Peternak Buang-Buang Susu Sampai 200 Ton, Kebijakan Pemerintah Disorot
Menurut Dewan Persusuan Nasional, lebih dari 200 ton susu segar dibuang per hari.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah peternak yang membuang-buang susu hasil produksi dari sapi perah sebagai bentuk protes menarik perhatian masyarakat luas. Ini menjadi masalah pelik yang disoroti dan perlu langkah cepat dari pemerintah.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi turut berdiskusi di Kementerian Pertanian (Kementan) membahas isu seputar protes para peternak dan pengepul susu. Ia mengapresiasi jajaran Kementan bergerak cepat mencari langkah solutif.
Mensesneg menerangkan, budaya demikian perlu terus digalakkan. Permasalahan di lapangan pasti selalu ada. Terpenting bagaimana upaya untuk menanggulanginya, dengan cepat.
"Alhamdulillah, inilah yang perlu untuk selalu kita galakkan, meskipun ada permasalahan tetapi semangat kebersamaan luar biasa, mencari jalan keluar bersama-sama, kemudian membuat komitmen ingin tumbuh bersama-sama, baik teman-teman industri maupun teman-teman petani dan peternak susu. Menurut saya ini sesuatu energi yang positif dan energi yang luar biasa," kata Prasetyo dalam konferensi pers di Kantor Kementan, Jakarta, Senin (11/11/2024).
Ia menerangkan, isu yang sedang dibahas merupakan obyek vital. Intinya, semua manusia membutuhkan asupan gizi. Salah satunya yakni dengan mengonsumsi susu.
Prasetyo memahami, saat ini produksi susu dalam negeri belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan nasional. Sehingga dibutuhkan impor. Lalu muncul lagi masalah di lapangan seperti yang terjadi belakangan.
Mensesneg menyinggung program makanan bergizi gratis. Konsumsi susu akan meningkat. Sehingga justru semua pihak harus bekerja sama memastikan semuanya berjalan baik.
"Saya kira itu hal yang bisa kami sampaikan, sekali lagi terima kasih. Ke depan kami berharap kalaupun muncul masalah-masalah kita cari jalan keluar yang sebaik-baiknya," ujar Prasetyo.
Sebelumnya muncul berbagai kasus perihal kemalangan nasib para peternak sapi perah. Mereka terpaksa membuang susu segar yang dihasilkan karena tidak diserap atau dibeli oleh industri pengolah susu (IPS). Dalam catatan Dewan Persusuan Nasional, saat ini lebih dari 200 ton susu segar per hari terpaksa dibuang.
Setelah berdikusi selama beberapa jam, muncul kesepakatan, IPS wajib menyerap susu dari peternak lokal. Kementan akan mengubah regulasi sebagai langkah konkret dari kesepakatan tersebut.
Sementara itu, Pengamat Pertanian dari CORE (Center for Reform on Economics) Eliza Mardian mendesak pemerintah untuk lebih tegas dalam menegakkan peraturan yang mengatur kemitraan antara perusahaan industri susu dan peternak lokal. Menurut Eliza, meskipun regulasi terkait sudah ada, pelaksanaannya di lapangan masih sangat lemah, yang mengakibatkan peternak lokal kesulitan untuk bersaing dengan susu impor dan perusahaan besar.
“Pemerintah sudah mengeluarkan regulasi yang mengharuskan perusahaan susu bermitra dengan peternak lokal, namun kenyataannya hanya sebagian kecil perusahaan yang mematuhi aturan ini. Ini sangat merugikan peternak lokal yang seharusnya bisa mendapatkan kepastian pasar dan harga yang wajar,” ujar Eliza kepada Republika, Senin (11/11/2024).
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 33/2018, yang mewajibkan pelaku usaha pengolahan susu untuk menjalin kemitraan dengan peternak lokal. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kurang dari 20 persen pelaku usaha yang benar-benar melaksanakan kewajiban ini.
Eliza menekankan, lemahnya pengawasan terhadap implementasi regulasi ini telah menciptakan ketidakadilan, di mana perusahaan susu lebih memilih menggunakan susu impor yang lebih efisien dari segi biaya produksi.
"Jika peternak lokal tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari perusahaan, mereka akan kesulitan untuk berkembang, sementara impor susu terus mendominasi pasar," ungkapnya.
Ia juga menyarankan agar pemerintah menerapkan sistem reward and punishment yang lebih tegas. Perusahaan yang patuh terhadap regulasi kemitraan dengan peternak lokal harus diberikan insentif, sementara yang melanggar harus dikenakan sanksi.
"Regulasi ini sudah ada, sekarang saatnya pemerintah hadir untuk mengawasi dan memastikan bahwa aturan tersebut ditegakkan demi kesejahteraan peternak lokal,” lanjut Eliza.
Menurutnya, dengan memperkuat kemitraan antara peternak lokal dan perusahaan pengolahan susu, akan tercipta sistem yang saling menguntungkan, di mana peternak memiliki kepastian pasar, sementara industri pengolahan susu dapat memperoleh pasokan bahan baku yang stabil dan berkualitas.
Karena, jika pemerintah tidak segera bertindak tegas, Eliza khawatir peternak lokal akan semakin terpinggirkan, dan Indonesia akan terus bergantung pada impor susu yang tidak hanya merugikan peternak, tetapi juga perekonomian nasional.