Jimbafest Jadi Eskpresi Seni Sekaligus Ajang Suarakan Isu Keberlanjutan Bali
Jimbafest hadirkan seniman seperti The Adams, Soulvibe dan Pamungkas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhelatan seni dan budaya Jimbafest 2024: Music, Art & Bali Charm telah digelar pada 26-27 Oktober 2024 di Jimbaran Hub, Bali. Tidak hanya sekadar festival seni dan budaya, Jimbafest 2024 menginisiasi gerakan bersama untuk makin peduli terhadap keberlanjutan Bali dengan menjaga kelestarian alam dan budayanya.
Jimbafest menghadirkan seniman seperti The Adams, Soulvibe dan Pamungkas. Selain itu, Dwiki Dharmawan, maestro jazz Indonesia, akan berkolaborasi dalam sebuah proyek spesial bersama Neida Aleida dan para musisi senior Bali.
Kolaborasi ini dirancang sebagai kampanye kreatif yang menggugah publik tentang urgensi pelestarian alam dan budaya Bali melalui musik yang inspiratif. Kehadiran Jimbafest 2024 kali ini memiliki fokus yang lebih spesifik dengan menyoroti isu-isu terkini, khususnya kondisi Bali yang terus mengalami perubahan dari berbagai sisi. Salah satunya sektor
pariwisata.
Meskipun sektor pariwisata berkontribusi besar terhadap ekonomi di Bali, namun dampaknya terhadap lingkungan juga perlu mendapat perhatian. Seperti kemacetan, degradasi lingkungan, kelangkaan air bersih, erosi budaya, serta pengelolaan sampah.
CEO Jimbaran Hijau dan Founder Jimbafest Putu Agung Prianta menjelaskan, Jimbafest menampilkan ekspresi karya seni rupa, pertunjukan musik, dan kekuatan komunitas Bali. Kegiatan ini disertai pula upaya menyampaikan dan menggambarkan kondisi alam dan budaya Bali tersebut secara jujur melalui
perspektif seni.
“Kami berharap setiap karya yang dihadirkan dalam Jimbafest akan berbicara dan menggugah kesadaran tentang keindahan sekaligus tantangan yang dihadapi Bali saat ini,” kata Agung, dikutip dari siaran pers, Senin (28/10/2024).
Karya para seniman dinilai tidak hanya akan menginspirasi masyarakat lokal, tetapi juga memiliki potensi menggaungkan pesan pelestarian budaya dan lingkungan Bali ke pentas dunia. “Kami percaya seni memiliki kekuatan untuk menghubungkan orang-orang dari berbagai latar belakang, menciptakan jembatan untuk menyuarakan isu-isu penting yang harus menjadi menjadi tanggung jawab bersama,” kata Agung.
Salah satu ekspresi seniman adalah pameran seni rupa “Crisis”, yang melibatkan karya-karya dari 13 seniman dengan menawarkan penafsiran mendalam mengenai permasalahan dan tantangan yang tengah dihadapi Bali maupun situasi global. Seniman dari Indonesia yang menampilkan karyanya antara lain Made Wianta, Made Bayak, Gilang Propagila, Jango Pramartha, Wayan Upadana dan Arkiv Vilmansa. Adapun seniman dari Australia yang ikut berpartisipasi antara lain Paul Trinidad, Jon Terry, Jerremy Blank, Antony Muia, dan Vladimir Todorovic. Lalu ada juga Stephan Spicher yang merupakan seniman asal Switzerland.
Kurator Crisis Visual Art Exhibition Yudha Bantono mengungkapkan karya-karya seniman yang terlibat dalam pameran semuanya menunjukkan kekuatan dalam membawa gagasan penting bagi isu keberlanjutan Bali dan juga dunia. Selain bertujuan untuk membangun ruang berkomunikasi yang kritis dan sebagai pengingat, pameran ini diharapkan dapat membangun ruang kesadaran bagi pengunjung Jimbafest 2024 maupun masyarakat Bali yang lebih luas.
“Melalui karya-karya ini, diharapkan khalayak luas dapat memahami makna di balik tindakan seniman dan merespons situasi global yang tidak selalu tampak, tetapi memiliki dampak signifikan,” ujar Yudha.
CEO Antara Suara Andri Veraning Ayu menjelaskan Jimbafest 2024 juga menekankan pentingnya kehadiran para musisi dan seniman untuk menggaungkan spirit keaslian budaya Bali. “Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi katalis perubahan positif di Bali. Kehadiran para musisi dan seniman di festival
ini semoga akan membuka ruang dialog dan menginisiasi tindakan kolektif untuk masa depan yang berkelanjutan,” ujarnya.
CEO M Bloc Entertainment Ardy Siji juga menyampaikan bahwa Jimbafest 2024 membuka pintu yang lebar untuk semua orang khususnya komunitas. “Kehadiran beragam komunitas seni, musik, kuliner, kultur pop, hingga lingkungan menjadi energi baru untuk Jimbaran yang tengah berupaya menjadi ruang inklusif dan ramah komunitas di Bali. Kami berharap festival ini akan memperkuat pelestarian budaya Bali di tingkat global,” katanya.
Tahun ini Jimbafest mengusung tema “Respect Alam Bali Banget”. Festival ini melibatkan langsung komunitas asli Jimbaran, baik yang bergerak di skena modern maupun komunitas tradisional. Kolaborasi ini memastikan suara dan aspirasi masyarakat setempat tetap terdengar dan dihormati dalam upaya menjaga keseimbangan antara modernitas dan tradisi.
"Sebagai komunitas yang peduli terhadap Bali, kami ingin menunjukkan bahwa modernisasi dapat berjalan seiring dengan pelestarian nilai-nilai tradisional, sehingga keduanya saling melengkapi dan memperkaya pengalaman budaya kita," jelas Perwakilan Komunitas Jimbaran I Komang Tri Sandyasa Putra.