Pailit Hingga Prabowo Instruksikan Penyelamatan, Ini Daftar Triliunan Utang Sritex ke Bank
Total utang Sritex kepada 28 bank mencapai Rp25,01 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. Hal tersebut termaktub dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Sritex dinyatakan pailit, imbas utang jumbo yang menumpuk sebesar 1,6 miliar dolar AS atau sebesar Rp25,01 triliun. Berdasarkan laporan keuangan semester I-2024, Sritex mengalami defisiensi modal yang serius, dengan ekuitas mencapai minus 980,56 juta dolar AS, atau sekitar Rp15,34 triliun. Artinya, perusahaan memiliki lebih banyak utang daripada aset yang dimiliki.
Liabilitas jangka panjang Sritex pun sangat besar, mencapai 1,47 miliar dolar AS atau sekitar Rp23,02 triliun, sementara liabilitas jangka pendeknya tercatat sebesar 131,42 juta dolar AS atau sekitar Rp2,05 triliun. Dari laporan keuangan tersebut pun tampak sebagian besar kewajiban Sritex adalah utang yang harus dilunasi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Masih dalam laporan keuangannya, utang bank menjadi penyebab utama tingginya liabilitas jangka panjang Sritex. Total utang mencapai 809,99 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp12,66 triliun.
Tercatat, ada 28 bank yang memiliki tagihan kredit jangka panjang terhadap Sritex, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menjadi kreditor terbesar. Utang jangka panjang Sritex kepada BCA mencapai 71,30 juta dolar AS yang setara dengan Rp1,11 triliun. Hal ini menunjukkan sebagian besar beban utang Sritex berasal dari pinjaman yang diambil dari berbagai bank.
Berikut rincian utang Sritex kepada 28 bank:
1. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) sebesar 71,31 juta dolar AS atau setara Rp1,11 triliun.
2. State Bank of India, Singapore Branch sebesar 43,88 juta dolar AS atau setara Rp685,62 miliar.
3. PT Bank QNB Indonesia Tbk sebesar 36,94 juta dolar AS atau setara Rp577,75 miliar.
4. Citibank N.A., Indonesia sebesar 35,83 juta dolar AS atau setara Rp558,66 miliar.
5. PT Bank Mizuho Indonesia sebesar 33,71 juta dolar AS atau setara Rp525,56 miliar.
6. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk sebesar 33,27 juta dolar AS atau setara Rp519,07 miliar.
7. PT Bank Muamalat Indonesia sebesar 25,45 juta dolar AS atau setara Rp397,67 miliar.
8. PT Bank CIMB Niaga Tbk sebesar 25,34 juta dolar AS atau setara Rp395,60 miliar.
9. PT Bank Maybank Indonesia Tbk sebesar 25,16 juta dolar AS atau setara Rp392,50 miliar.
10. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah sebesar 24,80 juta dolar AS atau setara Rp387,50 miliar.
11. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 23,81 juta dolar AS atau setara Rp371,56 miliar.
12. Bank of China (Hong Kong) Limited sebesar 21,78 juta dolar AS atau setara Rp340,15 miliar.
13. PT Bank KEB Hana Indonesia sebesar 21,53 juta dolar AS atau setara Rp336,35 miliar.
14. Taipei Fubon Commercial Bank Co., Ltd. sebesar 20 juta dolar AS atau setara Rp312,50 miliar.
15. Woori Bank Singapore Branch sebesar 19,87 juta dolar AS atau setara Rp309,66 miliar.
16. Standard Chartered Bank sebesar 19,57 juta dolar AS atau setara Rp305,59 miliar.
17. PT Bank DBS Indonesia sebesar 18,24 juta dolar AS atau setara Rp284,55 miliar.
18. PT Bank Permata Tbk sebesar 16,71 juta dolar AS atau setara Rp260,77 miliar.
19. PT Bank China Construction Indonesia Tbk sebesar 14,91 juta dolar AS atau setara Rp232,54 miliar.
20. PT Bank DKI sebesar 9,13 juta dolar AS atau setara Rp142,71 miliar.
21. Bank Emirates NBD sebesar 9,61 juta dolar AS atau setara Rp150,30 miliar.
22. ICICI Bank Ltd., Singapore Branch sebesar 6,96 juta dolar AS atau setara Rp108,75 miliar.
23. PT Bank CTBC Indonesia sebesar 6,95 juta dolar AS atau setara Rp108,44 miliar.
24. Deutsche Bank AG sebesar 6,82 juta dolar AS atau setara Rp106,25 miliar.
25. PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk sebesar 4,97 juta dolar AS atau setara Rp77,63 miliar.
26. PT Bank Danamon Indonesia Tbk sebesar 4,52 juta dolar AS atau setara Rp70,55 miliar.
27. PT Bank SBI Indonesia sebesar 4,38 juta dolar AS atau setara Rp68,50 miliar.
28. MUFG Bank, Ltd. sebesar 23,78 juta dolar AS atau setara Rp370,19 miliar.
Menanggapi utang Sritex, EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menegaskan BCA menghormati proses dan putusan hukum dari Pengadilan Niaga. BCA juga menghargai langkah hukum kasasi yang sedang diajukan oleh debitur yang bersangkutan.
Ia juga menambahkan, BCA terbuka untuk berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk pihak kurator yang ditunjuk oleh pengadilan. “Kami berkomitmen untuk mencapai solusi dan/atau penyelesaian terbaik bagi debitur dan seluruh kreditur yang ada,” jelasnya dalam keterangan tertulis kepada Republika, Ahad (27/10/2024).
Hera juga menjelaskan perihal kinerja keuangan BCA, di mana rasio loan at risk (LAR) mencapai 6,1 persen pada sembilan bulan pertama pada 2024, capaian tersebut membaik dari posisi setahun lalu yang berada di angka 7,9 persen. Sementara rasio kredit bermasalah (NPL) tetap terjaga di tingkat 2,1 persen, dengan pencadangan LAR dan NPL yang memadai, masing-masing sebesar 73,5 persen dan 193,9 persen.
Bila mengingat masa lalu, Sritex yang berdiri sejak 1966 itu sukses mengekspor produknya ke berbagai negara, termasuk membuat pakaian militer di sejumlah negara. Sritex pernah berkibar saat menangani pembuatan seragam tentara di berbagai belahan dunia.
Sepeninggal HM Lukminto pada 2014, perusahaan tersebut dilanjutkan dua anaknya, yakni Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto, yang merupakan generasi kedua dalam keluarga tersebut. Di bawah kepemimpinan kakak beradik ini, Sritex masih solid dan mampu menjaga nama besarnya di pasar global.
Bahkan, pandemi Covid-19 lalu tidak terlalu mengganggu operasional pabrik. Terbukti, PT Sritex mampu mendistribusikan sebanyak 45 juta masker hanya dalam waktu tiga pekan. Selain itu, Sritex juga masih mengekspor produknya ke Filipina meski situasi masih pandemi.
Beberapa lini produksi ada di perusahaan tersebut, mulai dari pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan pembuatan busana. Dengan pengelompokan usaha ini, proses produksi makin cepat dan efisien.
Namun, meski produksi dan penjualan masih berjalan, Sritex ternyata memiliki utang yang terus bertambah selama bertahun-tahun. Dari laporan keuangan terbaru, utang yang dimiliki Sritex sekitar Rp 25 triliun.
Di sisi lain, kerugian yang ditanggung perusahaan tersebut sampai dengan pertengahan tahun ini mencapai Rp 402,66 miliar. Utang dan kerugian ini diperparah dengan lambatnya penjualan akibat pandemi Covid-19 dan persaingan sengit produk tekstil dan produk tekstil (TPT) antarnegara.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelamatkan karyawan PT Sritex usai perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Dia menuturkan bahwa prioritas pemerintah saat ini adalah menyelamatkan karyawan PT Sritex dari pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK," kata Agus Gumiwang dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat lalu.
Agus mengatakan Presiden RI Prabowo Subianto sudah memerintahkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, bersama dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Menteri Tenaga Kerja untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema untuk menyelamatkan Sritex.
"Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan," tuturnya.
engadilan Niaga Semarang memutus pailit PT Sri Rejeki Isman (Sritex), pada Rabu pekan lalu setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditor perusahaan tekstil tersebut. Salah satu debitur PT Sritex, yakni PT Indo Bharat Rayon, mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian atas kesepakatan penundaan kewajiban pembayaran utang pada 2022.
"Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada Januari 2022 lalu," kata Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Jawa Tengah.
Atas putusan pailit Pengadilan Niaga Semarang, manajemen PT Sritex akan mengajukan kasasi. Pengajuan kasasi tersebut dilakukan oleh Manajemen Sritex sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada para kreditur, pelanggan, karyawan dan pemasok.
"Kami menghormati putusan hukum tersebut, dan merespons cepat dengan melakukan konsolidasi internal dan konsolidasi dengan para stakeholder terkait," tulis Manajemen Sritex dalam pernyataan resminya di Jakarta, Jumat lalu.
Disampaikan pihak manajemen Sritex,, kasasi tersebut sudah diajukan ke Mahkamah Agung (MA) per hari ini, dengan harapan bisa menyelesaikan persoalan pailit dengan baik dan memastikan terpenuhinya kepentingan para pemangku kepentingan. Sritex mengatakan dari putusan pailit ini tak hanya memberikan dampak langsung bagi 14.112 karyawan, melainkan mencakup 50 ribu pekerja Sritex secara keseluruhan, serta UMKM yang mendukung proses bisnis perusahaan tersebut.
"Sritex membutuhkan dukungan dari pemerintah dan stakeholder lain, agar dapat terus berkontribusi bagi kemajuan industri tekstil Indonesia di masa depan," demikian keterangan Sritex.