Indonesia Darurat Judol dan Pertanyaan 'Mampukah Pemerintahan Prabowo Memberantasnya'?

Sekitar 8,8 juta masyarakat terjerat judol dengan perputaran uang mencapai Rp900 T.

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/
Kapolsek Plemahan AKP Bowo Wicaksono menyelesaikan pembuatan mural bertema cegah judi online pada dinding di Kediri, Jawa Timur, Rabu (9/10/2024). Polisi yang memiliki hobi melukis tersebut memanfaatkan media tembok Polsek dan Kantor Kecamatan daerah setempat untuk dibuat mural sebagai upaya edukasi sekaligus mendukung pemerintah mencegah judi online kepada masyarakat.
Rep: Andri, M Noor Alfian Choir Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Wajah Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid terlihat kuyu, langgam bicaranya juga terkesan tak antusias saat wartawan memberondong pertanyaan usai dirinya menghadap Presiden Prabowo Subianto, pada Jumat (1/11/2024) siang. Ia dipanggil menghadap Sang Presiden menyusul geger penangkapan 11 oknum di kementeriannya terkait kasus judi online (judol).

Baca Juga


Sekitar setengah jam Meutya menghadap Prabowo. Ia mengaku menyampaikan laporan terkini seputar penangkapan pegawainya oleh polisi.

"Presiden menyampaikan bahwa langkah-langkah sudah betul, diteruskan," kata Meutya, Jumat (1/11/2024).

 

Sebagai menteri yang baru dilantik pada 21 Oktober 2024, Meutya bisa dibilang 'apes' kala langsung dihantam oleh kasus penangkapan oknum Komdigi oleh polisi atas sangkaan 'mengamankan' situs-situs judol agar terbebas dari pemblokiran. Namun, kasus ini pun bisa menjadi 'wake up call' baginya sebagai momentum 'bersih-bersih' kementeriannya dari oknum yang selama ini kongkalingkong dengan bandar judol.

Oleh karena itu, Meutya pun mendukung sepenuhnya upaya kepolisian dalam mengungkap praktik judol di lingkup instansi yang ia pimpin. Jika diperlukan, kata Meutya, pihaknya tidak akan ragu untuk memfasilitasi pengembangan penyidikan, termasuk memungkinkan kepolisian masuk ke kantor mereka.

Benar saja, pada hari yang sama Meutya dipanggil Prabowo, tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan kantor Kementerian Komdigi. Penggeledahan itu dipimpin oleh Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol. Wira Satya Triputra, Wadirreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Aldi Subartono.

Penggeledahan itu sebagai penggembangan dari penangkapan 11 tersangka kasus judol melibatkan oknum pegawai kementerian yang dipimpin Muetya Hafid. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi sebelumnya menjelaskan paa oknum pegawai Kementerian Komdigi tersebut memiliki kewenangan untuk melakukan pengecekan web judi daring hingga memblokir. Namun, mereka menyalahgunakan wewenang dengan tidak memblokir situs judi itu dan diduga menerima imbalan hingga nilainya mencapai miliaran rupiah.

"Mereka diberi kewenangan penuh untuk memblokir. Namun mereka melakukan penyalahgunaan juga melakukan, kalau sudah kenal sama mereka, mereka tidak blokir dari data mereka," kata Ade Ary.

 

 


Pada Senin (25/11/2024), Polda Metro Jaya mengumumkan total 28 tersangka kasus website judol yang melibatkan oknum di Kementerian Komdigi. Empat tersangka di antaranya hingga kini masih buron.

"Secara total kami menangkap 24 tersangka dan menetapkan empat orang sebagai DPO," kata Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Karyoto saat konferensi pers di Jakarta, Senin.

Karyoto menjelaskan, 24 tersangka tersebut memiliki peran masing-masing yaitu, empat orang berperan sebagai bandar/pemilik/pengelola website judi, yaitu A, BN, HE dan J (DPO). Kemudian tujuh orang berperan sebagai agen pencari website judi online, yaitu B, BS, HF, BK, JH (DPO), F (DPO) dan C (DPO). Lalu tiga orang berperan mengepul daftar website judi online dan menampung uang setoran dari agen, yaitu A alias M, MN dan DM.

"Dua orang berperan memfilter/memverifikasi website judi online agar tidak terblokir, yaitu AK dan AJ," kata Karyoto.

Selanjutnya, sembilan oknum pegawai Kementerian Komdigi yang berperan mencari aty menelusuri website judi online (judol) dan melakukan pemblokiran, yaitu berinisial DI, FD, SA, YR, YP, RP. AP, RD dan RR. Ada dua orang berperan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), yaitu D dan E. Satu orang berperan merekrut dan mengoordinir para tersangka berinisial T, khususnya tersangka M alias A, AK dan AJ sehingga mereka memiliki kewenangan menjaga dan melakukan pemblokiran website judi.

Kemudian untuk para tersangka dikenakan Pasal 303 KUHP dan atau Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Juncto Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP serta Pasal 303 KUHP.

Selanjutnya, Pasal 45 Ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun. Lalu Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Jo Pasal 2 ayat (1) huruf t dan z Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Dengan pidana penjara paling lama 20 tahun," kata Karyoto.



Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menyebutkan pemerintah ke depannya akan lebih agresif dalam memblokir situs judol. Selain itu ia menegaskan akan mulai melacak aliran dana dan penindakan hukum.

Budi menyebutkan secara teknis memang mudah memblokir situs judol. Namun, dari hasil evaluasi banyak operator judol yang melakukan domain switching untuk mengganti situsnya.

"Dari sisi teknis memang mudah, nampak sangat mudah untuk identifikasi untuk melakukan pemblokiran terhadap situs judi online," katanya, Kamis (21/22/2024).

"Namun dari evaluasi kita bahwa kemudian banyak operator yang melakukan domain switching artinya mereka dengan mudah mengganti domain yang diblokir sehingga selanjutnya langkah kedepannya pemblokiran akan dilakukan lebih agresif," kata Budi.

Selain itu, pihaknya juga tengah berusaha untuk berkoordinasi dengan lintas negara agar mempermudah penegakan hukum terhadap bandar judol. Selain penegakan hukum hal tersebut juga berguna untuk melacak aliran dana serta aktivitas pencucian uang.

"Desk gabungan akan terus melakukan penegakan hukum dan penelusuran aliran dana judi online. Kita upayakan koordinasi hukum lintas negara dengan menyasar aktivitas pencucian uang untuk mempermudah penindakan," katanya.

Budi menyebutkan perputaran uang judol di Indonesia mencapai sekitar Rp900 triliun rupiah. Menurutnya kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan hingga darurat.

"Bapak presiden beberapa kesempatan telah menyampaikan perputaran judol di Indonesia telah mencapai kurang lebih 900 triliun rupiah di tahun 2024," katanya.

Pihaknya juga mengatakan hingga kini sudah ada sekitar 8,8 juta masyarakat yang bermain main judol. Mirisnya, 80 ribu diantaranya adalah anak anak menjadi korbannya.

"Pemainnya kurang lebih 8,8 juta masyarakat indonesia. Mayoritas para pemain kelas menengah ke bawah. (Di antaranya) 97 ribu anggota TNI polri dan 1,9 juta pegawai swasta yang bermain judi online, 80 ribu judi online di bawah 10 tahun," katanya.

Komik Si Calus : Bukan Judi - (Daan Yahya/Republika)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendorong adanya penguatan kebijakan dan penegakan hukum terhadap judol. PPATK menilai judol di Indonesia kini sudah dalam status darurat nasional sehingga perlu untuk segera diberantas.

"Kami mendorong dan terus mengupayakan penguatan kebijakan dan penegakan hukum untuk memberantas praktik judi online yang semakin meluas dan merugikan masyarakat," kata Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono di Jakarta, Jumat (29/11/2024).

Angka-angka terkait judol di Indonesia menunjukkan bahwa judol menjadi masalah besar yang perlu penanganan serius. Untuk memutus rantai peredaran uang dalam judi daring, pemerintah melalui Bank Indonesia, OJK dan pemangku kepentingan lainnya terus memperkuat pengawasan transaksi keuangan.

Adapun salah satu tantangan terbesar adalah pergeseran cara pembayaran yang semakin kompleks. Ia menjelaskan, sebelumnya transaksi deposit sering dilakukan melalui transfer bank atau e-wallet, namun sekarang para pemain judi online lebih cenderung menggunakan merchant agregator dan exchanger crypto untuk menyembunyikan identitas dan menghindari deteksi.

Dengan metode ini, transaksi dilakukan melalui lapisan-lapisan yang sulit dilacak, bahkan menggunakan platform jual-beli yang tidak terkait langsung dengan judi. Selain itu, pemerintah juga menghadapi tantangan dalam melacak aliran dana yang berputar melalui cryptocurrency dan sistem pembayaran lainnya yang lebih sulit untuk ditelusuri.

"Situs judi terus berinovasi, dan mereka selalu menemukan celah baru untuk menghindari deteksi. Oleh karena itu, pemerintah berfokus pada penguatan sistem identifikasi dan verifikasi transaksi, terutama yang melibatkan mata uang digital," ujar Danang.

Judi online lintas daerah dan profesi. - (Republika)

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler