Tradisi Tahlilan Tujuh Hari untuk Orang Meninggal, Apa Dasar Syariatnya?

Seluruh makhluk dikatakan menangis selama tujuh hari ketika Nabi Adam AS wafat.

ANTARA/Yudi Abdullah
Kegiatan yasinan dan tahlilan pada hari pertama ziarah kubro di makam Al-Habib Aqil Bin Yahya dan Al Habib Ahmad Bin Syeh Shahab di kawasan 8 Ilir Jalan dr.M Isa Palembang, Jumat (1/3/2024).
Rep: Mgrol 153 Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID,Tradisi kenduri kematian selama tujuh hari berturut-turut setelah wafatnya seseorang masih dipraktikkan oleh sebagian umat Islam. Mereka berpegang pada dalil-dalil yang diyakini berasal dari syariat Islam, meskipun praktik ini sering menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama.

Baca Juga


Beberapa kelompok menganggap penetapan waktu tujuh hari ini memiliki dasar yang kuat dalam sejarah Islam, baik dari kisah para nabi maupun riwayat dari sahabat dan tabi'in yang dijelaskan dalam buku Pro Kontra Tahlilan & Kenduri Kematian karya Isnan Ansory,LC.,M.Ag

Dasar pertama yang dikemukakan oleh para pengamal tradisi ini adalah riwayat dari Imam Ibnu 'Asakir (w. 571 H), yang menyebutkan bahwa seluruh makhluk menangis selama tujuh hari ketika Nabi Adam AS wafat. Riwayat ini berasal dari 'Atha' al-Khurasani, yang menyatakan, "Seluruh makhluk menangis selama tujuh hari karena Adam AS ketika ia wafat."

Riwayat ini terdapat dalam kitab Tarikh Dimasyq karya Ibnu 'Asakir, dan sering kali dijadikan dasar oleh para pendukung kenduri kematian tujuh hari untuk menetapkan waktu ritual ini.

Selain itu, ada riwayat dari Thawus bin Kaisan, seorang tabi'in yang bertemu dengan lebih dari 50 sahabat Nabi Muhammad SAW. Dalam riwayat yang disampaikan oleh Imam Abu Nu'aim al-Ashbahani (w. 430 H),

 قال أبو نعيم الأصبهاني : حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، ثنا أَبِي، ثنا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، ثنا الْأَشْجَعِيُّ، عَنْ سُفْيَانَ، قَالَ: قَالَ طَاوُسُ: «إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ سَبْعًا، فَكَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ الْأَيَّامِ». 

"Thawus berkata: Sesungguhnya ahli kubur banyak menerima fitnah (ujian) di dalam kuburnya selama tujuh hari. Maka mereka (para shahabat Nabi saw), suka menyediakan makanan bagi janazah (untuk dishadaqahkan) pada hari-hari tersebut."

 

Riwayat ini diperkuat dengan pernyataan Ubaid bin Umair, yang menyebutkan bahwa seorang mukmin diujikan selama tujuh hari dalam kuburnya, sementara orang munafik diuji selama 40 hari.

Pendapat ini kemudian dipaparkan lebih lanjut oleh Imam as-Suyuthi (w. 911 H), yang menegaskan bahwa riwayat Thawus mencakup dua aspek, yakni akidah (tentang ujian ahli kubur) dan hukum fiqih (anjuran bersedekah dan memberi makan selama tujuh hari).

Kendati demikian, tradisi kenduri kematian 7 hari ini tetap menjadi topik perdebatan di antara ulama. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa amalan ini termasuk bid'ah karena tidak memiliki dasar yang jelas dari hadits sahih.

Meski demikian, tradisi ini tetap bertahan di beberapa komunitas Muslim sebagai bentuk penghormatan terhadap almarhum dan upaya untuk meringankan beban mereka di alam kubur melalui shadaqah dan doa.

Sejumlah warga saat mengikuti acara tahlilan 100 hari wafatnya B.J Habibie di Perpustakaan Habibie dan Ainun, Kuningan, Jakarta, Jumat (20/12). - (Republika/Putra M. Akbar)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler