Gembiranya Xi Jinping di KTT BRICS, Solidnya China-Rusia, dan Terancamnya Hegemoni Barat

Xi: Dunia sedang menghadapi transformasi penting, lanskap internasional akan berubah.

Sergei Bobylev via AP
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-16 BRICS digelar tahun ini di Kazan, Rusia. Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan melakukan pertemuan bilateral sebelum memulai KTT.

Baca Juga


"Presiden Xi mengungkapkan kegembiraannya saat tiba di kota kuno Rusia, Kazan, untuk menghadiri KTT ke-16 BRICS XVI atas undangan Presiden Putin. Pada 22 Oktober sore hari waktu setempat, Presiden Xi Jinping menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kazan," demikian disebutkan dalam laman Kementerian Luar Negeri China di Beijing pada Rabu (23/10/2024).

Pertemuan keduanya adalah pertemuan ketiga pada 2024. Kazan diketahui menjadi salah satu kota yang dilalui Jalur Teh Besar (Great Tea Road) sekitar 400 tahun lalu yang mengantarkan teh dari daerah Pegunungan Wuyi di China ke banyak rumah tangga di Rusia.

"Melihat kembali perjalanan hubungan China-Rusia terus berlanjut meskipun dirintangi hujan dan angin. Kami telah mencapai banyak hal yang luar biasa dan menemukan cara yang tepat bagi dua negara besar yang bertetangga untuk hidup berdampingan dengan ciri non-aliansi, non-konfrontasi, dan tidak menargetkan pihak ketiga mana pun," ungkap Presiden Xi Jinping.

Di era baru, Presiden Xi menyebut, dirinya dan Presiden Putin selalu menaruh perhatian utama dan terus mengarahkan hubungan China-Rusia. Kedua negara juga bersikap dalam semangat hubungan bertetangga yang baik dan persahabatan jangka panjang, koordinasi strategis yang komprehensif, kerja sama yang saling menguntungkan serta terus memperdalam dan memperluas koordinasi strategis yang komprehensif dan kerja sama praktis yang menyeluruh.

"Hal ini telah menyuntikkan dorongan yang kuat ke dalam pengembangan, revitalisasi, dan modernisasi kedua negara kita, serta berkontribusi secara signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat China dan Rusia serta menjaga keadilan dan kesetaraan internasional," tambah Presiden Xi.

Presiden Xi menyebut saat ini dunia sedang menghadapi transformasi penting yang tidak muncul dalam satu abad yang lampau, yang mengakibatkan lanskap internasional berubah dengan cepat dan bergejolak.

"Namun, saya yakin bahwa persahabatan yang mendalam dan langgeng antara China dan Rusia tidak akan berubah, demikian pula rasa tanggung jawab kita sebagai negara-negara besar bagi dunia dan bagi rakyat," ungkap Presiden Xi.

Mekanisme BRICS, menurut Presiden Xi, adalah platform paling penting di dunia untuk solidaritas dan kerja sama antara negara-negara yang sedang berkembang. "BRICS adalah pilar untuk mewujudkan dunia multipolar yang setara dan teratur serta globalisasi ekonomi yang inklusif dan menguntungkan secara universal," tambah Presiden Xi.

 

 

Negara yang Berminat Jadi Anggota BRICS - (Reuters)

 

KTT ke-16 BRICS, kata Presiden Xi adalah KTT pertama setelah perluasan pada 2023 dan membawa signifikansi besar untuk kemajuan kerja sama BRICS yang lebih besar. BRICS didirikan pada 2009 dengan anggota Brasil, Rusia, India, dan China, serta Afrika Selatan yang bergabung pada 2011, yang kemudian akronim dibentuk dari huruf pertama negara anggota tersebut.

"China sangat mengapresiasi upaya Rusia sebagai Ketua BRICS. Saya berharap dapat melakukan diskusi mendalam dengan Presiden Putin dan para pemimpin negara lainnya tentang pengembangan mekanisme BRICS di masa mendatang untuk membangun konsensus di antara para pihak, mengirim pesan positif tentang solidaritas dan kerja sama, dan memajukan koordinasi strategis dan kerja sama praktis antara negara-negara BRICS di berbagai bidang," jelas Presiden Xi.

Xi berharap BRICS dapat dapat mengamankan lebih banyak peluang bagi negara-negara "Global South" dan memberikan kontribusi yang lebih besar untuk membangun komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia. Blok ini sekarang telah diperluas untuk mencakup Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab yang bergabung pada Desember 2023, namun kelompok tersebut memutuskan untuk tetap menggunakan nama BRICS.

Secara akumulasi, populasi penduduk BRICS mencakup 43 persen populasi dunia. Adapun nilai perdagangannya mencapai 16 persen perdagangan global. BRICS juga menyumbang seperempat dari ekonomi global, mencakup seperlima dari perdagangan global.

Kelompok ini juga tidak semata-mata mendiskusikan soal perekonomian. Selama periode 2009-2016, misalnya, mereka menyusun sikap bersama berbagai masalah regional, seperti perang di Libya, Suriah, dan Afghanistan serta program nuklir Iran.

Kepresidenan BRICS Rusia berfokus pada penguatan multilateralisme untuk pembangunan dan keamanan global yang adil. Sebagai bagian dari kepresidenannya, Rusia menyelenggarakan lebih dari 200 acara politik, ekonomi, dan sosial.

Presiden Rusia Vladimir Putin, Selasa (22/10/2024), mengatakan bahwa hubungan antara Rusia dan China adalah "contoh bagaimana hubungan antarnegara seharusnya dibangun," seraya menambahkan bahwa kedua negara tengah memperkuat koordinasi dalam urusan global.



Merespons KTT BRICS di Kazan Rusia, pemimpin partai Les Patriotes Prancis, Florian Philippot, menilai, BRICS bisa menjadi tatanan dunia baru yang mengakhiri hegemoni Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Oleh karena itu, menurutnya, negara-negara Barat dinilai harus berhenti melihat negara-negara BRICS sebagai "ancaman eksistensial" dan memulai dialog dengan aliansi tersebut jika ingin tetap langgeng. 

"Pembentukan BRICS, pertama-tama, merupakan perombakan tatanan dunia, tantangan mendasar terhadap imperialisme Amerika dan sistem ciptaannya, yang terutama didasarkan pada NATO dari perspektif militer dan diplomatik serta Uni Eropa, guna membuat benua Eropa bergantung pada Amerika Serikat," kata Philippot kepada RIA Novosti di Paris, Selasa (22/10/2024).

"Munculnya BRICS mengguncang semua ini, sehingga negara-negara Barat akan memilih untuk menarik diri dan semakin memperkuat retorika perang mereka, yang akan mengarah pada kehancuran, atau negara-negara seperti Prancis akan mengulurkan tangan kepada BRICS dan bergerak menuju dialog," katanya menambahkan.

Menurut Philippot, Prancis, yang memiliki hubungan sejarah panjang dengan Rusia, dapat memainkan peran sebagai penghubung dengan negara-negara BRICS. Karena Prancis punya wilayah seberang laut yang membuatnya memiliki kontak dengan banyak negara anggota BRICS melalui perbatasan darat atau laut yang sama.

"Pertanyaannya saat ini adalah apakah kita siap untuk punah demi imperialisme Amerika, atau kita akan berhenti melihat BRICS sebagai ancaman eksistensial dan melihatnya sebagai peluang bagi perkembangan masa depan kita," ujar Philippot.

The New York Times edisi September, pernah membuat laporan bahwa, bahwa perluasan BRICS "harus membuat NATO khawatir." Namun, laporan itu segera dibantah Kementerian Luar Negeri Rusia yang menegaskan, bahwa BRICS tidak pernah menjadi dan tidak berencana untuk menjadi sebuah aliansi militer.

"BRICS bukan, tidak pernah menjadi, dan tidak akan menjadi aliansi militer. BRICS bahkan bukan organisasi internasional atau struktur integrasi, melainkan sebuah persatuan multinasional dengan anggota yang setara," kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan, Sabtu (12/10/2024).

Menurut Kemenlu Rusia, BRICS adalah kemitraan strategis multidisiplin yang berdiri di atas tiga pilar; politik dan keamanan, ekonomi dan keuangan, serta budaya dan hubungan kemanusiaan, tambah kementerian tersebut.

"Hubungan antara mitra BRICS didasarkan pada kesetaraan, saling menghormati, keterbukaan, pragmatisme, solidaritas, dan yang paling penting, tidak berlawanan dengan siapa pun," demikian isi pernyataan tersebut.

sumber : Antara, Sputnik-OANA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler