Saat COP29 Dihelat, Emisi Karbondioksida Dunia Tembus Rekor
Mayoritas emisi berasal dari pembakaran batu bara dan migas sebanyak 37,8 miliar ton
REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Emisi karbondioksida termasuk yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil tembus rekor tahun ini. Ilmuwan mengatakan catatan ini semakin menjauhkan dunia dari upaya mencegah perubahan iklim.
Laporan Global Carbon Budget yang dirilis di Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP29) di Azerbaijan mengungkapkan total emisi karbondioksida dunia pada tahun 2024 mencapai 41,6 miliar ton. Jumlah tersebut naik dibandingkan tahun lalu yang 40,6 miliar ton.
Sebagian besar emisi ini berasal dari pembakaran batu bara, minyak dan gas yang totalnya 37,8 miliar ton. Naik 0,8 persen dibandingkan 2023. Sisanya emisi berasal dari deforestasi dan kebakaran hutan. Laporan berasal dari 80 institusi yang dipimpin University of Exeter di Inggris.
"Kami tidak melihat tanda-tanda emisi bahan bakar fosil akan sampai puncaknya pada tahun 2024," kata penulis utama laporan tersebut, ilmuwan iklim dari University of Exeter Pierre Fridlingstien, Rabu (13/11/2024).
Ia menambahkan tanpa pemangkasan emisi dunia akan segera melampaui target 1,5 derajat Celcius dari rata-rata masa pra-industri. Di Perjanjian Paris 2015 lalu, negara-negara sepakat untuk mencegah suhu bumi di atas 1,5 derajat Celcius dari masa pra-industri demi menghindari dampak terburuk perubahan iklim.
Target ini hanya bisa dicapai bila adanya pemangkasan emisi setiap tahun mulai dari tahun ini sampai 2030 dan selanjutnya. Namun dalam satu dekade, emisi bahan bakar terus merangkak naik.
Emisi dari penggunaan lahan mulai turun pada periode ini, sampai tahun ini. Ketika hutan hujan Amazon mengalami kekeringan parah yang mengakibatkan kebakaran hutan hingga mendorong emisi lahan naik 13,5 persen menjadi 4,2 miliar ton.
Sejumlah ilmuwan mengatakan lambatnya kemajuan pemangkasan emisi membuat target 1,5 derajat Celsius tidak lagi realistis. Data emisi tahun ini menunjukkan bukti sejumlah negara memperluas cakupan energi terbarukan dan kendaraan listrik.
Namun kemajuan itu tidak merata karena emisi negara-negara kaya turun tapi emisi negara-negara berkembang masih naik. Masih terdapat kebuntuan mengenai siapa yang harus memimpin transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.
Presiden COP29 Ilham Aliyev, menuduh negara-negara Barat munafik karena menguliahi negara lain, namun tetap menjadi konsumen dan produsen utama bahan bakar fosil.
Emisi di Amerika Serikat, produsen dan konsumen minyak dan gas terbesar di dunia, diperkirakan akan turun sebesar 0,6 persen tahun ini, sementara emisi Uni Eropa akan turun sebesar 3,8 persen.
Sementara itu, emisi India tahun ini diperkirakan meningkat sebesar 4,6 persen, didorong melonjaknya permintaan listrik yang dipicu pertumbuhan ekonomi. Emisi di Cina, yang saat ini merupakan penghasil emisi terbesar di dunia dan konsumen minyak terbesar kedua di dunia, diperkirakan akan naik tipis 0,2 persen.
Para penulis laporan Global Carbon Budget mengatakan emisi Cina dari penggunaan minyak kemungkinan besar mencapai puncaknya, seiring dengan meningkatnya pangsa pasar kendaraan listrik.
Emisi dari penerbangan dan pelayaran internasional tahun ini juga diperkirakan akan melonjak sebesar 7,8 persen, karena perjalanan udara terus pulih dari penurunan permintaan selama pandemi Covid-19.