7 Perkara yang Membatalkan Sholat, Banyak Diabaikan Umat Islam
Sholat adalah tiang agama dalam Islam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Sholat adalah salah satu rukun Islam yang paling agung, dan merupakan hal pertama yang akan ditanyakan kepada seorang hamba pada hari kiamat mengenai amalannya, sebagaimana tercatat bahwa Nabi SAW bersabda:
إن أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة من عمله صلاته، فإن صلحت، فقد أفلح وأنجح، وإن فسدت، فقد خاب وخسر، فإن انتقص من فريضته قال الرب: انظروا هل لعبدي من تطوع، فيكمل بها ما انتقص من الفريضة؟ ثم يكون سائر عمله على ذلك
“Hal pertama yang akan dimintai pertanggungjawaban dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya, jika baik, ia telah berhasil dan sukses, dan jika buruk, ia telah gagal dan merugi, dan jika ada yang kurang dari shalat fardhu, maka Allah akan berfirman: “Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki ibadah sunnah, sehingga ia dapat menyempurnakan apa yang kurang dari salat fardu.” Maka sisa pekerjaannya akan seperti itu." (HR Tirmidzi)
Nabi SAW menjelaskan cara sholat yang benar dan mengajarkannya kepada para sahabat dengan perkataan dan perbuatan, dan beliau bersabda kepada mereka:
صلّوا كما رأيتموني أصلّي
"Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat." (HR Bukhari).
Para ahli fikih telah menjelaskan rukun-rukun dan sunnah-sunnah shalat serta hal-hal yang membatalkannya, juga hal-hal yang disunnahkan yang dapat menambah pahala dan ganjaran serta hal-hal yang tidak disenangi yang dapat mengurangi pahala dan ganjaran.
Di antara hal-hal yang membatalkan shalat yang telah dijelaskan oleh para ahli fikih di dalam kitab-kitab fikih adalah seperti yang kami kutip dari kitab Tammamul Minnah fi Fiqhil Kitâb wa Shahihul Sunnah, karya Syekh Adel Al-'Azazi berikut ini:
BACA JUGA: Israel, Negara Yahudi Terakhir dan 7 Indikator Kehancurannya di Depan Mata
Pertama, berbicara dengan sengaja
عن زَيْد بن أرقم رضي الله عنه قال:كنَّا نتكلَّم في الصلاة؛ يُكلِّم الرَّجل منَّا صاحبَه، وهو إلى جنبه في الصَّلاة، حتَّى نزلَ قوله تعالى: ﴿وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ﴾ [البقرة: 238]، فأُمِرْنا بالسُّكوت، ونُهِينا عن الكلام
Dari Zaid bin Arqam -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, “Dahulu kami berbicara dalam sholat, salah seorang di antara kami berbicara dengan temannya, sedangkan temannya itu berada di sampingnya, hingga turunlah ayat,
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
‘Berdirilah kamu dengan khusyuk.’ (QS Al Baqarah: 238), lalu kami diperintahkan untuk diam dan dilarang untuk berbicara.”
Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa barangsiapa yang berbicara dalam sholatnya dengan sengaja dan sadar, maka shalatnya batal, namun mereka berbeda pendapat tentang hukum orang yang bodoh dan pelupa yang sengaja.
Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang bodoh dan pelupa disamakan dengan orang yang sadar, namun yang lebih kuat adalah membedakan antara orang yang bodoh dan pelupa dengan orang yang sadar, karena orang yang bodoh dan pelupa tidak akan merusak shalatnya dengan berbicara, berbeda dengan orang yang sadar.
Kedua, makan dan minum dengan sengaja
Ibnul Mundzir berkata:
أجمعَ أهل العلم على أنَّ مَن أكل أو شرب في صلاة الفَرْض عامدًا - أنَّ عليه الإعادة، وكذلك في صلاة النافلة عند الجمهور؛ لأنَّ ما أبطلَ الفرض يُبْطِل النَفل
والرَّاجح أنَّ الأكل يبطل الصَّلاة، سواء كان قليلاً أو كثيرًا، حتَّى لو كان بين أسنانِه شيءٌ فابتلعَه عمدًا، بطلَتْ صلاته، فإنِ ابتلع شيئًا مغلوبًا، أو كان ناسيًا، لَم تبطل صلاته
“Para ulama sepakat bahwa barangsiapa yang makan atau minum dengan sengaja dalam sholat fardu, maka dia harus mengulanginya,” demikian juga dalam salat sunah, berdasarkan ijma' (kesepakatan).
Makan dapat membatalkan sholat, baik sedikit maupun banyak, meskipun ada sesuatu di sela-sela giginya lalu tertelan dengan sengaja, maka sholatnya tetap batal, akan tetapi jika tertelan secara berlebihan atau karena lupa, maka sholatnya tidak batal.
Keempat dan kelima orang yang meninggalkan syarat dan rukun atau wajib sholat
Adapun syarat-syaratnya (seperti bersuci, menghadap kiblat, dan lain-lain), jika ia melanggar salah satu dari syarat-syarat tersebut, maka sholatnya tidak sah, sebagaimana yang telah disebutkan dalam definisi syarat.
BACA JUGA: Keajaiban Tulang Ekor Manusia yang Disebutkan Rasulullah SAW dalam Haditsnya
Dan batalnya sholat karena sengaja meninggalkan rukun berdasarkan hadits tentang orang yang menyalahi sholatnya, karena Nabi SAW bersabda kepada orang Arab Badui yang meninggalkan tumakninah (tenang), sebagai salah satu rukun sholat.
ارجِعْ فصَلِّ؛ فإنك لم تُصلِّ
“Kembalilah dan shalatlah, karena kamu belum shalat.” Ini menunjukkan bahwa jika dia meninggalkan rukun dengan sengaja, maka sholatnya langsung batal.
Jika dia meninggalkan rukun karena lupa, lalu dia mengingatnya ketika sedang sholat: Ia kembali melaksanakannya (misalnya Jika ia lupa ruku' dan langsung turun untuk sujud, jika ia teringat sebelum sampai ke tempat ruku' pada rakaat berikutnya, maka ia kembali melakukan ruku' yang terlupa, lalu menyempurnakan sisa sholatnya dari tempat ruku' tersebut.
Akan tetapi, jika ia telah sampai ke tempat ruku' pada rakaat berikutnya, maka rakaat yang terlupa ruku'nya dianggap batal, dan ia wajib mengulang rakaat berikutnya, kemudian sujud sahwi.)
Jika dia tidak ingat ruku' ini sampai selesai shalat, maka jika jeda antara ruku' dan sujudnya cukup lama (misalnya lebih dari lima menit): Dia mengulangi shalat dari awal, dan jika jeda waktu tidak terlalu lama, maka dia menyambungnya (yaitu, dia mengulangi satu rakaat sebagai ganti rakaat yang dia lupa rukunnya, lalu dia sujud sahwi)
Hukumnya adalah jika dia meninggalkannya dengan sengaja, maka shalatnya juga batal, akan tetapi jika dia meninggalkannya dengan tidak sengaja, maka dia bersujud dan tidak wajib melaksanakannya.
Keenam, melakukan sesuatu yang berlebihan
Yang dimaksud perbuatan di sini adalah yang bukan bagian dari sholat.
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
إنَّ الفعل الذي ليس من جِنْس الصَّلاة إن كان كثيرًا، أبطَلَها بلا خلاف، وإن كان قليلاً، لَم يُبطِلْها بلا خلاف، وهذا هو الضَّابط.. . قال: والجُمْهور أنَّ الرُّجوع فيه إلى العادة؛ فلا يضرُّ ما يعدُّه الناس قليلاً كالإشارة بِرَدِّ السَّلام، وخَلْع النَّعل، ورَفْع العمامة ووَضْعها، وَلِبْس ثَوْبٍ خفيف ونَزْعه، وحَمْل صغير وَوَضْعِه، ودَفْع مارٍّ، ودَلْك البُصاق في ثوبه، وأشباه ذلك"، ثُمَّ ذكرَ مثالاً للعمل الكثير، وهو الخطوات المُتَتالية، بخلافِ ما إذا خطا خُطْوة، ثم وقف، ثم أخرى، ثم وقَف.
“Perbuatan yang bukan bagian dari sholat, jika besar, maka membatalkannya tanpa ada perselisihan, dan jika kecil, maka tidak membatalkannya tanpa ada perselisihan. Yang menjadi kesepakatan umum adalah apa yang dianggap kecil menurut tradisi, seperti memberi isyarat untuk menjawab salam, melepas sepatu, memakai dan melepas sorban, memakai dan melepas pakaian yang tipis, menggendong anak kecil dan meletakkannya, mendorong orang yang lewat, mengusap ludah ke pakaian, dan sebagainya.”
Kemudian beliau mencontohkan perbuatan yang besar, yaitu melangkah secara berurutan, berbeda dengan melangkah kemudian berhenti jeda kemudian melangkah lagi kemudian berhenti jeda lagi.
BACA JUGA: Kehancuran Proyek Zionisme Israel Mulai Terlihat Jelas?
Ketujuh, tertawa di dalam sholat:
Ibnul Mundzir berkata:
"الإِجْماع على بُطْلان الصَّلاة بالضَّحِك".. وقال أكثرُ أهل العلم: لا بأسَ بالتبَسُّم؛ أيْ: إنَّ التبسُّم لا يُبْطِل الصلاة
“Ijma' (kesepakatan) ulama adalah bahwa tertawa itu membatalkan sholat.” Sebagian besar ahli ilmu berkata: Tidak apa-apa tersenyum, yaitu Tersenyum tidak membatalkan sholat.
Sumber: Masrawy