Para Korban Penggusuran 2016 Bicara Pilgub Jakarta, Mereka Memilih Siapa?
Pramono-Rano didukung Anies dan Ahok, sedangkan RK-Suswono disokong Jokowi.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Bayu Adji Prihammanda
Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024 akan dilaksanakan dalam hitungan hari. Berbagai manuver dilakukan para pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta untuk mendapatkan dukungan warga.
Berdasarkan catatan Republika, pasangan nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno akan didukung dua mantan gubernur Jakarta yang pada Pilkada 2017 bersaing sengit, yakni Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Sementara itu, pasangan nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono disokong Joko Widodo (Jokowi).
Republika mencoba mencari perspektif warga dalam menentukan pilihannya pada 27 November 2024 mendatang. Salah satu yang kami didatangi adalah warga korban penggusuran di Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, pada masa Ahok menjabat sebagai gubernur Jakarta.
Kawasan yang dahulu terkenal kumuh itu kini telah tertata dengan baik. Sepanjang jalan di pinggir Kali Ciliwung, tak lagi nampak rumah-rumah yang berdiri di bantaran kali.
Salah seorang warga setempat yang tak mau disebut namanya mengisahkan, dahulu tempat yang kini menjadi jalanan itu merupakan rumah-rumah warga. Namun, pada akhir 2016, Ahok melakukan penggusuran rumah warga yang berada di bantaran kali.
"Penggusurannya parah. Ada yang sampai ribut juga, mobil beko (ekskavator) dibakar," kata dia kepada Republika, Selasa (19/11/2024).
Menurut dia, warga banyak yang menolak lantaran sudah puluhan tahun tinggal di pinggir Kali Ciliwung. Warga menolak karena tidak mau kehilangan mata pencahariannya apabila pindah dari lokasi itu ke Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Rawa Bebek di Jakarta Timur.
Apalagi, ketika itu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta hanya akan menggratiskan biaya hunian di Rusunawa Rawa Bebek untuk para korban relokasi salama tiga bulan pertama. Setelah itu, warga harus tetap membayar sewa.
Menurut dia, ketika itu banyak warga yang memilih bertahan di sekitar bantaran Kali Ciliwung. Bahkan, di beberapa lokasi juga sempat terjadi kerusuhan. Namun, lama-kelamaan warga pindah juga.
Bagi warga yang tak terdampak penggusuran, hal yang dilakukan Ahok itu cukup membawa dampak positif. Setidaknya, lingkungan mereka tak lagi kumuh lagi dan tidak terdampak banjir lagi seperti sebelumnya.
"Dulu emang kumuh. Abis digusur, mendingan. Soalnya rumah masuk ke kali semua. Jadi saung," kata dia.
Meski begitu, ia menilai, kesejahteraan warga tak banyak berubah akibat penggusuran itu. Menurut dia, saat ini masih banyak warga yang menganggur di kawasan Bukit Duri.
"Warga pengennya yang nganggur kasih kerjaan. Ada bantuan. Gitu dah," kata dia sambil berharap kepada para pasangan calon yang berkontestasi di Pilgub Jakarta.
Republika juga mengunjungi Rusunawa Rawa Bebek di Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, untuk mencari perspektif langsung dari korban penggusuran di Bukit Duri. Di sana ada Dino (82 tahun), salah satu warga Bukit Duri yang terdampak penggusuran di zaman Ahok. "Saya dari tahun 1952 di Bukit Duri, 2017 pindah ke sini," kata dia.
Menurut dia, ada sejumlah dampak negatif akibat penggusuran yang dialaminya. Salah satunya, penghasilannya menjadi berkurang.
Dino mengisahkan, dahulu dirinya merupakan seorang penarik gerobak di Bukit Duri. Penghasilannya dalam sehari bisa mencapai Rp 250 ribu. Namun, setelah pindah ke Rusunawa Rawa Bebek, ia tak bisa lagi bekerja seperti di tempat semula. "Di sini mulung. Seminggu paling banyak dapat Rp 500 ribu. Jauh," kata dia.
Meski begitu, ia tak ambil pusing mengenai penghasilan yang berkurang. Baginya yang sudah tak muda lagi, yang penting bisa hidup dengan nyaman dan terus sehat. Apalagi, kini ia tak perlu membayar biaya sewa Rusunawa Rawa Bebek karena sudah termasuk lansia. "Kalau lansia di sini gratis, paling bayar listrik dan air. Sebulan paling Rp 200 ribu," kata dia.
Karenanya, ia mengaku tak memiliki dendam kepada Ahok yang telah melakukan penggusuran. Sebab, Ahok dinilai tak pernah pandang bulu selama menjabat sebagai gubernur Jakarta. "Dia enggak pandang bulu," ujar Dino.
Salah seorang warga terdampak penggusuran lainnya, Madun (64), juga mengaku tak memiliki dendam usai digusur dari tempat tinggalnya bertahun-tahun silam. Meski kini tinggal di rusunawa, Madun mengaku tetap bisa menikmatinya.
Apalagi, di Rusunawa Rawa Bebek, ia tak lagi harus berurusan dengan banjir yang hampir selalu terjadi ketika hujan turun. "Di sana juga banjir melulu," kata Madun.
Karena itu, ia juga tak membenci Ahok meski sudah menggusur rumahnya di Bukit Duri. Pasalnya, Ahok dinilai tegas dalam membuat kebijakan. Selain itu, Ahok juga disebut banyak membuat program yang membantu warga miskin.
"Anak sekolah dapet KJP itu kan dari zaman Ahok. Zaman Anies (Baswedan), kami enggak dapet apa-apa. Kalau Anies mah melempem. Ngomong doang gede, aksi enggak ada. Kebon Pala aja enggak digusur, ya kita yang digusur ngiri," kata dia.
Menjelang Pilgub Jakarta yang tinggal menghitung hari, Madun mengaku memiliki harapan yang besar untuk gubernur yang nantinya akan terpilih. Ia berharap, gubernur selanjutnya dapat lebih memperhatikan rakyat kecil dengan banyak membuka lapangan pekerjaan.
Tak hanya menemui warga Bukit Duri yang terdampak penggusuran, Republika juga bertemu dengan salah satu warga terdampak penggusuran di Pasar Ikan, Kecamatan Penjaringan, yang kini sebagian menempati Rusunawa Rawa Bebek.
Kristin (50) adalah salah satunya. Menurut dia, kehidupannya setelah menempati Rusunawa Rawa Bebek menjadi lebih nyaman. Pasalnya, ia tak perlu membayar biaya sewa yang terlalu tinggi.
Ia menjelaskan, para korban penggusuran yang kini menempati Rusunawa Rawa Bebek hanya diwajibkan membayar biaya sewa unit Rp 100-300 ribu per bulan, di luar biaya air dan listrik. Dengan harga itu, warga sudah bisa menempati hunian seluas 36 meter persegi. Selain Itu, warga juga mendapatkan berbagai fasilitas gratis, seperti transportasi.
"Memang kerjaan gampang di sana, banyak hasil laut. Namun buat kehidupan, enak di sini. Jauh dari laut. Di laut kan angin kencang. Air susah. Di sini semua enak," kata dia yang kini membuka warung di Rusunawa Rawa Bebek.
Karena itu, ia mengaku tak pernah dendam dengan pemerintah meski mengalami penggusuran. Pasalnya, tanah yang didiami oleh keluarganya memang merupakan milik pemerintah. "Kalau tanah saya, baru marah," kata dia.
Hanya saja, ia tetap berharap kepada gubernur selanjutnya untuk memperhatikan nasib warga, terutama yang pernah mengalami penggusuran. Pasalnya, mayoritas warga terdampak penggusuran sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
"Harapan ke gubernur selanjutnya, ada lapangan kerja. Apalagi untuk korban relokasi. Dulu ada pelatihan waktu zaman Ahok. Misal pelatihan membuat batik, kue. Itu hasilnya dibeli. Namun, sejak Anies enggak ada lagi," kata dia.
Kristin juga berharap gubernur selanjutnya bisa benar-benar menyediakan sekolah gratis untuk anak-anak, baik negeri maupun swasta. Pasalnya, saat ini tak semua anak bisa sekolah di sekolah negeri karena terbentur zonasi.
"Anak saya aja enggak dapet negeri. Untung ada PPDB Bersama, bisa gratis ke swasta. Tapi masih banyak yang harus bayar juga di sekolah swasta," kata dia.
Ihwal penggusuran, Kristin mengatakan, pemerintah bisa saja melakukannya apabila diperlukan. Namun, pemerintah juga harus tetap memikirkan nasib warga yang terdampak untuk bisa hidup layak.
"Dikasih juga lapangan kerja. Jangan didiemin saja," ujar dia.
Sebelumnya, cagub Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung berjanji tak akan melakukan penggusuran rumah warga apabila terpilih memimpin Jakarta. "Saya berkomitmen di dalam membangun Jakarta, saya akan lebih memanusiakan orang-orang yang perlu mendapatkan pertolongan. Kalau saya jadi gubernur Jakarta, saya tidak akan melakukan penggusuran," kata dia dalam debat ketiga Pilkada DKI Jakarta 2024 di Jakarta, Ahad malam.
Sementara itu, cagub Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil atau RK menyebut Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai gubernur Jakarta yang paling sering melakukan penggusuran. Hal itu disampaikan RK saat memberikan tanggapan atas jawaban Pramono Anung.
"Pak Ahok itu menggusur 113 kasus penggusuran, CNN April 2016, dan menurut JJ Rizal, gubernur paling brutal penggusurannya adalah Pak Ahok dari partainya Mas Pram dan Bang Doel," kata RK.