Belajar Memusuhi Orang Ala Gus Dur

Gus Dur mewariskan banyak inspirasi untuk kemajuan bangsa.

Gus Dur
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ada manusia yang ketika memusuhi orang lain menunjukkan kebenciannya. Wajahnya tak senyum. Menjaga jarak, membenci segala apa yang dikatakan dan dilakukan si musuh, meskipun ada percikan kebaikan di dalamnya.

Baca Juga


Ada yang lebih dari itu. Tak lagi tegur dan sapa, menghentikan komunikasi. Ketika ada yang memulai bicara atau berkomunikasi, hal itu didiamkan alias dicuekin. Memutus silaturahmi dan persaudaraan. Sama sekali tak menganggap orang yang dibenci, sebagai bagian dari dirinya.

Tak hanya itu, bahkan ada yang menjelma menjadi hasad yang mengerikan. Yang terbesit di dalam hatinya, musuh harus dikerdilkan, bahkan harus ‘dihabisi’. Sikap semacam itu menunjukkan berlebihan dalam memusuhi orang lain. Pasti memunculkan energi negatif yang bukan tidak mungkin, akan berbalik ke diri sendiri.

Terkait hal ini, ada baiknya belajar dari Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (1940-2009). Dalam sebuah sesi wawancara bersama Andy F Noya, Gus Dur ditanya tentang siapa orang yang paling bertanggung jawab terhadap pencopotannya sebagai presiden RI. Kemudian Gus Dur menyebut dua nama: Amin Rais dan Megawati.

Namun setelah itu, Andi F Noya menjelaskan, Gus Dur masih saja bertemu dengan keduanya. Ada apakah gerangan? Bukankah keduanya adalah orang yang punya kesalahan yang merugikan Gus Dur?

Terkait pertanyaan tadi, Gus Dur menjawab begini,

“Yang pantas jadi musuh saya Cuma satu mas, Pak Harto. Namun itu pun pas hari raya saya masih ke sana. Masih jadi teman baik saya. Artinya saya tidak punya musuh dong di Indonesia.”

Pelajaran berharga dari seorang Gus Dur adalah, dia memusuhi orang secara biasa saja, tidak sampai hasad dan menghabisi si musuh. Juga mencintai orang secara biasa saja, alias tidak berlebihan. Sikap Gus Dur yang demikian merupakan pengamalan hadits Rasulullah berikut ini:

احبب حبيبك هوناما، عسى ان يكون بغيضك يوماما وابغض بغيضك هونا ما، عسى ان يكون حبيبك يوماما

Ahbib habiibaka haunammaa, asa’an yakuuna baghidhaka yaumammaa wa abghidh baghidhaka haunammaa, asa’an yakuuna habiibaka yaumamma

“Cintailah kekasihmu (secara) sedang-sedang saja, siapa tahu pada suatu hari nanti dia akan menjadi musuhmu; dan bencilah orang yang engkau benci (secara) biasa-biasa saja, siapa tahu pada suatu hari nanti dia akan menjadi kecintaanmu.” (HR. Imam Turmudzi).

Rahasia di balik sikap memusuhi atau mencintai orang lain secara biasa saja adalah, bisa jadi orang yang kita musuhi, suatu saat akan membantu kita dalam kesulitan. Sebaliknya, bisa jadi orang yang kita cintai, suatu saat akan mengkhianati kita, menusuk kita dari belakang.

وَعَسٰۤى اَنۡ تَكۡرَهُوۡا شَيۡـــًٔا وَّهُوَ خَيۡرٌ لَّـکُمۡ‌‌ۚ وَعَسٰۤى اَنۡ تُحِبُّوۡا شَيۡـــًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّـكُمۡؕ وَاللّٰهُ يَعۡلَمُ وَااَنۡـتُمۡ لَا تَعۡلَمُوۡنَ

Artinya: ".....tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Al-Baqarah ayat 216)

Abdurrahman as-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan maksud ayat tersebut: 

Ayat ini adalah umum lagi luas, bahwa perbuatan perbuatan baik yang dibenci oleh jiwa manusia karena ada kesulitan padanya itu adalah sesuatu yang baik tanpa ada keraguan, dan bahwa perbuatan-perbuatan buruk yang disenangi oleh jiwa manusia karena apa yang diperkirakan olehnya bahwa padanya ada kelezatan dan kenikmatan ternyata juga buruk tanpa ada keraguan.

Perkara dunia tidaklah bersifat umum, akan tetapi kebanyakan orang apabila ia senang terhadap suatu perkara, lalu Allah memberikan baginya sebab-sebab yang membuatnya berpaling darinya, maka hal itu adalah suatu yang baik baginya.

Maka yang paling tepat baginya dalam hal itu adalah ia bersyukur kepada Allah, dan meyakini kebaikan itu ada pada apa yang terjadi, karena ia mengetahui bahwa Allah lebih sayang kepada hambaNya daripada dirinya sendiri, lebih kuasa memberikan kemaslahatan bagi hambaNya daripada dirinya sendiri, dan lebih mengetahui kemaslahatan daripada dirinya sendiri.

Allah berfirman, “Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” Maka yang pantas bagi kalian adalah kalian sejalan dengan segala takdir takdirNya, baik yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan kalian.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler