.
Yayasan Pertahanan untuk Demokrasi (FDD), yayasan terkait Israel namun bermarkas di Washington DC merilis laporan pada 2019 yang mengklaim bahwa Iran telah memulai program membangun situs tes bom nuklir bawah tanah, yang sejak era 2000-an dikenal sebagai "Proyek Midan". FDD menyatakan, "Menggunakan info geospasial terkonfirmasi, kami mengindentifikasi kemungkinan lokasi tes bawah tanah itu di area tenggara Semnan, di mana tes-tes ledakan bom non-nuklir digelar pada 2003 sebagai bagian dari pengembangan cara mengukur aktivitas seismik akibat ledakan bom nuklir di bawah tanah."
Dilaporkan lembaga penyiaran negara Israel, Kan dilansir Sputnik pada Ahad (6/10/2024), Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah menawarkan Israel sebuah "paket kompensasi" jika Israel menahan diri untuk tidak menyerang sejumlah target di Iran sebagai respons atas serangan rudal baru-baru ini terhadap negara Yahudi tersebut. Sejumlah target yang kemungkinan harus dihindari Israel termasuk situs-situs nuklir Iran.
Menurut laporan Kan tersebut, setelah serangan rudal balistik Iran ke Israel pada 1 Oktober, digelar pembicaraan antara pejabat Israel dan AS terkait rencana serangan balasan. Selama pembicaraan tersebut, pejabat AS menawarkan dukungan diplomatik yang luas serta bantuan militer tambahan kepada Israel jika negara tersebut tidak menyerang target tertentu di Iran, demikian menurut laporan tersebut.
Seorang pejabat senior Israel, yang dikutip oleh media itu, mengatakan bahwa Israel "selalu memperhitungkan pendapat Amerika Serikat, sekutu kami, dan siap mendengarkan mereka, tetapi akan melakukan segala yang diperlukan untuk melindungi warga dan keamanan negara."
Sementara menurut laporan CNN dilansir Anadolu, seorang pejabat tinggi Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan Israel belum memberikan jaminan kepada pemerintahan Presiden AS Joe Biden bahwa Israel tidak akan tidak menyerang fasilitas nuklir Iran. Pejabat itu pada Jumat (4/10/2024) mengatakan "sangat sulit untuk memastikan" apakah Tel Aviv akan melakukan serangan balasan pada peringatan satu tahun serangan dari kelompok perlawanan Hamas Palestina terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu.
"Kami berharap dapat melihat kebijaksanaan dan kekuatan, tetapi seperti yang Anda tahu, tidak ada jaminan," kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.