Murkanya Santri Soal Penganiayaan oleh Penenggak Miras, Minta Perda Minol Direvisi

Korban dan keluarganya berhak mendapat keadilan serta kepastian hukum.

ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Sejumlah santri mengikuti aksi damai di halaman Polda DIY, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (29/10/2024). Dalam solidaritas tersebut ribuan santri mengecam atas insiden penusukan santri serta mendesak pihak kepolisan untuk mengusut tuntas kasus tersebut dan menutup penjual minuman keras tanpa izin.
Rep: Silvy Dian Setyawan, Muhyiddin Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ribuan massa yang merupakan santri dari berbagai pondok pesantren (ponpes) memadati kawasan Mapolda DIY, Selasa (29/10/2024). Para santri menggelar aksi mendesak polisi mengusut tuntas penganiayaan dan penusukan santri Ponpes al-Munawwir. 

Baca Juga


Tidak hanya itu, Koordinator Umum Aksi Solidaritas Jogjakarta, Abdul Muiz mendesak pemerintah untuk merevisi Perda tentang minuman beralkohol  (Minol). "Mendesak pemerintah untuk meninjau ulang dan merevisi peraturan daerah tentang pengendalian, pengawasan minuman beralkohol, serta pelarangan minuman oplosan agar lebih efektif dalam mencegah tindak kriminal yang disebabkan oleh konsumsi minuman tersebut," kata Muiz dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (29/10/2024). 

Dia pun berharap keluarga besar pesantren dan seluruh elemen masyarakat dapat bersatu menolak segala bentuk kekerasan dan mendukung setiap langkah menuju terciptanya keamanan dan ketertiban. "Kami menyerukan peningkatan pengawasan di wilayah Yogyakarta untuk mencegah tindakan kekerasan di masa depan. Termasuk dalam hal ini adalah mengevaluasi dan mengendalikan peredaran minuman keras (miras) yang kian marak karena satu botol miras dapat memicu seribu kriminalitas," ujar Muiz.

Sebagai bagian dari keluarga besar santri, pesantren, dan masyarakat yang peduli terhadap keadilan, pihaknya juga mendesak aparat penegak hukum untuk segera menangkap semua pelaku, memprosesnya secara hukum, dan menyeretnya ke pengadilan guna mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. "Hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya," ucap Muiz 

Menurut dia, korban dan keluarganya berhak mendapatkan keadilan serta kepastian hukum. Karena itu, pihaknya juga meminta adanya dukungan penuh dalam proses pemulihan baik fisik maupun mental bagi korban dan keluarganya.  

"Kami menuntut pemerintah, aparat keamanan, dan lembaga terkait untuk meningkatkan keamanan di semua sektor, setiap tempat harus bebas dari ancaman kekerasan, dan setiap individu yang berada di dalamnya berhak merasa aman," ujar Muiz. 

Muiz berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga keadilan ditegakkan. Menurut dia, tidak ada tempat bagi kekerasan di masyarakat, dan kami tidak akan tinggal diam hingga semua pelaku menerima hukuman yang setimpal. "Kami tegaskan, jangan sampai hilangnya kepercayaan pada aparatur negara memaksa kami untuk bertindak sendiri di luar koridor hukum," kata Muiz. 

 

 

Muiz yang juga merupakan Ketua GP Ansor DIY mengatakan, santri yang menjadi korban penganiayaan dan penusukan merupakan korban salah sasaran dari pelaku yang berada di bawah pengaruh miras. 

Muiz menyebut, peredaran miras ini memicu berbagai tindak kriminal.  Termasuk penusukan santri Krapyak yang terjadi di Jalan Parangtritis, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Yogyakarta, DIY, Rabu (23/10/2024) pekan lalu tersebut.

"Tidak ada tempat bagi kekerasan di masyarakat dan kami tidak akan tinggal diam hingga semua pelaku menerima hukuman yang setimpal," kata Muiz saat menyampaikan orasinya dalam aksi yang digelar di Mapolda DIY, Kabupaten Sleman, DIY, Selasa (29/10/2024). 

Muiz juga menyampaikan sejumlah poin pernyataan sikap terkait peredaran miras, dan pengusutan tuntas penusukan santri Krapyak. Pihaknya meminta polisi untuk menangkap dan mengadili pelaku penganiayaan santri. 

Selain itu, polisi diminta menjaminan keamanan lingkungan bagi masyarakat, hingga evaluasi peraturan daerah tentang miras."Kami tegaskan, jangan sampai hilangnya kepercayaan pada aparatur negara memaksa kami untuk bertindak sendiri di luar koridor hukum," ungkap Muiz dalam orasinya.

 

Sejumlah santri mengikuti aksi damai di halaman Polda DIY, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (29/10/2024). Dalam solidaritas tersebut ribuan santri mengecam atas insiden penusukan santri serta mendesak pihak kepolisan untuk mengusut tuntas kasus tersebut dan menutup penjual minuman keras tanpa izin. - (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Kapolda DIY, Irjen Pol Suwondo Nainggolan menyebut polisi telah menangkap tujuh tersangka penganiayaan dan penusukan santri Pondok Pesantren (Ponpes) al-Munawwir Krapyak. 

Hal ini disampaikan Suwondo kepada ribuan massa aksi yang menggelar demonstrasi di Mapolda DIY, Selasa (29/10/2024). Massa yang merupakan santri dari berbagai ponpes tersebut menggelar aksi guna mendesak polisi mengusut tuntas penganiayaan dan penusukan yang membuat dua orang menjadi korban. 

"(Polisi) Sudah melakukan penangkapan bersama dengan masyarakat dua orang, lalu berkembang bertambah menjadi tiga orang. Lalu dari lima orang ini kami dapat siapa yang mengumpulkan mereka, tadi malam tertangkap jam 18.00 WIB. Dan yang lebih alhamdulillah, pelaku yang melakukan penusukannya tertangkap tadi malam jam 23.00 WIB," kata Suwondo kepada ribuan santri di Mapolda DIY, Kabupaten Sleman, DIY (29/10/2024). 

Suwondo menyebut, kasus ini akan segera dirilis oleh polisi pada Selasa (29/10/2024) sore ini. Suwondo juga menegaskan pihaknya akan mengusut tuntas dan berkomitmen untuk menjaga keamanan masyarakat, terutama di DIY. 

"Kejadian kemarin sungguh mengagetkan kami, dan saya menyampaikan rasa simpati dan perasaan menyesal atas peristiwa itu. Dan saya menyatakan tanggung jawab atas peristiwa tersebut," ungkap Suwondo.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler