Sindikat Penimbun Pupuk Bersubsidi 33 Ton di Jabar Dibongkar

Pelaku menimbun pupuk bersubsidi sejak Januari hingga Oktober 2024.

M Fauzi Ridwan
Polda Jawa Barat bersama polres jajaran berhasil mengamankan 15 orang tersangka kasus tindak pidana bahan pokok dan bahan penting di Mapolda Jabar, Rabu (6/11/2024).
Rep: Muhammad Fauzi Ridwan Red: Arie Lukihardianti

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar bersama polres jajaran berhasil membongkar sindikat penimbun pupuk bersubsidi sebesar 33,973 ton di wilayah Jabar, kurun waktu Oktober hingga saat ini. Total tersangka yang diamankan berjumlah tujuh orang.

Baca Juga


Pengungkapan kasus penimbunan pupuk bersubsidi dilakukan di Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Sumedang, Tasikmalaya, Garut. Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Kuningan.

Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Jules Abraham mengatakan penyidik Ditreskrimsus Polda Jabar dan polres jajaran berhasil mengungkap penimbunan pupuk subsidi sebesar 33,973 ton. Pengungkapan tersebut berhasil dilakukan dari berbagai daerah. "Diamankan barang bukti pupuk bersubsidi 33,973," ujar Jules di Mapolda Jabar, Rabu (6/11/2024).

Wadirkrimsus Polda Jawa Barat AKBP Maruly Pardede mengatakan, para pelaku yang menimbun pupuk bersubsidi berasal dari berbagai wilayah. Mereka menimbun pupuk subsidi dilakukan sejak Januari hingga Oktober tahun 2024.

"Para pelaku mendapatkan pupuk yang tidak seharusnya dan menimbun," ucap dia didampingi Kasubdit Tipiter AKBP Andry Agustiano.

Setelah ditimbun, Maruly mengatakan para pelaku menjual pada waktu musim tanam berlangsung. Mereka menjual pupuk subsidi dengan harga di atas harga eceran tertinggi (HET) yang dikeluarkan pemerintah.

"Mereka menjual ke petani di atas HET, pupuk urea HET Rp 112 ribu per karung tapi dijual Rp 165 ribu. Pupuk NPK Phonska dijual per karung Rp 185 ribu. Margin di atas Rp 50 ribu per karung. Sudah terjual 10 ton," katanya.

Akibat penimbunan pupuk bersubsidi, kata Maruly, berdampak kepada kelangkaan pupuk di petani. Padahal para petani membutuhkan pupuk bersubsidi tersebut.

Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) agar selama proses penyidikan, barang bukti pupuk subsidi dapat dilelang agar petani tidak kesulitan memperoleh pupuk.

Maruly mengatakan saat ini penyidik tengah mendalami bagaimana pelaku mendapatkan pupuk bersubsidi. Ia menduga pelaku tidak hanya bermain sendiri.

Para pelaku dijerat pasal 34 ayat 3 Permendag nomor 4 tahun 2023 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Serta pasal 2 ayat 3 permentan no 1 tahun 2024 tentang perubahan atas permentan nomor 10 tahun 2022 tentang tata cara penetapan alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi. Dengan ancaman 5 tahun penjara.

 

Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat Dani Dayawiguna mengatakan pupuk dibutuhkan petani dalam meningkatkan produksi pangan dan hortikultura.

Dengan adanya praktik penimbunan, ia menyebut dikhawatirkan berdampak pada penurunan produksi yang dikelola petani. "Mudah-mudahan kejadian seperti ini tidak terulang," katanya.

Dani mengatakan, total petani di Jabar mencapai 3,5 juta dengan mayoritas adalah petani pangan. Ia menyebut proses pengajuan pupuk oleh petani dilakukan melalui rencana definitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) dibantu penyuluh dan diajukan ke pusat.

Sedangkan penyaluran dilakukan oleh pihak lain. Serta penebusan pupuk ke distributor menggunakan KTP yang sudah masuk di kelompok tani.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler