Naskah Khutbah Jumat: Hidup Cerdas tanpa Miras
Mengonsumsi miras hanya akan merasakan kesenangan sementara.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Cristoffer Veron P
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَا
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Alhamdulillah, pertama-tama marilah kita senantiasa memancarkan rasa syukur kehadirat Allah SwT. Tuhan Yang Maha Kasih lagi Pengasih, Sang Pencipta Pemberi anugerah hidup ini. Dialah yang telah memberikan kesempatan kita hidup untuk kesekian kalinya dengan merasakan nikmat sehat, sehingga dapat menjalani aktivitas dalam kondisi sehat tanpa adanya kekurangan suatu apapun.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan Allah SwT kepada Nabi Besar Muhammad Saw. Nabi akhir zaman yang dihadirkan Allah SwT untuk menyampaikan risalah Islamiyah sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Sosok manusia agung yang memberikan secercah nur keteladanan laik dijadikan pengajaran bagi kita. Dengan demikian, hidup ini makin bermakna dan berwarna kini dan di masa mendatang.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Geger genjik. Yogyakarta sekonyong-konyong menjadi trending topic di jagat media sosial. Bermula dari polah orang berpikir kerdil yang jiwanya kering dari percikan spiritualitas melakukan tindakan bengis.
Kebengisan ini dilumatkan kepada manusia tak berdosa, tepatnya para manusia pengembara mencari ilmu sebagai bekal utama menjalani kehidupan. Tindakan bengis seperti iblis ini membuat masyarakat gusar dan masygul. Beragam komentar negatif diberondongkan di ruang media sosial dalam beberapa tempo terakhir.
Kebengisan itu dilakukan dengan melukai sesama manusia, makhluk mulia (fi ahsan at-taqwim). Manusia naif dan inferior ini ditengarai terperdaya oleh minuman keras (miras).
Tak pelak berani melakukan kebrutalan semacam itu sebagaimana santer diperbincangkan. Korbannya pun harus merasakan ratapan kesakitan luar biasa akibat tindakan tersebut. Kini, berkat kerja keras dari pihak polisi, akhirnya para pelaku yang bersembunyi dibalik selimut tebal bisa tersibak dan tertangkap. Kabarnya, pihak kepolisian masih menyigi kasus ini sampai ke akar-akarnya hingga tuntas.
Ini potret buruk bangsa kita. Biang keroknya karena miras. Lagi-lagi miras, barang busuk tak berkesudahan masih saja menjadi incaran empuk manusia.
Mengonsumsi hanya akan merasakan kesenangan sementara, setelahnya merasakan penderitaan selamanya. Masalah muncul kemudian, sering kali miras menjadi angin bertebangan semata di ruang publik.
Tetapi, dengan terjadinya insiden ini, menjadikan perhatian serius dan saksama bagi seluruh masyarakat, khususnya para pihak yang terkait agar bersinergi menyapu bersih persoalan panjang tersebut dari radar kehidupan.
Memang persoalan miras tidak ada ujungnya. Tiap saat selalu datang silih berganti dengan orang berlainan, tapi secara universal, paradigmanya serupa.
Kalau pun toh berbeda, mungkin hanya kecil, selebihnya amat serupa tidak dapat dinafikan. Miras memang menjamur di kehidupan abad modern. Cara memperolehnya sangat mudah, walhasil generasi muda (Gen-Z) sangat tergiur untuk mencobanya. Miras bukan barang baru, barang lama tapi membuat kisruh berkepanjangan.
Kegilaan manusia dengan miras menjadi kewajaran. Pertama, miras benda cair dengan banyak aneka rasa. Kenikmatan rasanya itu membuat manusia kecanduan untuk mengulanginya.
Tua dan muda sama-sama melakukannya. Dominasi belakangan ini, kalangan muda yang semakin parah dan berlebihan mengonsumsi barang busuk itu. Kedua. Liberal. Miras secara liberal beredar secara luas. Mudahnya mendapatkan di mana-mana, meniscayakan kesempatan untuk menikmatinya.
Ini yang menimbulkan tanda tanya, mengapa miras begitu mudahnya didapatkan? Pertanyaan tersebut laik diajukan mengingat makin hari makin menggila saja peredaran miras di ruang publik. Kiranya dua hal ini menjadi momen kontemplasi mendalam dan utuh tentang sesuatu yang fundamental hal ihwal fenomena belakangan menyeruak dalam kehidupan.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Memang harus diakui, memberantas miras tidaklah mudah. Apalagi kalangan generasi muda saat ini sudah banyak terninabobokan. Tampak kentara pada jam malam, gerombolan pemuda keluar dari rumah.
Berbohong kepada orang tua demi memenuhi hasrat sesaat. Berpesta pora menikmati seteguk miras bersama kawan-kawan kerdil seraya ditemani sebatang isapan rokok. Menyembul asap berwarna putih ke langit membuat sensasi menikmati makin dirasakan. Ini potret nyata, generasi muda sekarang terperosok ke dalam tubir kegelapan wajar kebengisan semacam di atas tadi berani dilakukan secara terang-terangan.
Dengan kata lain, miras telah merusak kewarasan generasi muda. Mereka menjadi keblinger sesat jalan. Hatta penyimpangan tidak dapat dihindarkan. Alam pikirannya telah konslet dikoyak oleh miras.
Saluran otaknya cepol (rusak), wajar melakukan brutalitas tanpa dapat dikendalikan. Demikian musababnya agama sangat tegas melarang manusia mengonsumsi miras. Pelarangan ini bukan tanpa sebab, tetapi karena mudaratnya menjadi dalihnya.
إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji,” tegas Allah Maha Rahman di Qs al-Maidah [5]: 90.
Kalau kita mencoba menengok dari sudut kesehatan, miras mengandung bahan berbahaya. Koran Jawa Pos Sabtu (26/10/2024) melaporkan dampak miras (alkohol) terhadap kesehatan tubuh itu mengakibatkan masalah pada jantung, ginjal, hati, pankreas, reproduksi, metabolisme, kenaikan berat badan, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, gangguan fungsi mata, kerusakan tulang, diabetes, dan gangguan kehamilan.
Setumpuk masalah ini hendaknya menjadi perhatian saksama dan serius oleh masyarakat. Jauhilah miras sekarang juga. Buat apa berpesta pora miras jika hanya bisa menikmati sesaat tetapi menderita selamanya.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Maka tidak berlebihan bilamana agama melarang manusia mengonsumsi miras. Hal ini kongruen dengan masalah yang ditimbulkan sebagaimana yang dibentangkan di atas tadi. Agama menyebut miras dengan term khamar.
Muhammad Ridha Basri dalam Opini Koran Kedaulatan Rakyat Sabtu (25/10/2024) menyebut khamar telah membawa nestapa kelam terhadap akal, moral, dan tatanan sosial. Khamar menghilangkan kendali seseorang atas pikirannya, yang kemudian mengarah pada perilaku kelam yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Hal ini diperkuat dengan argumentasi rasional Nabi Muhammad Saw. “Setiap yang memabukan adalah khamar. Dan setiap khamar adalah haram,” tegasnya dalam riwayat Muslim.
Nabi akhir zaman telah menyadarkan kita penegasan pengharaman khamar. Jika Nabi saja sudah memberikan sinyal demikian, semestinyalah kita sebagai umat beriman autentik harus menghindarinya. Semua baru terkejut ketika sudah merasakan dampaknya, tetapi sudah terlambat. Silakan nikmati sendiri kesengsaraannya.
Betapa malunya kita sebagai umat manusia yang dimuliakan Allah. Seketika dirobek dengan berbuat destruktif seperti itu. Manusia mulia, tetapi kemuliaan itu terkadang hanya sebatas emblem semata, tidak melekat dalam sukma.
Mulia dalam kata, tetapi tidak teraktualisasi dalam tindakan nyata. Orang kalau sudah tercekoki oleh hal-hal subal, maka ia akan rabun pada jalan kebenaran. Sudah pasti, tidak mau menerima wejangan dan masukan dari orang lain. Merasa diri paling benar sendiri (semuci), akan tetapi pada kenyataannya justru malah keblinger.
Hendaknya perlu dicoba agar menahan diri agar tidak kelayu berburu miras. Ini harus diakui berat nian. Hasrat yang terlampau tinggi meniscayakan manusia tersedot oleh pusaran kesenangan duniawi yang sesungguhnya hanya sekadar fatamorgana semata. Duniawi itu tampak nikmat. Semuanya dibabat.
Tetapi, ada batasannya yang ini kemudian diterabas begitu saja oleh manusia. Pada titik ini manusia hanya ingin menikmati kesenangannya tanpa melihat dampaknya hatta atas hal yang dilakukannya tersebut.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Terlalu mahal biaya rumah sakit. Plus menyusahkan diri sendiri dan keluarga. Adakah yang sadar nikmat sehat itu sangat mahal yang tidak bisa tergantikan oleh apa pun di dunia ini.
Sehat sebagai anugerah Allah yang itu perlu dijaga bersama. Jika sudah sakit akut akibat kekonyolan diri sendiri melakukan tindakan destruktif, itu artinya diri kita sendiri yang telah menghancurkan kehidupan di masa depan. Hanya saja pemikiran ini tidak dapat dipahami dengan pendekatan parsial, perlu pendekatan komprehensif agar bisa memahami betapa relevansinya nikmat sehat itu.
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua kenikmatan yang banyak manusia terperdaya, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang,” ucap Nabi Muhammad Saw dalam riwayat Bukhari.
Kita perlu merefleksikan diri. Miras amat berbahaya dan tidak ada sama sekali manfaatnya. Sarat mudaratnya adalah hal niscaya.
Maka selain menahan diri, miras bisa dicegah dengan memaksakan diri. Ini strategi jitu, akan tetapi perlu ditopang niat dan ketulusan. Di sinilah peran orang tua untuk mengedukasi anak-anaknya ihwal bahaya miras.
Orang tua jangan membiarkan mereka berteman dengan orang yang tidak jelas orientasi hidupnya. Tanggung jawab mengawasi menjadi kewajiban, karena anak-anak sebagai pewaris masa depan kehidupan.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Hidup hanya sekali, jangan sampai merugi melakukan tindakan destruksi. Perbaiki hidup bila ditemukan kesalahan dan kekeliruan. Hindari saling menjustifikasi, tetapi hendaknya urus diri sendiri apakah sudah benar hidup dijalani sesuai ketetapan Ilahi? Sudah banyak orang hidup dalam kerugian, lantas apakah diri kita ingin bernasib seperti kelompok mereka?
Tentu kita tidak menginginkannya. Kita ingin kehidupan dijalani penuh dengan kebahagiaan, bukan kesengsaraan. Hidupnya bernapaskan nilai-nilai agama. Haedar Nashir (2019) menegaskan nilai-nilai agama dapat menumbuhkan kesadaran akan masa depan yang lebih baik.
Maka, tarik kesimpulannya hanya orang dalam hidupnya berlapis nilai-nilai agama yang dapat terhindari dari miras. Mereka mafhum bahwa miras merupakan barang haram pembawa derita selamanya. Maka, jalani hidup cerdas tanpa bersinggungan dengan miras agar hidup makin bernas dan berkualitas.
Disarikan dari Risalah Jumat Majelis Tabligh PWM DIY Edisi 1 November 2024
Sumber: Suara Muhammadiyah