Keteguhan Iman Nabi Jirjis: Melawan Raja Tiran dan Kekejaman Tanpa Batas: Nabi Jirjis Part 2
Kelanjutan cerita tentang Nabi Jirjis yang jarang diceritakan dan diketahui oleh banyak orang
Akhirnya, sang raja bangkit dari singgasananya dan berjalan bersama Nabi Jirjis menuju tempat berhala yang ada di dalam istana. Di tengah perjalanan, sang raja berkata kepada Nabi Jirjis:
“Menurutku, engkau telah tertipu oleh Tuhanmu. Engkau menyembah Tuhan yang Maha Agung, namun aku tidak melihat perubahan apapun dalam dirimu. Seandainya Tuhanmu sebagaimana yang engkau katakan, engkau pasti adalah manusia yang paling agung dan hartamu melimpah. Akan tetapi, aku melihatmu hina.”
Mendengar pernyataan sang raja, Nabi Jirjis membantahnya:
“Sebenarnya, engkaulah yang paling hina di muka bumi ini. Segala nikmat dan kesenangan duniawi akan sirna, sedangkan nikmat akhirat yang Allah ﷻ anugerahkan kepadaku akan kekal. Di sisi Tuhanku, aku tidaklah hina meskipun tidak menampakkan kekayaan seperti yang engkau lakukan. Ini adalah bentuk ketawadukan kepada Allah ﷻ. Engkau dan berhalamu adalah dua hal yang hina. Tidak bisa menciptakan, tidak bisa memberi rezeki, tidak berbahaya, dan tidak bermanfaat. Sedangkan Tuhanku Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Segala sesuatu berada dalam kekuasaan-Nya.”
Setelah perdebatan yang panas, sang raja kewalahan dan tidak mampu melanjutkan argumennya. Akhirnya, ia mengeluarkan ancaman terakhirnya:
“Engkau telah mengungkapkan banyak hal yang tidak aku ketahui dan waktumu telah habis. Engkau telah berbicara seenaknya di hadapanku. Sekarang, pilihlah salah satu dari dua pilihan ini: sujudlah kepada Avalon (berhala sang raja) atau disiksa.”
Nabi Jirjis menjawab:
“Jika Avalon adalah yang mengatur langit dan bumi, mengendalikan matahari, bulan, dan bintang, mengubah waktu malam menjadi siang dan siang menjadi malam, yang memperkokoh gunung, mengalirkan sungai, menumbuhkan pohon dan buah-buahannya, dan mengatur rezeki, maka sungguh aku akan bersujud dan memuliakannya.”
Mendengar respons Nabi Jirjis, sang raja sangat marah dan langsung memerintahkan para prajuritnya untuk segera membawa kayu. Nabi Jirjis diangkat secara paksa dan diikat di atas tumpukan kayu, lalu ia disiksa dengan sisir besi yang merobek kulit, daging, dan bahkan tulangnya. Darah mengalir deras dari tubuhnya, hingga otaknya mulai terlihat. Namun, meskipun disiksa sedemikian rupa, Nabi Jirjis tidak wafat.
Ketika mengetahui bahwa Nabi Jirjis masih hidup, sang raja meningkatkan siksaan. Ia memerintahkan prajuritnya untuk membawa paku besi yang dipanaskan. Paku-paku tersebut dihantamkan ke kepala Nabi Jirjis, sehingga darah banyak mengalir dari otaknya. Namun, sekali lagi, siksaan itu tidak membuat Nabi Jirjis wafat.
Sang raja semakin geram dan memerintahkan untuk membuat kolam dari tembaga, kemudian menyalakan api di bawahnya hingga api berkobar tinggi. Nabi Jirjis dilemparkan ke dalam kolam tersebut, lalu kolam ditutup dan dibiarkan dalam waktu yang sangat lama. Namun, hal yang tidak terduga terjadi—Nabi Jirjis tidak hanya selamat, tetapi juga tidak merasakan sakit atau terluka sedikit pun. Sang raja tercengang dan mulai merasa lelah setelah mencoba berbagai bentuk siksaan yang tidak berdampak apapun. Dalam kebingungan dan keputusasaannya, ia akhirnya bertanya:
“Bagaimana mungkin engkau tidak merasakan sakit secuil pun?”
Nabi Jirjis menjawab:
“Aku sudah memberitahumu bahwa Tuhanku menghilangkan rasa sakit dari siksaanmu, agar hal itu menjadi pelajaran bagimu bahwa tidak ada seorang pun yang mampu menanggung rasa sakit siksaanmu kecuali orang yang Allah ﷻ beri pertolongan.”
Meskipun harus mengalami siksaan yang sangat pedih, Nabi Jirjis tetap teguh dalam menyampaikan ajarannya dan mengajak orang-orang ke jalan yang lurus. Karena itu, sang raja sangat khawatir rakyatnya akan terpengaruh dan mengikuti ajaran Nabi Jirjis.
Akhirnya, ia memutuskan untuk menempatkan Nabi Jirjis di dalam penjara yang sangat terasing. Di penjara itu, Nabi Jirjis dipasung dengan empat belenggu besi yang mengikat tangan dan kakinya, dengan harapan dapat menghentikan usaha beliau dalam menyebarkan ajarannya.
Namun, pada malam harinya, terjadi hal yang tak terduga. Allah mengutus malaikat untuk melepaskan empat belenggu besi dari kaki dan tangan Nabi Jirjis serta memberinya makan dan minum. Setelah melaksanakan perintah Allah, malaikat itu berkata:
“Bersabarlah dan bergembiralah, karena Allah mengutusmu sebagai nabi, dan kedudukanmu di sisi Allah seperti Nabi Yahya bin Zakariya yang syahid di tangan kaumnya. Allah mengujimu dengan musuhmu, Raja Dadziyanah, selama tujuh tahun. Engkau akan dibunuh sebanyak empat—dalam riwayat lain, tujuh—kali. Setiap kali engkau dibunuh, Allah akan mengembalikan ruhmu ke jasadmu, dan itu akan menjadi bukti bagimu bahwa engkau adalah seorang nabi. Pada kematian yang keempat (atau ketujuh), Allah akan mewafatkanmu, menyempurnakan kemuliaan dan pahala atas apa pun yang telah menimpamu. Janganlah putus asa, karena Allah menyertaimu di mana pun engkau berada.”
Untuk kisah selanjutnya ada di part 3