Kemenangan Trump dalam Pilpres AS Berpotensi Tekan Rupiah
Kebijakan Trump yang pro-pertumbuhan dapat meningkatkan permintaan dolar AS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS berpotensi menekan kurs rupiah.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi AS yang pro-pertumbuhan dapat mendorong penguatan ekonomi AS sehingga meningkatkan permintaan terhadap dolar AS.
Hal tersebut bisa berimbas pada depresiasi rupiah. Depresiasi ini membuat impor Indonesia lebih mahal dan berisiko memicu imported inflation, atau inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga barang impor.
“Akibatnya, Bank Indonesia (BI) mungkin perlu melakukan intervensi untuk menstabilkan rupiah, sehingga membatasi kemampuannya untuk menurunkan BI-rate, yang dapat meningkatkan biaya pinjaman untuk bisnis dan konsumen di Indonesia,” kata Josua, Kamis (7/11/2024).
Selain itu, imbal hasil obligasi pemerintah AS (UST) yang lebih tinggi di bawah pemerintahan Trump dapat meningkatkan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia. Dengan imbal hasil UST yang tinggi, Josua menilai pemerintah Indonesia mungkin harus membayar lebih untuk utang luar negeri yang dapat mengurangi fleksibilitas fiskal Indonesia, terutama dengan jatuh tempo utang besar dalam dua tahun mendatang.
Di bidang perdagangan, kebijakan proteksionis Trump, terutama terhadap China berpotensi berdampak pada Indonesia. Dirinya menilai apabila AS memperluas kebijakan tarif ke barang-barang dari Asia, Indonesia mungkin akan terpengaruh, terutama terkait daya saing produk ekspor.
“Kenaikan tarif AS dapat meningkatkan volatilitas pasar, memengaruhi sentimen investor di pasar negara berkembang dan berpotensi membatasi aliran modal masuk, meskipun prospek ekonomi Indonesia relatif positif,” jelasnya.
Kemudian dampak dari kebijakan perdagangan ini akan lebih jauh terasa pada sektor keuangan dan sentimen investor di negara berkembang. Ketidakpastian di pasar global dapat menghambat aliran modal masuk ke Indonesia, sehingga memberikan tekanan tambahan pada nilai tukar rupiah.
Namun, Josua memberikan catatan, ada beberapa potensi manfaat bagi Indonesia. Kebijakan Trump yang mendukung sektor energi tradisional, seperti minyak dan gas, dapat menekan harga minyak dunia. Hal ini mungkin menguntungkan Indonesia yang merupakan importir minyak.
“Namun, potensi keuntungan ini dapat diredam oleh kemungkinan revisi sanksi terhadap produsen utama Iran. Meningkatnya volatilitas pasar dan risiko hambatan perdagangan baru juga dapat berdampak pada berbagai sektor di Indonesia,” jelasnya.
Apabila mengacu pada reaksi pasar, ketidakpastian pemilu telah mendorong aksi jual pada obligasi AS yang membuat imbal hasil UST naik dan dolar AS menguat. Kemenangan Trump memicu lonjakan Indeks Dolar AS (DXY) hingga menyentuh level tertinggi dalam empat bulan terakhir.
Hal ini telah berdampak langsung pada depresiasi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
“Untuk rupiah, kami memperkirakan tren yang lebih lemah dari perkiraan awal, sebagian besar disebabkan oleh defisit transaksi berjalan yang berpotensi melebar di tengah perang dagang 2.0, di samping ekonomi China yang 'melambat untuk waktu yang lebih lama' dan aliran masuk modal yang terbatas ke pasar portofolio Indonesia di tengah ketidakpastian global yang meningkat,” ungkapnya.
Secara keseluruhan, kebijakan Trump di bidang fiskal dan perdagangan diproyeksikan membawa tantangan bagi stabilitas ekonomi dan keuangan Indonesia.
Oleh karena itu, Indonesia perlu tetap waspada terhadap fluktuasi pasar dan menjaga fleksibilitas kebijakan moneternya ke depan agar dapat mengantisipasi gejolak yang mungkin terjadi.
Adapun Donald Trump, capres dari Partai Republik AS, dipastikan memenangi Pilpres 2024 dan menjadi Presiden ke-47 AS, menurut data Fox News dan Associated Press (AP) yang dipantau pada 7 November WIB.
Trump telah meraih 293 suara elektoral, melewati ambang batas 270 suara elektoral yang diperlukan untuk menang Pilpres AS. Kamala Harris, capres dari Partai Demokrat, sampai saat ini baru mengantongi 226 suara elektoral.
Selain itu, menurut data hitung cepat AP, Trump meraih suara pemilih sebesar 50,9 persen, sementara Harris mendapat 47,6 persen.