Pengamat Soal Megawati: Dalam Budaya Jawa, Ketidakhadiran Itu Pesan Amat Kuat
Anies akan tetap berseberangan dengan pemerintahan Prabowo-Gibran
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — MPR resmi mengesahkan dan melantik Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wapres Indonesia ke delapan, Ahad (20/10/2024). Dalam proses pelantikan di Komplek Parlemen Senayan itu, ketidakhadiran Megawati Soekarnoputri, presiden Indonesia kelima menjadi sorotan. Demikian juga ketidakhadiran pasangan capres-cawapres PDIP, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Bisakah ketidakhadiran ini ditafsirkan sebagai kurang negarawan dari pihak-pihak tersebut? Pengamat politik yang juga Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto berpendapat, dari sisi fatsun politik, Megawati harusnya hadir di pelantikan Prabowo-Gibran. Mengapa?
Sebab, kata Wijayanto, Megawati bisa dilihat dari dua sisi: Pertama sebagai ketum PDIP, kedua sebagai presiden kelima Indonesia. “Di negara modern, Mega sebagai Presiden Indonesia kelima harusnya sih hadir, karena ia di situ bukan sebagai ketum PDIP, ia sebagai Presiden Indonesia sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang hadir,” kata Wijayanto pada Republika, Ahad.
Memang di Indonesia, kata Wijayanto lagi, ada sebagian elite politik masih mencampurkan kedua hal tersebut, jabatan politik dan publik. Maka kemudian, lanjut dia, cara untuk memahami sikap Mega itu juga bisa dilihat dari budaya Jawa.
Dalam budaya Jawa ‘ketidakhadiran’ punya simbol yang amat kuat. “Artinya tidak setuju, protes!”kata Wijayanto. Budaya Jawa, lanjut dia, memang unik, karena dalam satu hal menyatakan tidak setuju itu tidak bisa dilihat hanya dari pernyataan dan tindakan. “Bisa berbeda.”
Bagaimana menafsirkan kedatangan Anies Baswedan? Saat pelantikan dan pengucapan sumpah Presiden-Wapres Prabowo-Gibran, Anies duduk di belakang SBY. Wijayanto menegaskan Anies memberi pesan sebagai negarawan. Bahwa meski kemarin berlawanan arah politik, ia datang.
“Seolah Anies mengatakan di atas konflik pilpres, kita harus kembali ke satuIndonesia,” kata Wijayanto. Ia menegaskan, kehadiran Anies bukan simbol dukungan. Anies ia meyakini akan mengambil posisi tegas, tetap mengkritik pemerintahan Prabowo-Gibran. Apalagi selama kampanye kemarin Anies menggaungkan tema perubahan. “Dia memposisikan antitesis pemenang pilpres,” kata Wijayanto.