Kejagung: Pengusutan Korupsi Impor Gula Juga Dalami Para Mendag Setelah Tom Lembong
Kejagung membantah anggapan pihaknya melokalisir kasus hanya pada Tom Lembong.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah melakukan lokalisir dalam pengusutan korupsi impor gula, hanya pada periode mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong pada 2015-2016. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar menegaskan, pengusutan pada kasus di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tersebut periodeisasinya sepanjang 2015-2023.
Karena itu, Qohar meyakinkan, tim penyidiknya juga akan mengusut dugaan serupa dalam kebijakan izin impor yang diterbitkan oleh para mendag selanjutnya. Sebab kebijakan impor komoditas manis tersebut, kata Qohar, juga dilakukan para mendag selepas Tom tak menjabat. Namun, kata Qohar, hasil penyidikan sementara, baru terungkap di periode Tom Lembong.
“Seiring waktu, penyidikannya nanti juga akan sampai ke periode selanjutnya, menuju ke arah sana (mendag-mendag) lainnya. Tetapi, kita sekarang fokusnya pada periode Tom Lembong, 2015-2016,” ujar Qohar.
Qohar juga mengatakan, tetap akan memanggil para mendag yang menjabat sepanjang periode objek perkara 2015-2023. Namun hal tersebut, dikatakan dia, sesuai dengan kebutuhkan.
“Untuk perkara ini kan baru kemarin kita tetapkan tersangka. Kan sudah barang tentu penyidik akan terus melakukan pendalaman-pendalaman. Pasti kita akan maraton untuk melakukan penyidikan terhadap pihak-pihak lain, setelah yang bersangkutan (Tom Lembong),” kata Qohar.
Tom Lembong, bersama inisial CS dijerat tersangka terkait dengan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor 31/1999-20/2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Penyidik menjebloskan Tom Lembong ke sel tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Sementara tersangka CS, ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kejakgung, di kawasan Blok-M Jaksel. Dua tersangka itu, ditahan sementara 20 hari untuk mempercepat proses penyidikan.
Adapun terkait kasus yang menjerat Tom Lembong, dan CS pernah dijelaskan oleh Qohar. Dikatakan pada periode 2015 dilakukan rapat koordinasi (rakor) antar lembaga dan kementrian ekonomi. Hasil dari rakor tersebut, menyatakan Indonesia mengalami surplus gula.
“Sehingga hasil rapat koordinasi tersebut, diputuskan pemerintah tidak perlu, atau tidak membutuhkan impor gula,” kata Qohar.
Akan tetapi keputusan rakor tersebut, disimpangi. Tom Lembong, sebagai menteri perdagangan ketika itu, menerbitkan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton. Impor gula kristal mentah tersebut, dengan tujuan diolah di dalam negeri menjadi gula kristal putih untuk konsumsi. Penerbitan izin tersebut diberikan kepada delapan pihak swasta importir. Yaitu, PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Padahal kata Qohar, mengacu sejumlah aturan pemerintah, pun juga aturan Mendag 527/2004, hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibolehkan untuk melakukan impor gula kristal putih untuk konsumsi. “Akan tetapi berdasarkan persetujuan impor yang telah dikeluarkan tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong), impor gula kristal mentah dilakukan tanpa melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait,” kata Qohar.
Instansi terkait yang dimaksud dalam aturan menteri tersebut adalah Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dan rekomendasi atas persetujuan impor gula kristal mentah tersebut, semestinya diterbitkan oleh menteri perindustrian (menperin). Karena Kemenperin, adalah otoritas yang atas kewenangannya, menjadi pihak yang mengetahui tentang kebutuhan gula nasional di dalam negeri.
Selanjutnya, dikatakan Qohar, pada 28 Desember 2015, dilakukan lagi rakor bidang perekonomian yang turut dihadiri oleh Menko Perekonomian. Dikatakan, dalam rakor tersebut, dibahas perihal tentang kondisi Indonesia 2016 yang kekurangan gula kristal putih untuk konsumsi.
Dari rakor tersebut, kata Qohar, juga diketahui kebutuhan gula kristal putih Indonesia 2016 sebanyak 200 ribu ton. “Kebutuhan gula kristal putih tersebut, dalam rangka untuk menjaga stabilitas harga gula nasional, dan pemenuhan stok gula nasional 2016,” kata Qohar.
Sedangkan sepanjang November sampai Desember 2015, tersangka CS atas perannya sebagai direktur pengembangan PT PPI mengambil sikap korporasi di internalnya. Yaitu dengan memerintahkan P, selaku staf senior manajer bahan pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang komoditas manis tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, perusahaan-perusahaan itu melakukan impor gula kristal mentah berdasarkan rekomendasi, dan izin dari Tom Lembong sebagai mendag. Dikatakan impor yang dilakukan tersebut, untuk menjaga stabilitas harga, dan memenuhi kebutuhan stok gula nasional.
“Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilitas harga gula, seharusnya dilakukan oleh BUMN,” kata Qohar.
Selanjutnya, setelah impor gula kristal mentah dilakukan, delapan perusahaan tersebut mengelola komoditas itu menjadi gula kristal putih. Akan tetapi, diketahui juga, bahwa perusahaan-perusahaan tersebut, perizinan usahanya hanya untuk pengelolaan gula rafinasi yang peruntukannya untuk pemenuhan kebutuhan industri makanan, minuman, dan farmasi.
Qohar melanjutkan, setelah delapan perusahaan melakukan pengolahan gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, selanjutnya PT PPI melakukan aksi pembelian. Tapi diketahui, bahwa pembelian tersebut tak pernah dilakukan.
“Padahal senyatanya, gula tersebut dijual oleh perusahaan-perusahaan swasta tersebut ke pasaran, atau ke masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan perusahaan-perusahaan swasta itu,” kata Qohar.
Kedelapan pihak swasta itu melepas harga gula ke pasaran seharga Rp 26 ribu per Kilogram (Kg). Pun itu juga, dikatakan melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditentukan oleh pemerinrah sebesar Rp 13 ribu per Kg. “Atas perbuatan yang dilakukan oleh tersangka TTL sebagai menteri perdagangan, dan tersangka CS, selaku direktur pengembangan bisnis PT PPI telah merugikan negara senilai (Rp) 400 miliar,” ujar Qohar.