MK tak Kabulkan Permohonan Penyediaan Surat Suara Kosong di Pilkada

MK menilai tidak adanya blank vote di pilkada tidak mengurangi hak pemilih.

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Pekerja menyortir dan melipat surat suara pemilihan bupati dan wakil bupati Ciamis di gudang logistik KPU Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (8/11/2024). KPU Ciamis merekrut 510 orang pekerja untuk menyortir dan melipat 986.025 lembar surat suara untuk Pilgub dan Pilbup, termasuk 25 persen cadangan dengan target selesai sampai 10 November 2024.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengabulkan permohonan uji materi soal penyediaan kotak suara kosong (blank vote) di pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan lebih dari satu pasangan calon atau tidak hanya di pilkada calon tunggal. Ketua MK Suhartoyo saat membacakan pertimbangan Putusan Nomor 125/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (14/11/2024), mengatakan bahwa tidak adanya pilihan blank vote dalam pilkada dengan lebih dari satu calon tidak mengurangi hak memilih.

Baca Juga


"Tidak ada hak pilih yang hilang atau terganggu dengan tidak adanya blank vote pada pemilihan kepala daerah dengan lebih dari satu pasangan calon," kata Suhartoyo.

Menurut MK, blank vote merupakan jalan keluar dari kekosongan hukum yang akan terjadi pada pilkada calon tunggal. Pasalnya, jika blank vote tidak ada pada pilkada calon tunggal, pemilihan akan ditunda sampai pilkada berikutnya sehingga tidak ada kontestasi.

Dijelaskan pula oleh MK, calon tunggal adalah upaya terakhir demi memenuhi hak konstitusional warga negara. Karena pemilihan dengan calon tunggal tidak ada kontestan lain, maka rakyat diminta untuk menentukan pilihannya apakah setuju atau tidak setuju dengan pasangan calon tunggal tersebut.

Pertimbangan Mahkamah tersebut menetapkan bahwa blank vote dalam pilkada calon tunggal menjadi sebuah pilihan atau alternatif terakhir demi menyelamatkan hak memilih warga negara yang terancam tidak dapat terpenuhi.

Namun begitu, MK menegaskan, blank vote bukan suatu pilihan yang ideal. Menurut Mahkamah, hal yang harus diutamakan adalah pemilihan dengan kompetisi sehat yang terdiri dari lebih dari satu pasangan calon.

"Bagi negara Indonesia yang menghendaki adanya kompetisi dan kontestasi dalam pemilihan langsung, maka blank vote bukanlah pilihan yang ideal, karena yang diharapkan adalah adanya adu gagasan dan program dari para pasangan calon dalam kontestasi yang sehat," tutur Suhartoyo.

Lebih lanjut, MK menilai permohonan uji materi yang diajukan oleh tiga orang advokat, yakni Heriyanto, Ramdansyah, dan Muhamad Raziv Barokkah ini tidak memiliki argumentasi hukum yang jelas dan memadai, sehingga menjadikan permohonannya tidak jelas atau kabur (obscuur).

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler