Perjalanan PT Sritex, Raksasa Tekstil yang Kini Dinyatakan Pailit
Saham Sritex telah disuspensi Bursa Efek Indonesia pada 2021.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. Hal tersebut termaktub dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Sidang putusan digelar di ruang R.H. Purwoto Suhadi Gandasubrata, S.H. pada Senin (21/10/2024) lalu. Sidang dipimpin Hakim Ketua Moch Ansor.
Dalam perkara tersebut, pihak pemohon adalah PT Indo Bharat Rayon. Sementara pihak termohon tidak hanya PT Sritex, tapi juga anak perusahaannya, yaitu, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
"Menyatakan PT Sri Rejeki Isman, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya," demikian petitum yang dipublikasikan di Sistem Informasi Penulusaran Perkara PN Semarang.
Dalam putusan tersebut, PT Sri Rejeki Isman, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dinyatakan telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi (Pengesahan Rencana Perdamaian) tanggal 25 Januari 2022.
Sejarah PT Sritex
Dikutip dari situs web resminya, PT Sritex didirikan oleh HM Lukminto pada 1966. Awalnya Sritex adalah perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah.
Pada 1968, Sritex membuka pabrik cetak pertamanya yang memproduksi kain putih dan berwarna di Solo. Sepuluh tahun kemudian, Sritex terdaftar sebagai perseroan terbatas di Kementerian Perdagangan.
Pada 1982, Sritex membangun pabrik tenun pertamanya. Kemudian pada 1992, perusahaan tersebut memperluas pabrik dengan empat lini produksi dalam satu atap, yaitu pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan busana. Tahun 1994 Sritex menjadi produsen seragam militer untuk aliansi pertahanan NATO.
Sritex berhasil selamat dari krisis moneter tahun 1998. Perusahaan tersebut justru berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai delapan kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada 1992.
Pada 2013, Sritex resmi melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten SRIL. Pada 2014, putra sulung H.M Lukminto yang memimpin Sritex, Iwan S. Lukminto, memperoleh penghargaan Businessman of the Year dari Majalah Forbes Indonesia. Setahun kemudian, PT Sritex dianugerahi Top Performing Listed Companies in Textile and Garment Sector oleh Majalah Investor. Sritex telah banyak menerima penghargaan serupa.
Tahun 2016, Sritex berhasil menerbitkan obligasi global senilai 350 juta dolar AS yang jatuh tempo pada 2021. Pada 2017, Sritex kembali menerbitkan obligasi global senilai 150 juta dolar AS yang akan jatuh tempo pada 2024.
Sritex mencatat rugi bersih 14,8 juta dolar AS atau setara Rp235 miliar pada kuartal I 2024 atau periode Januari-Maret. Kerugian itu lebih tinggi 61 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 9,2 juta dolar AS. Per 31 Maret 2024, saldo laba Sritex defisit 1,18 miliar dolar AS atau hampir Rp 2 triliun.
Menurut Bursa Efek Indonesia, per 31 Maret 2024, Sritex memiliki 11.249 karyawan. Padahal pada akhir Desember 2023, mereka masih mempunyai 14.138 karyawan. Artinya dalam kurun tiga bulan, perusahaan tersebut memecat lebih dari 3.000 pegawainya.
Saham Sritex telah dibekukan perdagangannya oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Mei 2021. Saham SRIL bertengger di angka 146 per saham.