Siapa Yahya Sinwar, Buruan Nomor Wahid Israel
IDF mengeklaim tengah memeriksa klaim terbunuhnya Yahya Sinwar.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pasukan penjajahan Israel (IDF) menyatakan tengah memeriksa terbunuhnya pemimpin Hamas Yahya Sinwar. Siapa orang nomor satu yang paling dicari Israel tersebut?
Yahya Sinwar dianggap oleh Israel sebagai otak dan dalang Serangan Badai al-Aqsa yang dipimpin Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas, pada 7 Oktober 2023. Serangan itu sangat mengejutkan dan sekaligus mematikan. Tidak kurang dari 1.200 personal militer dan warga Israel tewas dalam operasi yang berlangsung singkat, dan lebih dari 200 orang ditawan.
Namun, perburuan terhadap Sinwar sebetulnya telah berlangsung jauh sebelum Operasi Badai al-Aqsa. Pemerintah Israel bahkan menghargai kepalanya sebesar 400 ribu dolar AS. Ia ditunjuk sebagai kepala biro politik Hamas setelah pejabat sebelumnya, Ismail Haniyeh dibunuh Israel di Iran Juli tahun ini.
Lahir pada 1962 di Khan Younis, Sinwar sering digambarkan sebagai salah satu pejabat tinggi Hamas yang paling keras kepala. Ia ditangkap oleh Israel berulang kali pada awal tahun 1980-an karena keterlibatannya dalam aktivisme anti-pendudukan di Universitas Islam di Gaza.
Setelah lulus, Yahya Sinwar membantu mendirikan jaringan pejuang untuk melakukan perlawanan bersenjata terhadap Israel. Kelompok tersebut kemudian menjadi Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas.
Sinwar bergabung dengan Hamas sebagai salah satu pemimpinnya segera setelah kelompok itu didirikan oleh Shaikh Ahmad Yasin pada tahun 1987. Tahun berikutnya, ia ditangkap oleh pasukan Israel dan dijatuhi empat hukuman seumur hidup setara dengan 426 tahun penjara atas tuduhan terlibat dalam penangkapan dan pembunuhan dua tentara Israel dan empat tersangka mata-mata Palestina.
Ia menghabiskan 23 tahun di penjara Israel di mana ia belajar bahasa Ibrani dan menjadi ahli dalam urusan Israel dan politik dalam negeri. Ia dibebaskan pada 2011 sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan yang membebaskan tentara Israel Gilad Shalit, yang telah ditangkap oleh Hamas. Setelah dibebaskan, Sinwar dengan cepat naik pangkat di Hamas lagi. Pada tahun 2012, ia terpilih menjadi biro politik kelompok itu dan ditugaskan untuk berkoordinasi dengan Brigade Qassam.
Ia memainkan peran politik dan militer terkemuka selama serangan tujuh minggu Israel terhadap Gaza pada tahun 2014. Tahun berikutnya, Amerika Serikat (AS) melabeli Yahya Sinwar sebagai "teroris global yang ditunjuk secara khusus." Pada 2017, Yahya Sinwar menjadi kepala Hamas di Gaza, menggantikan Haniyeh, yang terpilih sebagai ketua biro politik kelompok tersebut.
Tidak seperti Ismail Haniyeh, yang telah melakukan perjalanan ke berbagai daerah dan menyampaikan pidato selama perang yang terus berlanjut di Gaza, hingga pembunuhan Haniyeh, Yahya Sinwar telah bungkam sejak 7 Oktober.
Namun dalam sebuah wawancara tahun 2021 dengan Vice News, Yahya Sinwar mengatakan bahwa meskipun warga Palestina tidak menginginkan perang karena biayanya yang tinggi, mereka tidak akan "mengibarkan bendera putih."
"Untuk waktu yang lama, kami mencoba perlawanan yang damai dan populer. Kami berharap bahwa dunia, orang-orang bebas, dan organisasi internasional akan mendukung rakyat kami dan menghentikan pendudukan (zionis Israel) dari melakukan kejahatan dan membantai rakyat kami. Sayangnya, dunia hanya berdiri dan menonton," katanya.
Yahya Sinwar kemungkinan menggambarkan Great March of Return, di mana warga Palestina melakukan protes setiap minggu selama berbulan-bulan di perbatasan Gaza pada tahun 2018 dan 2019, tetapi menghadapi tindakan keras Israel yang membunuh lebih dari 220 orang dan melukai lebih banyak lagi.
Ketika ditanya tentang taktik Hamas, termasuk menembakkan roket yang dapat membahayakan warga sipil, Yahya Sinwar mengatakan warga Palestina bertempur dengan cara yang mereka miliki. Ia menuduh Israel sengaja membunuh warga sipil Palestina secara massal, meskipun memiliki persenjataan canggih dan presisi.
“Apakah dunia mengharapkan kami menjadi korban yang berperilaku baik saat kami dibunuh, agar kami dibantai tanpa bersuara?” kata Yahya Sinwar, dikutip dari laman Aljazirah, Rabu (7/8/2024).
Tahu seluk-beluk Israel...
Jurnalis senior Ikhwanul Kiram menulis untuk Republika, sejak Operasi Badai al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, Sinwar memang tak pernah muncul di depan publik. Kendati begitu, menurut sumber-sumber di Hamas seperti dikutip media al Sharq al Awsat, Sinwar tetap bisa mengendalikan perjuangan Hamas, termasuk merekrut anggota dan pejuang-pejuang baru. Ia tetap melakukan kontak secara teratur dengan pimpinan gerakan melalui berbagai cara.
Bahkan dari persembunyiannya, ia tetap bisa mengikuti musyawarah Dewan Syura (General Syura Council) Hamas. Termasuk musyawarah yang menunjuk dirinya sebagai kepala Biro Politik Hamas baru, menggantikan posisi Ismail Haniyeh yang telah menjadi syahid dibunuh agen-agen intelijen Israel di Iran pada 31 Juli lalu.
Dewan Syura merupakan badan konsultatif yang bertanggung jawab memilih Biro Politik Hamas. Para anggotanya dipilih dari empat Syura Regional, yaitu dari Gaza, Tepi Barat, diaspora, dan tahanan Palestina di penjara Israel. Syura Regional juga menunjuk kepala Biro Politik Lokal untuk setiap wilayah.
Yahya Sinwar pernah menjadi kepala Biro Politik Lokal di penjara Israel, kepala Biro Politik di Gaza, dan kemudian kepala Biro Politik Hamas, sepeninggal Ismail Haniyeh. Kepala Biro Politik Hamas merupakan pemimpin tertinggi di tubuh organisasi pergerakan dan perjuangan itu.
Dari persembunyian yang sangat dirahasiakan ini, Yahya Sinwar terus mengirimkan pesan-pesan rutin tentang operasi dan bagaimana menangani tantangan dalam kondisi Gaza yang dikendalikan militer Israel. Pesan dan perintah Sinwar sering ditulis tangan atau diketik dan ditandatangani oleh Sinwar, disampaikan secara diam-diam kepada yang berkepentingan.
Selain pesan tertulis, Sinwar juga melakukan kontak telepon langsung dengan para pemimpin Hamas pada saat-saat genting. Seorang sumber senior di Hamas mengkonfirmasi bahwa setelah mengatur kondisi yang aman, Sinwar lalu melakukan panggilan telepon, meskipun hal ini membutuhkan upaya yang cukup besar untuk mengaturnya.
Dengan cara itu, Sinwar juga bisa terlibat secara dekat dalam setiap tahap perundingan, dengan hati-hati meninjau proposal dan mendiskusikannya dengan para pemimpin Hamas.
Yang mengejutkan, Sinwar ternyata mendukung fleksibilitas dalam beberapa tahap negosiasi. Ini tentu berlawanan dengan reputasinya sebagai pemimpin yang keras. Ia bertekad untuk mengakhiri pertumpahan darah dan mengakhiri perang, dengan catatan Hamas tetap terlibat dalam proses politik di Jalur Gaza setelah perang.
Sejak terpilih menjadi kepala Biro Politik Hamas menggantikan almarhum Ismail Haniyeh, Israel telah meningkatkan operasi militer di kampung halaman Sinwar di Khan Younis. Dua operasi militer sebelumnya, Israel telah gagal menemukan Sinwar.
Sumber-sumber di militer Israel menyatakan operasi Israel di Khan Younis bertujuan untuk menghukum warga sipil atas terpilihnya Sinwar sebagai pemimpin tertinggi Hamas, dan mencoba memaksa mereka untuk bekerja sama dalam mengungkapkan lokasinya.
Mereka (militer Israel), kata sumber tadi, bahkan menjatuhkan selebaran yang mendesak orang-orang untuk berbalik melawan Yahya Sinwar. Namun, tak satu pun dari warga sipil yang menjadi sasaran Israel mengetahui di mana Sinwar berada, apakah dia berada di atas atau di bawah tanah.
Banyak pihak mengakui Sinwar merupakan pemimpin Palestina yang sangat paham mengenai semangat, perasaan, dan suka duka warga Palestina, terutama masyarakat di Gaza. Pemahaman yang terbentuk dari pengalaman hidupnya di tiga penjara: penjara di kamp pengungsian, penjara di sel tahanan Israel, dan penjara terbuka terbesar di dunia yang namanya Jalur Gaza. Tiga penjara ini sengaja diciptakan oleh kaum penjajah Zionis Israel dengan satu tujuan: menghancurkan semangat juang dan perlawanan bangsa Palestina terhadap penjajahan.
Namun, tidak bagi Yahya Sinwar. Semangatnya tetap membara melawan penjajah Israel. Antara lain, dengan memanfaatkan waktu di penjara Israel selama lebih dari 22 tahun (1989-2011), untuk membedah dan mempelajari kelebihan-kekurangan dan kekuatan-kelemahan dari bangsa penjajah itu.
Tak mengherankan bila Israel Broadcasting Corporation kemudian menyatakan ‘Sinwar lebih banyak mengetahui Israel daripada sebaliknya’. Hal ini disampaikan ketika mengomentari terpilihnya Sinwar sebagai kepala Biro Politik Hamas menggantikan Ismail Haniyeh.
Mula-mula ia belajar bahasa Ibrani secara otodidak, lalu ia asah dengan sering menonton acara televisi dan mendengarkan siaran radio Israel. Juga berbicara dengan para sipir penjara.
Dari sini ia kemudian membaca buku-buku tentang Israel, mengenai kehidupan dan pemikiran para politisi, tokoh-tokoh intelijen dan keamanan. Juga tentang sejarah, budaya, dan sastra bangsa Yahudi. Pengetahuannya tentang seluk-beluk kehidupan bangsa Israel itu kemudian ia tuliskan dalam sejumlah buku. Ia juga menerjemahkan buku-buku penting tentang negara Yahudi itu.
Kegemaran Sinwar pada dunia baca dan tulis berawal ketika ia kuliah di Fakultas Bahasa Arab Universitas Islam Gaza. Ia mengambil jurusan sastra Arab, yang kemudian memberi pengaruh pada diri Sinwar.
Sejumlah media Israel melaporkan, klaim pembunuhan Yahya Sinwar bermula dari insiden di mana tentara Israel mengidentifikasi tiga pria bersenjata di Tal as-Sultan, sebuah daerah di Rafah di selatan Jalur Gaza.
Mereka menyerang ketiga pria bersenjata tersebut dan membunuh mereka, dan baru pada saat itulah mereka curiga bahwa salah satu pejuang tersebut sebenarnya adalah Yahya Sinwar. Menurut beberapa laporan, jenazahnya telah dibawa kembali ke Israel.
Sekarang mereka berada di Yerusalem untuk melakukan tes DNA guna memastikan identitas pejuang tersebut. Ada indikasi kuat, setidaknya di media Israel hampir yakin itu adalah Yahya Sinwar.
Times of Israel melansir, Kantor Perdana Menteri Binyamin Netanyahu mengatakan perdana menteri mengarahkan sekretaris militernya untuk menginstruksikan IDF untuk memberi tahu keluarga para sandera bahwa tidak ada tanda-tanda bahaya pada sandera selama insiden baru-baru ini di Gaza di mana seorang pejuang yang sangat mirip dengan pemimpin Hamas Yahya Sinwar ditemukan.
Komentator politik Israel Ori Goldberg mengatakan kemungkinan terbunuhnya Sinwar adalah “peristiwa yang berarti” bagi Israel sehingga tentara tidak akan mau mengumumkannya secara resmi sampai mereka “yakin 105 persen”.
“Jika Israel berhasil membunuh Yahya Sinwar, itu mungkin satu-satunya peristiwa di lapangan yang berpotensi membuat Israel berhenti membinasakan Gaza. Itu adalah pencapaian simbolis yang dicari Israel,” kata Goldberg kepada Aljazirah.
“Israel pada akhirnya berperang di Gaza tanpa rencana yang jelas kecuali membunuh sebanyak mungkin agen Hamas dan menghancurkan sebanyak mungkin… sebanyak mungkin,” tambahnya.