Ekonom Analisis PT Sritex Pailit tak Terkait Permendag Nomor 8 Tahun 2024

Iklim makro industri tekstil di Indonesia sudah tertekan sejak 10 tahun terakhir.

Dok Sritex
Pekerja di PT Sritex, Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah.
Rep: Erik PP/Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sempat dituding sebagai biang keladi pailitnya PT Sritex. Kendati sudah dibantah oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag), namun masih ada pihak yang mengaitkan pailitnya PT Sritex dengan Permendag Nomor 8 Tahun 2024.

Baca Juga


Ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi menilai, industri tekstil di Indonesia sudah dalam kondisi tertekan sejak 10 tahun terakhir. "Saya rasa bukan karena Permendagnya, tidak ada kausalitas. Mungkin ada korelasi tapi bukan penyebabnya. Iklim makro industri tekstil sudah tertekan sejak 10 tahun terakhir," kata Fithra kepada awak media di Jakarta, Senin (4/11/2024).

Menurut dia, berbagai faktor yang menyebabkan industri tekstil dalam negeri semakin tertekan adalah besarnya biaya produksi. Sementara jaringan produksi yang dibangun tidak sebaik negara-negara tetangga, termasuk Vietnam. "Jaringan produksi global tidak terintegrasi dengan baik sehingga industri kita kalah bersaing," jelas Fithria.

Dia menyebut, kendati saat pandemi Covid-19, PT Sritex menerima banyak pesanan dari pemerintah, namun dilihat dari utang yang menggunung menjadi bukti, perseroan sudah mengalami kesulitan keuangan. "Pada 2020 mengajukan perpanjangan utang, ini kan berarti perusahaan ini sudah mengalami kesulitan keuangan. Perbankan pun juga takut memberikan kredit sehingga mengenakan bunga premium yang cukup tinggi," ucap Fithria.

Dia pun menyarankan pemerintah agar lebih holistik dalam menyelesaikan masalah PT Sritex, yang bisa berdampak bagi perekonomian nasional. Pasalnya, ada puluhan ribu pekerja yang menggantungkan hidup di dalamnya

Sebaliknya, Fitria menilai, keluarnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 justru menghasilkan sejumlah banyak manfaat. Mengingat, tujuan dikeluarkannya aturan tersebut untuk merelaksasi barang-barang yang mengalami penumpukan pada awal tahun ini.

"Penumpukan barang (impor) semakin besar sehingga mengakibatkan ongkos logistik tinggi. Jadi saya kira Permendag ini manfaatnya jauh lebih banyak, misalnya membuat smooth, karena jika barang terhambat juga akan merugikan banyak UMKM kita," kata Fitria.

Sebelumnya, Kemendag menyampaikan, relaksasi aturan impor melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024 bertujuan mengatasi terhambatnya penyaluran bahan baku akibat perlunya pertimbangan teknis (pertek) sebagai salah satu persyaratan persetujuan impor. Kemendag menyatakan, dibutuhkannya pertek sebagai salah satu persyaratan persetujuan impor komoditas tertentu sebelumnya diusulkan oleh Kementerian Perindustrian

"Sebagaimana kita ketahui, terdapat penumpukan kontainer di pelabuhan yang disebabkan antara lain kendala perizinan pertimbangan teknis untuk komoditas tertentu," ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso dalam konferensi pers di Aula Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Ahad (19/5/2024). Budi saat ini menjabat menteri perdagangan (mendag) sejak 21 Oktober 2024.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler