Terungkap, Ternyata ini Tujuan Utama Israel Hancurkan Gedung-Gedung di Palestina

Israel harus bertanggung jawab terhadap warga tewas di Gaza.

dok Republika
Warga Palestina berkumpul di dekat sebuah bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Jumat, 25 Oktober 2024.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA -- Penghancuran bangunan menjadi komponen utama pendudukan Israel di wilayah Palestina, menurut laporan terbaru Uni Eropa yang dirilis pada Rabu (20/11).

Baca Juga


“Penghancuran adalah bagian sentral dari kebijakan pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki, bertujuan untuk mengonsolidasikan kendali atas tanah dan membatasi perkembangan Palestina,” demikian laporan Kantor Perwakilan Uni Eropa untuk Tepi Barat, Gaza, dan UNRWA.

Laporan tersebut mencatat bahwa pada 2023, sebanyak 1.177 struktur dihancurkan atau disita oleh Israel di seluruh Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Angka ini merupakan jumlah tertinggi yang tercatat sejak 2016.

Akibatnya, 2.296 individu kehilangan tempat tinggal, dan 439.875 orang lainnya terkena dampak.

Laporan itu juga mengungkap bahwa kekerasan di Tepi Barat meningkat tajam, memicu lonjakan penghancuran dan penggusuran setelah 7 Oktober 2023. Hampir 20 persen penghancuran dilakukan sebagian atau sepenuhnya selama operasi militer Israel, terutama di daerah padat penduduk seperti Jenin dan Tulkarem.

Mengenai situasi di Yerusalem Timur, laporan tersebut menyatakan: “Yerusalem Timur mengalami dua kali lipat penghancuran pada kuartal pertama 2023 dibandingkan 2022, mencapai tingkat tertinggi sejak 2019.”

 

“Banyak keluarga Palestina tetap terancam pengusiran, terutama di wilayah Silwan, Sheikh Jarrah, dan al-Walaja,” tambahnya.

Ketegangan terus memuncak di Tepi Barat sejak perang brutal Israel di Jalur Gaza, yang telah menewaskan hampir 44.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menyusul serangan Hamas tahun lalu.

Sejak itu, hampir 785 warga Palestina tewas dan lebih dari 6.400 lainnya terluka akibat tembakan tentara Israel di wilayah pendudukan, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

Sebelumnya pada Juli, Mahkamah Internasional mengeluarkan opini hukum bersejarah yang menyatakan bahwa pendudukan Israel di tanah Palestina selama puluhan tahun adalah ilegal, serta menuntut evakuasi semua pemukiman yang ada di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. 

Zona penyangga

Otoritas Palestina (PA) menolak rencana Israel untuk membangun zona penyangga di Gaza utara, guna mendistribusikan bantuan melalui perusahaan Amerika Serikat.

"Pembicaraan tentang pembangunan zona penyangga di Gaza utara dan Jabalia untuk mendistribusikan bantuan di Jalur Gaza melalui perusahaan swasta Amerika dengan pendanaan asing ditolak dan sama sekali tidak dapat diterima," kata juru bicara PA Nabil Abu Rudeineh dalam sebuah pernyataan, Rabu (20/11).

Rudeineh mengatakan rencana tersebut bertentangan dengan semua resolusi legitimasi internasional dan hukum internasional, yang menganggap Gaza sebagai bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Palestina yang diduduki.

"Setiap rencana yang terkait dengan masa depan Jalur Gaza, atau distribusi bantuan di sana, hanya dapat dilakukan melalui Negara Palestina, dan melalui badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), serta organisasi internasional terkait lainnya," ujar Rudeineh.

Radio Angkatan Darat Israel melaporkan pada Rabu pagi bahwa kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan menteri pertahanan Israel Katz mengadakan pembicaraan dengan para ahli untuk membahas rencana mendatangkan perusahaan keamanan swasta Amerika ke Gaza.

Sejak 5 Oktober, Israel telah melancarkan operasi darat skala besar di Gaza utara yang diduga untuk mencegah kelompok perlawanan Palestina, Hamas, berkumpul kembali. Namun, Palestina menuduh Israel berusaha menduduki daerah tersebut dan menggusur paksa penduduknya.

Sejak saat itu, tidak ada bantuan kemanusiaan, termasuk makanan, obat-obatan, dan bahan bakar, yang diizinkan masuk ke daerah tersebut. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar penduduk di Gaza utara berada di ambang kelaparan. Lebih dari 2.000 korban telah tewas sejak itu, menurut otoritas kesehatan Palestina.

Serangan itu merupakan babak terbaru dalam perang brutal Israel di Jalur Gaza yang telah menewaskan hampir 44.000 korban, sejak 7 Oktober 2023.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler