Penyelamatan Sritex Terancam Sia-Sia Jika Impor Ilegal Tetap Merajalela
Langkah ini bisa sia-sia jika impor ilegal terus merajalela.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pailitnya PT Sritex membuka kondisi industri tekstil Indonesia yang terancam dan memicu perhatian besar dari pemerintah. Presiden Prabowo Subianto juga telah menginstruksikan empat kementerian untuk menyelamatkan perusahaan yang memiliki pabrik di Sukoharjo, Jawa Tengah itu. Namun, langkah ini bisa sia-sia jika impor ilegal terus merajalela.
Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengapresiasi respons cepat pemerintah terhadap krisis Sritex. Namun, ia menegaskan, masalah utama adalah impor ilegal yang terus mendominasi pasar.
“Langkah cepat pemerintah luar biasa, namun kita tidak bisa hanya mengandalkan revisi Permendag atau kebijakan baru. Impor ilegal dan borongan yang tidak membayar pajak adalah masalah utama. Jika ini tidak diberantas, upaya penyelamatan Sritex akan sia-sia,” tegas Agus dalam keterangan, Selasa (5/11/2024).
Agus mengatakan, 80 persen pasar tekstil tradisional Indonesia dikuasai produk impor ilegal yang menghindari aturan dan pajak. Meskipun praktik ini sudah diketahui Bea Cukai dan Kementerian Keuangan, belum ada tindakan tegas untuk menanggulanginya.
“Ini sudah berlangsung lama dan kita butuh langkah konkret dari pemerintah untuk memberantasnya sampai ke akar-akarnya,” ungkap Agus.
Penyelamatan Sritex, yang kini menghadapi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bagi lebih dari 50 ribu karyawan, akan sangat bergantung pada kepastian pasar domestik. Jika impor ilegal terus membanjiri pasar, maka produsen lokal seperti Sritex akan kesulitan bertahan.
“Tanpa adanya pemberantasan impor ilegal, Sritex dan industri tekstil lainnya tidak akan pernah bisa kembali normal,” tegas Agus.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 bertujuan untuk melindungi industri tekstil dalam negeri. Namun, ia juga menyadari bahwa kebijakan tersebut harus diikuti dengan pengawasan yang ketat terhadap praktik impor.
“Kami akan terus mengkaji dan memastikan regulasi ini diterapkan dengan konsisten. Namun, tantangan utama adalah menegakkan hukum terhadap impor ilegal yang merugikan industri lokal," ujar Budi.