Cuma Andalkan Gaji, Eselon 1 MA Diperkirakan Butuh 180 Abad untuk Punya Rp 900 Miliar
Kejagung temukan uang hampir Rp 1 triliun dari rumah ZR.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejagung telah menangkap ZR yang merupakan mantan pejabat tinggi pada lembaga yudikatif tersebut sebagai tersangka. Ia ditangkap terkait kasus dugaan suap hakim yang melibatkan terdakwa Ronald Tannur.
ZR diketahui merupakan mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Kabadiklat) Hakim dan Peradilan di MA. Ironinya, dari penggeledahan yang dilakukan oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), di rumah ZR di Jakarta Selatan (Jaksel), ditemukan timbunan uang tunai setotal hampir Rp 1 triliun atau lebih tepatnya Rp 922.912.303.714 serta 51 kg emas batangan.
Sebagai seorang ASN, uang dalam jumlah besar itu terbilang tak wajar. Apalagi menurut ICW laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terakhir milik ZR periode Maret 2022, hanya sekitar Rp 51,4 miliar. “Tentu saja uang yang ditemukan (hampir Rp 1 triliun) tersebut, terbilang janggal dan patut ditelusuri lebih lanjut,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Kabadiklat) Hakim dan Peradilan di MA masuk dalam jabatan eselon satu atau setara dengan direktur. Besaran tunjangan kinerja berdasarkan Perpres No 8 tahun 2020 untuk kepala badan di MA sekitar Rp 36 juta. Kemudian jika masuk dalam golongan IV, ASN menerima gaji pokok Rp 5,3- Rp 6,3 juta.
Selanjutnya, ada tunjangan keluarga dan jabatan. Taruhlah, hitung-hitungan kasar perolehan setiap bulan pendapatan sekitar Rp 50 juta. Namun itu belum termasuk honorarium rapat atau uang perjalanan dinas.
Dengan uang yang ditemukan sebesar Rp 900 miliar maka butuh Waktu sekitar 18 ribu tahun atau 180 abad untuk mendapatkan uang tersebut jika hanya mengandalkan pendapatan Rp 50 juta. Hitungan-hitungan itu belum termasuk dengan 51 kg emas yang ditemukan.
Tersangka ZR disebut akan melakukan pembelaan. Pengacaranya Handika Honggowongso mengatakan, pembelaan tersebut sebagai upaya hukum atas kasus korupsi yang kini dalam pengusutan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
"Kami sedang menyiapkan langkah-langkah pembelaan yang dimungkinkan oleh hukum dalam penanganan perkara tersebut," ata Handika melalui siaran pers kepada wartawan di Jakarta, Ahad (27/10/2024).
Handika mengatakan, kliennya masih punya hak hukum untuk menjelaskan ke publik perihal perkara yang menjeratnya saat ini. “Kami mengimbau kepada semua pihak, supaya tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Dan jangan membangun opini yang mengarah pada penghakiman melalui media,” kata Handika.
Handika juga meminta agar penyidik Jampidsus-Kejakgung tetap profesional dalam pengusutan kasus ini. Karena dikatakan dia, kasus yang menyeret ZR ke sel tahanan sementara ini, terkait dengan peran dan kredibilitas Mahkamah Agung (MA). Hal tersebut kata Handika, mengingat ZR merupakan mantan pejabat tinggi di MA.
“Kami juga meminta agar semua pihak tetap profesional dan tidak berspekulasi yang berujung pada rusaknya kredibilitas Mahkamah Agung,” begitu kata Handika.
Dugaan keterlibatan ZR
Dari hasil pemeriksaan penyidik Jampidsus terhadap tersangka LR (pengacara Ronald Tannur), dan ZR diketahui ada kesepakatan untuk menyuap hakim di MA. Dikatakan, LR kepada ZR menyampaikan langsung telah menyiapkan uang Rp 5 miliar untuk para hakim agung yang memeriksa, dan memutus kasasi Ronald Tannur.
“Dan LR, juga akan memberikan uang (Rp) 1 miliar kepada ZR atas jasanya itu,” ujar Abdul Qohar. Pada Oktober 2024, kata Abdul Qohar, LR menyampaikan kepada ZR untuk mengantarkan langsung uang-uang tersebut ke Jakarta Selatan (Jaksel).
“Uang tersebut dari barang bukti berupa catatan LR, diberikan kepada ZR dan diperuntukan kepada hakim agung inisial S, A, dan S yang menangani kasasi Ronald Tannur,” ujar Abdul Qohar.
Inisial S, A, dan S tersebut, sesuai dengan nama-nama para hakim agung yang memutus kasasi Ronald Tannur. Dalam putusan kasasi yang disampaikan Selasa (22/10/2024), MA mengubah putusan PN Surabaya, dengan menyatakan Ronald Tannur bersalah telah menghilangkan nyawa Dini Sera Afriyanti.
Atas perbuatan tersebut, hakim agung dalam kasasinya, menghukum Ronald Tannur dengan pidana penjara selama 5 tahun. Hukuman tersebut mengacu pada Pasal 351 ayat (3) yang dinyatakan hakim agung sebagai dasar penghukuman terhadap Ronald Tannur.
Dari jumlah uang yang disipakn, dan akan diberikan oleh LR kepada ZR untuk para hakim agung tersebut, dikatakan ZR terlalu banyak lembarannya. Karena itu, ZR meminta kepada LR, untuk menukar uang miliaran rupiah tersebut ke dalam bentuk valuta asing. LR, setuju dengan permintaan ZR tersebut, dan mengkonversi miliaran rupiah untuk menyuap para hakim agung itu. LR menukar uang tersebut di gerai tukar uang di kawasan Blok-M, Jaksel.
“LR lalu datang ke rumah ZR di Senayan, Jakarta Seltan lalu menyerangkan uang asing yang dikonversi berjumlah (Rp) 5 miliar tersebut,” ujar Abdul Qohar.