Budi Said Catut Identitas Guru Ngaji dalam Pencucian Uang Transaksi Emas Antam
Sri Agung, namanya tertera dalam transaksi jual beli emas dengan Budi Said.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dan rekayasa jual beli emas dan pencucian uang yang melibatkan 'Crazy Rich' Surabaya Budi Said kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Senin (28/10/2024). Dalam persidangan kali ini, saksi Sri Agung Nugroho yang merupakan seorang guru ngaji mengungkapkan namanya dicatut Budi Said dalam transaksi pembelian emas Antam.
Sri Agung, yang namanya tertera dalam transaksi jual beli emas dengan Budi Said, menegaskan tidak pernah terlibat dalam transaksi tersebut dan bahkan tidak pernah bertemu dengan terdakwa. "Saya baru mengetahui nama saya tercantum dalam transaksi ini ketika diperiksa oleh penyidik," ujar Sri Agung di hadapan Majelis Hakim.
Dalam kesaksiannya, Sri Agung menjelaskan, dirinya tidak memiliki emas Antam dan tidak pernah memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada pihak lain. Sri Agung juga menyebutkan selama ini dia hanya bekerja sebagai guru ngaji dan tidak pernah melaporkan pajak terkait transaksi emas apapun.
Kesaksian ini memperkuat dugaan identitasnya disalahgunakan dalam transaksi yang terkait dengan pencucian uang oleh Budi Said. “Saya tidak pernah menyerahkan NPWP kepada pihak mana pun, termasuk untuk transaksi emas ini,” ujar Sri Agung.
Sri Agung mengaku, NPWP yang digunakan dalam transaksi mencurigakan tersebut sama dengan miliknya, namun dia tidak pernah menggunakannya untuk transaksi jual beli emas. “Waktu itu penyidik menunjukkan bukti transaksi, tapi saya tidak pernah melakukan transaksi tersebut,” katanya.
Kesaksian Sri Agung menunjukkan indikasi manipulasi data dan pemalsuan identitas yang melibatkan terdakwa, Budi Said. Hal ini menambah kuat dugaan Budi Said menggunakan identitas pihak lain untuk memuluskan aksi pencucian uangnya.
Pencatutan identitas Sri Agung juga menjadi bukti Budi Said mencoba menghindari jejak keuangannya dalam skema pembelian emas tersebut.
Sementara itu, dalam tanggapan singkatnya, Budi Said hanya menyangkal pernah melakukan transaksi langsung dengan saksi. Bantahan ini dianggap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung tidak relevan, karena bukti-bukti menunjukkan Budi Said menggunakan berbagai identitas, termasuk Sri Agung, untuk menyembunyikan sumber dana yang dia gunakan dalam transaksi mencurigakan di Butik Antam.
Adapun dalam perkara ini, JPU Kejaksaan Agung mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas PT Antam, dan tindak pidana pencucian uang. Dalam dakwaan yang dibacakan pada persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Budi Said diduga terlibat dalam transaksi pembelian 5,9 ton emas yang direkayasa agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01.
Jaksa mengungkapkan, Budi Said juga melakukan transaksi pembelian emas dengan harga di bawah standar dan tidak sesuai prosedur Antam. Dia bekerja sama dengan broker Eksi Anggraeni serta beberapa terpidana yang merupakan mantan pegawai Antam, termasuk Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto.
Dalam dua transaksi utama, Budi Said pertama kali membeli 100 kilogram emas dengan harga Rp 25.251.979.000, yang seharusnya hanya berlaku untuk 41,865 kilogram. Hal tersebut mengakibatkan selisih emas sebesar 58,135 kilogram yang belum dibayar. Sedangkan pada transaksi kedua, Budi Said membeli 5.9 ton emas seharga Rp 3.593.672.055.000, dan secara melawan hukum mengklaim adanya kurang serah sebanyak 1.136 kilogram.
Jaksa menyatakan, harga yang disepakati Budi Said sebesar Rp 505.000.000 per kilogram itu jauh di bawah harga standar Antam. Akibatnya, negara mengalami kerugian total hingga Rp 1,1 triliun. Kerugian ini terdiri dari Rp 92.257.257.820 dari pembelian pertama dan Rp 1.073.786.839.584 dari pembelian kedua.
Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Selain itu, Budi Said juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.