Mau Jadi Imam? Ini Tata Cara Sholat Berjamaah Bagi Muslimah

Mazhab Syafiiyah mengatakan, wanita cantik makruh pergi ke masjid.

ANTARA FOTO/Ampelsa
Sejumlah pelajar bersama guru dan perangkat desa melaksanakan Shalat minta hujan (Istisqa) di lapangan sepakbola desa Mon Ikeun, kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (6/8/2024). Sekitar 2.000 murid SDN hingga SMA bersama guru dan tokoh masyarakat yang daerahnya terdampak kekeringan akibat kemarau panjang tersebut menggelar Shalat Istisqa memohon kepada Allah SWT agar diturunkan hujan.
Rep: Mgrol153 Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam sholat, terdapat keutamaan yang berbeda antara lelaki dan perempuan sesuai dengan aturan Islam. Para ulama memiliki pandangan yang berbeda terkait hukum wanita ikut sholat berjamaah di masjid bersama laki-laki.

Baca Juga


Meski demikian, ulama sepakat melarang wanita melantunkan iqamah saat ada laki-laki dalam jamaah shalat, merujuk pada sabda Rasulullah SAW yang menyatakan, "Wanita tidak perlu adzan dan iqamat." Namun, keabsahan hadits tersebut menjadi perdebatan di kalangan ahli hadits, karena tidak mencantumkan perawi atau derajat kekuatannya. 

Untuk hukum perempuan pergi ke masjid, Mazhab Hanafiyah melarang wanita muda atau perawan untuk pergi ke masjid karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah, sementara wanita tua dibolehkan.

Mazhab Asy-Syafi'iyah menyatakan wanita cantik dimakruhkan pergi ke masjid, sementara yang tidak menarik seperti wanita tua diperbolehkan asalkan memenuhi syarat tertentu. Berbeda dengan itu, Mazhab Adz-Dzahiriyah lebih menganjurkan wanita ikut shalat berjamaah di masjid untuk mendapatkan pahala 27 derajat dari shalat berjamaah."Gerakan dan bacaan shalat wanita pada dasarnya sama dengan laki-laki, kecuali jika ada dalil khusus yang mengaturnya," tulis Ustadzah Aini Aryani L.c, dalam buku Fiqih Sholat Jamaah Wanita.

Dalam hal takbiratul ihram, Mazhab Al-Hanafiyah membolehkan wanita mengangkat tangan sebatas puncaknya, sementara dalam Mazhab Al-Hanabilah terdapat dua riwayat: satu tidak menganjurkan mengangkat tangan dan melebarkan lengan, sementara riwayat lain membolehkan wanita mengangkat tangan berdasarkan contoh Ummu Darda' dan Hafshah binti Sirin.

Untuk bacaan shalat, wanita yang mengimami jamaah wanita dianjurkan mengeraskan bacaan pada shalat jahriyah, kecuali ada laki-laki non-mahram yang dapat mendengar, sesuai pendapat Mazhab Asy-Syafi'iyyah.

Dalam sholat berjamaah, Islam mengatur agar wanita meninggalkan masjid lebih awal setelah selesai sholat, sementara laki-laki dianjurkan menunggu sejenak sebelum keluar. Menurut Imam az-Zuhri, Nabi Muhammad SAW diam sejenak setelah shalat untuk memberi kesempatan jamaah wanita meninggalkan masjid lebih dahulu agar tidak terlihat oleh jamaah pria. Oleh karena itu, dalam shalat yang diikuti oleh laki-laki dan wanita, para pria disarankan untuk tetap di tempatnya sejenak, sementara wanita segera meninggalkan masjid setelah shalat selesai.

Hal ini sesuai dengan hadits dari Ummu Salamah:

 

إِنَّ النِّسَاءَ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ كُنَّ إِذَا سَلَّمَ مِنَ المَكْتُوبَةِ قُمْنَ وَثَبَتَ رَسُولُ اللَّهِ وَمَنْ صَلَّى مِنَ الرِّجَالِ مَا شَاءَ اللَّهِ فَإِذَا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ قَامَ الرِّجَالُ

 

"Sesungguhnya para wanita di masa Rasulullah SAW segera berdiri setelah beliau SAW melakukan salam (untuk mengakhiri) shalat fardhu. Dan Rasulullah SAW beserta orang-orang yang shalat dari kaum laki-laki melaksanakan apa yang dikehendaki Allah SWT, maka apabila Rasulullah SAW berdiri, maka berdirilah pulalah mereka.” (HR. Bukhari)

 

 

Dalam sholat berjamaah, posisi barisan wanita diatur dengan tujuan menjaga kesopanan dan ketertiban. Wanita boleh bermakmum pada imam laki-laki, dengan posisinya di belakang barisan laki-laki. Menurut Mazhab Al-Hanafiyah, Asy-Syafi'iyah, dan Al-Hanabilah, jika semua makmum adalah wanita, mereka harus berada di belakang imam.

Jika jamaah terdiri dari laki-laki dan wanita, makmum laki-laki berdiri di belakang imam, sementara wanita berada di belakang mereka. Dalam kasus makmum yang terdiri dari laki-laki, wanita, dan khuntsa (banci), urutan barisan dimulai dari laki-laki dewasa, diikuti anak laki-laki, banci, lalu wanita dewasa dan anak-anak perempuan. Pengaturan ini berdasarkan ajaran Nabi SAW dan bertujuan untuk menjaga kesucian dan kehormatan dalam ibadah shalat berjamaah.

Hal ini juga bertujuan agar masing-masing makmum laki-laki dan wanita mendapatkan keutamaan pahala yang lebih besar di sisi Allah SWT. Nabi SAW bersabda:

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

"Sebaik-baik shaf bagi kaum laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Sedangkan sebaik- baik shaf bagi kaum wanita adalah yang paling akhir, dan yang paling buruk adalah shaf yang paling depan." (HR. Muslim)

Dalam shalat berjamaah, wanita dapat bertindak sebagai imam bagi jamaah wanita, dengan aturan yang berbeda tergantung pada jumlah makmum. Jika hanya ada satu makmum, maka makmum tersebut berdiri di samping kanan imam, mirip dengan tata cara shalat berjamaah dua orang laki-laki. Namun, jika imam wanita memimpin lebih dari satu makmum wanita, ia berdiri di tengah-tengah barisan paling depan, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Aisyah RA dan Ummu Salamah RA.

Menurut Ibnu Qudamah dari Mazhab Al-Hanabilah, posisi di tengah shaf memberikan tempat yang tertutup bagi imam wanita, meskipun shalatnya tetap sah jika ia berdiri di depan seperti imam laki-laki.

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler