Ini Bukti-Bukti Muslim Tiba di Benua Amerika Sebelum Columbus
Klaim bahwa Columbus orang luar pertama yang tiba di Amerika banyak disangkal.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Sudah awam dipercayai bahwa banyak pihak dari dunia luar yang telah mencapai Benua Amerika jauh sebelum pelaut Italia Christopher Columbus pada abad ke-15. Sejumlah bukti-bukti belakangan menunjukkan bahwa kedatangan sebelum Columbus itu juga bisa diklaim penjelajah dan ilmuwan Muslim.
Situs Aljazirah Arabia merinci sejumlah bukti-bukti tersebut. Berikut diantaranya.
Dalam penelitian yang diterbitkan oleh Goethe University of Frankfurt pada 2012 bertajuk “The Discovery of the American Continent by Muslim Sailors Before Christopher Columbus”, peneliti Fuat Sezgin menilai hampir ada konsensus di kalangan ilmuwan tentang adanya pelayaran laut ke Dunia Baru yang mendahului Columbus.
Banyak juga bukti bahwa beberapa pelayaran tersebut tiba di sana pada awal abad ke-15. Namun, pertanyaan mendasar menurut penelitian ini adalah: Siapa yang melakukan hal tersebut pada saat itu?
Dalam jawabannya, Sezgin menyatakan bahwa beberapa sarjana Barat, seperti Armando Cortesao, percaya bahwa pelaut Portugis-lah yang menemukan benua Amerika, namun peneliti lain membantahnya, dengan mengutip bukti bahwa Portugis dan Eropa pada umumnya pada saat itu tidak mempunyai pengalaman yang cukup di bidang navigasi maritim untuk menemukan benua Amerika.
Gavin Menzies, penulis buku 1421: Tahun Cina Menemukan Dunia Baru, yang diterbitkan pada 2002, berpendapat bahwa Cina telah mencapai Amerika sebelum Columbus, namun ia menjelaskan bahwa itu mungkin semua berkat kemampuan para navigator Arab. Ilmuwan Arab-lah yang mampu menentukan garis bujur, mengukur waktu dengan akurat, dan membuat peta, dan selama berabad-abad mereka bolak-balik melintasi Samudera Hindia, yang saat itu merupakan salah satu lautan yang berada di bawah kendali negara Islam Arab.
Selain metode yang mereka temukan untuk menentukan garis bujur di darat, para navigator Muslim juga merancang metode yang sangat canggih untuk mengukur jarak yang ditempuh di laut lepas.
Studi tersebut menunjukkan bahwa peta yang diandalkan orang Eropa dalam perjalanan mereka untuk menemukan Amerika mungkin terinspirasi oleh peta Arab dan Islam, terutama yang dibuat oleh ahli geografi Arab Abu al-Fida, yang menunjukkan negara-negara yang nantinya baru ditemukan oleh orang Eropa tiga abad kemudian.
Studi tersebut menambahkan bahwa abad ke-14 menyaksikan perkembangan luar biasa yang dicapai oleh para ahli geografi Muslim, khususnya dalam ilmu kartografi dan astronomi, dan dalam kemampuan memantau langit secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dan dari berbagai wilayah di bumi. Untuk tujuan ini, mereka menciptakan instrumen yang tepat dan observatorium yang sangat baik, yang memungkinkan mereka menghitung derajat bujur dan lintang, menggambar peta permukaan bumi, mengoreksinya, dan memverifikasinya.
Terdapat karya penelitian lain yang mendukung kesimpulan penelitian sebelumnya, antara lain perlakuan terhadap subjek dari perspektif antropologi oleh Leo Weiner dengan judul “Africa and the Discovery of America”, dan ada karya peneliti Ivan Van Sertima yang berjudul “Mereka Datang Sebelum Columbus.”
Meskipun penelitian-penelitian ini sepakat bahwa sebagian besar komunikasi yang terjadi antara penduduk Dunia Lama dan Dunia Baru sebelum Columbus mungkin dilakukan secara acak dan tidak sistematis, mereka juga setuju bahwa penemuan Dunia Baru tidak akan terjadi tanpa keahlian kognitif yang diperlukan di bidang pembuatan kapal, teknik navigasi, informasi yang jelas tentang bumi dan luasnya, serta teknik-teknik canggih di bidang pemetaan, yang pada saat itu hampir merupakan domain eksklusif umat Islam.
Peta dunia pertama dibuat oleh ahli geografi Muslim Arab, atas perintah Khalifah Abbasiyah Al-Ma'mun pada abad ke-9 Masehi. Peta tersebut menggambarkan ciri-ciri bumi, menunjukkan bagian-bagiannya yang dapat dihuni atau dihuni, dan menggambarkan lautan secara terpisah. Para cendekiawan Muslim terus mengembangkannya, terutama Al-Zuhri, Al-Biruni, dan Al-Idrisi yang mengembangkannya dan menuangkannya dalam bentuk yang sekarang dikenal dengan nama “Peta Al-Idrisi”.
Teori Al-Biruni soal keberadaan Benua Amerika
Pada 2012, surat kabar Perancis Courrier International menerbitkan sebuah penelitian berjudul “Orang Persia yang Menemukan Amerika di Abad ke-11,” mengacu pada cendekiawan Muslim Sunni yang unggul dalam bidang astronomi, geologi, dan matematika, Abu Rayhan al-Biruni (973-1048). Ilmuwan itu lahir di kota Kath di Uzbekistan dan tinggal di antara kota Ray dan Ghazni di tempat yang sekarang disebut Iran dan Afghanistan.
Studi tersebut menilai bahwa Al-Biruni menemukan Dunia Baru berabad-abad sebelum Christopher Columbus, berkat perhitungan astronominya dan keterampilannya yang unggul dalam bidang teknik dan pemetaan.
Studi tersebut mengatakan bahwa selain pengetahuannya yang luar biasa, Al-Biruni adalah seorang musafir yang – seperti banyak pelancong Muslim pada saat itu – melakukan petualangan dan perjalanan panjang melintasi Eurasia dan mencatat informasi rinci tentang geografi dan iklim negeri yang mereka kunjungi.
Penelitian tersebut menyatakan bahwa pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis bujur dan lintang kotanya, “Kath.” Kemudian, dengan menggunakan temuan penulis kuno seperti Claudius Ptolemy, dia mengumpulkan data geografis tentang dunia Mediterania dan mulai menambahkan koordinat fitur daratan lainnya.
Dengan menggunakan sistem tercanggih pada masanya, Al-Biruni mampu menghitung keliling bumi secara akurat pada usia 30 tahun, yang membawanya pada kesimpulan bahwa bumi itu bulat.
Al-Biruni berusaha untuk menempatkan semua tempat yang dikenal pada masanya di peta dunia yang baru. Ia kemudian menyadari bahwa - menurut perhitungannya - seluruh wilayah Eurasia - dari titik paling barat Afrika hingga titik paling timur Cina - hanya mewakili dua -seperlima dari bumi, jadi apa yang ada di tiga perlima sisanya?
Para ahli geografi sebelumnya menganggap dunia Eurasia dikelilingi oleh "lautan dunia", namun penelitian Al-Biruni membawanya pada kesimpulan bahwa jika dunia ditutupi oleh air sedemikian luasnya, maka akan berada dalam bahaya ketidakseimbangan, dan dia menyimpulkan bahwa pasti ada benua lain atau lebih yang mempunyai tanah dan wilayah yang berpenghuni atau layak huni.
Kajian tersebut menegaskan bahwa pada 1037, Al-Biruni mencapai kesimpulan sejarahnya mengenai keberadaan Dunia Baru, berdasarkan penelitian yang dilakukannya selama kurun waktu 30 tahun.
Kajian tersebut menyimpulkan bahwa Al-Biruni – meski ia tidak pernah melihat benua yang dibicarakannya dalam tulisannya – layak menyandang gelar penemu Amerika setidaknya seperti penemu lainnya, terutama karena proses intelektual yang ia gunakan untuk menyimpulkan keberadaan Amerika. Akan memakan waktu sekitar 5 abad lagi untuk penerapan praktis teori Al-Biruni dalam menemukan Dunia Baru.
Masjid di Benua Amerika?
Dalam investigasi yang diterbitkan oleh surat kabar Perancis Libération pada Mei 2019, mereka berupaya untuk membantah pernyataan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebelumnya yang menyatakan bahwa umat Islam tiba di Amerika pada abad ke-12, tepatnya pada tahun 1178, yang berarti mereka menemukan Amerika sebelum Christopher Columbus.
Erdogan mengutip apa yang dilaporkan oleh penjelajah Italia itu sendiri, bahwa ia melihat sebuah masjid setelah tiba di pantai Amerika. Surat kabar tersebut berusaha untuk meragukan pernyataannya, mengklaim bahwa yang dimaksud Columbus mungkin adalah sebuah bangunan, tempat yang tinggi, atau bentangan alam yang menyerupai masjid.
Namun, para peneliti yang dihubungi oleh surat kabar tersebut mengkonfirmasi bahwa umat Islam memang pergi ke Amerika sebelum Columbus, namun ada perbedaan pendapat mengenai apakah mereka tiba atau tidak.
Surat kabar tersebut juga menegaskan, dengan mengutip para peneliti, bahwa tahun 1178 yang disebutkan oleh Erdogan bertepatan dengan tanggal penerbitan dokumen Cina yang berbicara tentang pelayaran para navigator Muslim di daerah yang disebut “Mo Lan Bei,” yang menurut sebagian orang, seperti ahli botani Cina Li Hui Lin, percaya bisa jadi merupakan benua Amerika.
Dalam investigasinya, surat kabar tersebut mengutip Kent Mathewson, seorang profesor geografi di Universitas Louisiana dan penulis buku tentang keberadaan keturunan Timur Tengah di Amerika Latin, yang mengatakan bahwa dia tidak menutup kemungkinan adanya orang lain yang datang ke Amerika Latin sebelum Columbus.
Ia juga mengutip sejarawan dan dosen Universitas Sorbonne, Pablo Luna, yang mengatakan bahwa bukan tidak mungkin umat Islam telah melakukan perjalanan ke Amerika sebelum Columbus, dan ada beberapa bukti mengenai hal ini, namun hal itu masih sedikit.
Sejarawan Ali bin Al-Hussein Al-Masoudi menyebutkan dalam bukunya, Muruj Al-Dhahab, bahwa orang Arab-Andalusia berkali-kali mempertaruhkan nyawa mereka dengan melakukan pelayaran melintasi lautan menuju Barat. Di antara mereka adalah seorang pria dari Cordoba bernama Hayhas bin Said, yang berlayar bersama sejumlah orang Andalusia pada akhir abad ke-9, berangkat dari pelabuhan yang sama tempat Christopher Columbus kemudian berangkat ke Amerika. Hayhas kembali setelah sekian lama dengan membawa banyak barang rampasan.
Sejarawan Al-Idrisi juga menyebutkan cerita yang sama dan berbicara tentang banyak perjalanan yang pelakunya gagal untuk kembali, sampai-sampai ada sebuah jalan di dekat pelabuhan Lisbon yang disebut “Jalan Orang Hilang” atau “Jalan Para Petualang”. ” Ia membenarkan bahwa cerita terkait perjalanan eksplorasi ini tersebar luas di dunia Islam.
Perjalanan dari Afrika...
Dalam bukunya “Masalik al-Absar fi Mamalik al-Amsar,” sejarawan Ibn Fadl Allah al-Umari, yang meninggal pada tahun 749 H, menyebutkan upaya lain yang dilakukan dari Kerajaan Mali di Afrika Barat untuk menemukan apa yang ada di balik lautan. Pada 712 H/1312 M, Sultan Mali, Muhammad ibn Abi Bakar, yang digambarkan sebagai salah satu sultan terkaya dalam sejarah, menaiki armada dua ribu kapal yang dilengkapi dengan manusia dan perbekalan dan menuju ke barat melintasi lautan. Itu terakhir kali mereka terlihat.
Beberapa sumber membicarakan kedatangan armada Sultan Mali ke benua Amerika, termasuk yang disebutkan oleh antropolog Amerika Ivan Van Sertima dalam bukunya “Mereka Datang Sebelum Columbus”. Ia menyelidiki kedatangan pelayaran tersebut, yang mana ia berbicara tentang adanya bukti arkeologi yang menunjukkan bahwa armada ini mencapai Florida dan Meksiko dan anggotanya bercampur dengan penduduk asli.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa suku asli di Amerika menggunakan beberapa frasa yang terdapat dalam bahasa Mandingo, bahasa Kekaisaran Mali.
Columbus berbicara dalam memoarnya tentang pertemuannya dengan orang-orang berkulit gelap setibanya di Amerika. Ia juga memperhatikan orang-orang yang mirip orang Andalusia, dan terkejut saat mengetahui wanita mereka mengenakan cadar. Fernando Columbus, putra Christopher Columbus, menggambarkan pakaian yang mirip dengan pakaian masyarakat Granada.
Reruntuhan masjid dan menara dengan tulisan Alquran juga telah ditemukan di Kuba, Meksiko, Texas dan Nevada, dan diyakini sebagai sisa-sisa kampanye Islam awal. Dalam konteks yang sama, dokumen Cina kuno berbicara tentang migrasi beberapa Muslim Arab ke Amerika yang merupakan pengikut negara Almoravid yang memerintah Maroko dan Andalusia selama abad ke-11 dan ke-12.
Beberapa sumber membicarakan kedatangan armada Sultan Mali ke benua Amerika, termasuk yang disebutkan oleh antropolog Amerika Ivan Van Sertima dalam bukunya “Mereka Datang Sebelum Columbus”, di mana ia menyelidiki kedatangan pelayaran tersebut, dimana Ia berbicara tentang adanya bukti arkeologi yang menunjukkan bahwa armada ini mencapai Florida dan Meksiko dan anggotanya bercampur dengan penduduk asli.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa suku asli di Amerika menggunakan beberapa frasa yang terdapat dalam bahasa Mandingo, bahasa Kekaisaran Mali.
Columbus berbicara dalam memoarnya tentang pertemuannya dengan orang-orang berkulit gelap setibanya di Amerika. Ia juga memperhatikan orang-orang yang mirip orang Andalusia, dan terkejut saat mengetahui wanita mereka mengenakan cadar. Fernando Columbus, putra Christopher Columbus, menggambarkan pakaian yang mirip dengan pakaian masyarakat Granada.
Reruntuhan masjid dan menara dengan tulisan Alquran juga telah ditemukan di Kuba, Meksiko, Texas dan Nevada, dan diyakini sebagai sisa-sisa kampanye Islam awal. Dalam konteks yang sama, dokumen Cina kuno berbicara tentang migrasi beberapa Muslim Arab ke Amerika yang merupakan pengikut negara Almoravid yang memerintah Maroko dan Andalusia selama abad ke-11 dan ke-12.
Bukti-bukti yang berlimpah itu menunjukkan bahwa Muslim sedianya juga bukan “orang asing” di Benua Amerika. Narasi tersebut penting untuk menolak Islamofobia yang diperkirakan bakal semakin menguat di bawah pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang baru terpilih.