Indef: Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Turunkan Daya Beli dan Pertumbuhan Ekonomi

Konsumsi rumah tangga sumbang separuh PDB, akan tergerus oleh PPN 12 persen.

Republika/Putra M. Akbar
Petugas memasukan sayuran ke dalam plastik untuk dijadikan sampel uji laboratorium di Pasar Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (7/3/2024). PPN 12 persen berdampak pada daya beli.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai awal tahun depan memicu perdebatan. Dampaknya diperkirakan dapat memengaruhi daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Baca Juga


Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto memperingatkan meskipun kenaikan PPN bertujuan meningkatkan pendapatan negara, kebijakan ini berpotensi memperburuk kondisi perekonomian yang sudah tertekan.

“Ketika situasi konsumsi melambat dan PPN naik, daya beli masyarakat akan tertekan. Konsumsi, yang merupakan salah satu pilar penting pertumbuhan ekonomi, bisa terpengaruh negatif. Ini bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi turun,” ungkap Eko dalam Diskusi Publik dengan tema 'Arah Kebijakan Menuju Ekonomi 8 Persen' yang digelar secara daring, Senin (18/11/2024).

Diketahui, konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan telah menjadi pilar utama perekonomian. Dengan PPN yang naik, harga barang-barang kebutuhan pokok berpotensi meningkat dan akan mengurangi pengeluaran masyarakat.

Kondisi ini, menurut Eko, bisa memperlambat pemulihan ekonomi, terlebih setelah konsumsi rumah tangga Indonesia pada 2023 tercatat hanya tumbuh 4,9 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5 persen.

Hadir dalam kesempatan yang sama, Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus mengungkapkan hasil simulasi yang dilakukan oleh lembaganya terkait dampak kenaikan PPN 12 persen. Berdasarkan perhitungan Indef, kenaikan PPN ini dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,17 persen dan konsumsi rumah tangga hingga 0,26 persen.

“Jika pertumbuhan ekonomi diperkirakan 5 persen, maka setelah kenaikan PPN, pertumbuhannya hanya 4,83 persen,” jelas Heri.

Selain itu, kenaikan PPN juga meningkatkan biaya produksi, yang dapat menghambat sektor industri. Dengan permintaan yang melambat, perusahaan bisa mengurangi tenaga kerja atau jam kerja, yang berdampak pada pendapatan dan konsumsi masyarakat.

Di tengah upaya pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, Eko juga mengingatkan bahwa menaikkan PPN tanpa memperhatikan dampaknya terhadap konsumsi rumah tangga bisa menjadi hambatan besar. “Pemerintah membutuhkan dana lebih untuk pembangunan, tetapi jika konsumsi rumah tangga terhambat karena kenaikan PPN, ini justru akan menghambat perekonomian,” jelas Eko.

Padahal, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ambisius, sektor industri pengolahan harus diberdayakan lebih maksimal. Industri yang berkembang pesat akan mendongkrak perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing global Indonesia.

“Ekonomi Indonesia akan lebih kompetitif jika industri kita berkembang, dan ini akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” katanya.

Namun, untuk mendorong konsumsi rumah tangga, juga dibutuhkan pemulihan daya beli masyarakat. Salah satu solusi yang disarankan adalah pemberian stimulus fiskal yang langsung dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah, seperti bantuan sosial dan insentif pajak.

Eko juga menyarankan agar pemerintah melakukan reformasi struktural dalam sistem perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan menekan kebocoran yang ada. “Alternatif pendapatan negara bisa didapat dari sektor korporasi yang lebih mampu membayar pajak atau dengan meningkatkan administrasi pajak,” tambahnya.

Guna mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen memang merupakan tantangan besar, namun bukan hal yang mustahil jika pemerintah dapat mengelola kebijakan ekonomi secara bijaksana. Eko menegaskan, pencapaian target pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada kenaikan pajak, tetapi juga pada pemulihan daya beli masyarakat dan kebangkitan sektor industri.

"Jika kenaikan PPN dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat, target pertumbuhan ekonomi 8 persen akan sulit tercapai. Pemerintah perlu menciptakan keseimbangan antara memperkuat ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat," ujar Eko.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler