Ini Pencuri Sholat yang Dimaksud oleh Hadits Rasulullah
Tidak tumakninah termasuk dalam pencuri sholat
REPUBLIKA.CO.ID,Salah satu ibadah yang paling besar dan dicintai Allah SWT adalah shalat, dan merupakan salah satu rukun Islam yang terbesar setelah dua kalimat Syahadat. Kedudukan dan keagungannya terlihat jelas. Itulah satu-satunya ibadah yang Allah wajibkan kepada Nabi Muhammad pada saat terjadinya Isra dan Mi'raj.
Rasulullah kemudian memerintahkan umatnya untuk melaksanakan sholat lima waktu, menjaganya dan melaksanakan rukun dan syarat-syaratnya. Umat Islam wajib melaksanakannya dan mengagungkan Sang Pencipta yang membuat syariat. Maka, melanggar salah satunya berarti mencuri.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam hadits berikut:
Dari Abu Qatada radhiyallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ صَلَاتَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ صَلَاتَهُ قَالَ لَا يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلَا سُجُودَهَا
Artinya: “Pencuri yang paling buruk adalah orang yang mencuri shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ia mencuri shalatnya?” Beliau menjawab: “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.”
Dan dalam riwayat Al-Baihaqi dalam Shu’ab Al-Iman dijelaskan bahwa pencuri sholat itu adalah orang yang tidak melakukan rukuk, sujud, dan thuma'ninah. Berikut penjelasannya:
"Dia mencuri, maka barangsiapa yang tidak menunaikan rukun tersebut dan mencapai thuma'ninah, maka dia adalah pencuri shalatnya, dan shalatnya batal."
Hal tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Tirmidzi dan diriwayatkan oleh Abu Masoud Al-Ansari, Nabi Muhammad SAW bersabda:
لا تجزئ صلاة لا يقيم الرجل فيها صلبه في الركوع والسجود
Artinya: "Tidak sah sholat orang laki-laki yang tidak meluruskan punggung ketika ruku' dan sujud".
Dilansir dari Islamweb, maksud Nabi Muhammad SAW dalam hadits ini adalah untuk mengajarkan kepada umatnya bahwa tidak melakukan rukuk dan sujud merupakan pelanggaran terhadap amanah yang telah dipercayakan kepada seorang hamba, dan mungkin lebih buruk dari itu.
Dengan demikian, Imam Alauddin Al Baji menjelaskan bahwa hakikat perintah shalat bukanlah pada pelaksanaannya, melainkan pada pendiriannya dengan rukun-rukunnya dan mencapai kerendahan hatinya, dan Al-Bukhari meriwayatkan dari Zaid bin Wahb, yang berkata:
"Hudhaifah melihat seorang laki-laki yang tidak rukuk dan sujud, beliau berkata: Aku tidak shalat, dan jika aku mati, aku akan mati dengan cara yang berbeda dari sifat yang Allah ciptakan untuk Muhammad".
Menurut Al -Bazzar dalam Musnadnya dikatakan: "Sudah berapa lama kamu sholat ini? Dia menjawab: Sejak ini dan itu. Beliau menjawab : Kalau kamu mati maka kamu mati dengan cara yang lain selain sunnahnya Muhammad SAW)
Hal ini menunjukkan bahwa seseorang boleh saja shalat seumur hidupnya tanpa menyelesaikan ruku’ dan sujud, dan tidak mendapat thuma'ninah dalam shalatnya, sehingga ia berada dalam bahaya yang besar.
Maka hendaknya setiap muslim mempelajari shalatnya, dan seluruh rukunnya, kewajibannya , dan hal yang membatalkannya. Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan dari hadis Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:
إن الرجل ليصلي ستين سنة وما تقبل له صلاة، لعله يتم الركوع ولا يتم السجود، ويتم السجود ولا يتم الركوع
Artinya: "Seorang laki-laki boleh shalat selama enam puluh tahun, tapi shalatnya tidak akan diterima. Boleh jadi rukuk telah dilakukan namun sujud belum selesai, atau sujud telah dilakukan namun rukuk belum selesai."
Hadits ini merupakan bukti perlunya thuma'ninah dan itu merupakan salah satu rukun shalat. Hal ini menunjukkan bahwa melanggar salah satu rukunnya sama dengan mencuri, dan ini menandakan bahwa dia lebih buruk keadaannya di hadapan Allah daripada mencuri uang.