Sejarah Alquran Braille di Indonesia: Dari Mushaf Hingga Iqra

LPMQ sedang proses menyusun Tajwid Alquran Braille.

Republika/ Fuji E Permana
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Abdul Aziz Sidqi menunjukkan Alquran Braille standar Indonesia di Gedung Bayt Alquran dan Museum Istiqlal, Selasa (26/11/2024).
Rep: Fuji EP Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Alquran standar braille adalah Alquran yang ditulis menggunakan simbol braille, sejenis tulisan yang digunakan oleh para disabilitas netra atau orang-orang yang menderita gangguan penglihatan (visually impaired people). Sejarah lahirnya Alquran Braille di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an.

Baca Juga


Sejak tahun 70-an, Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI sudah berencana untuk membuat Alquran Braille. Tepatnya pada tahun 1974 digelar Musyawarah Kerja Ulama Alquran Nasional Ke-1, di antara yang dibahas adalah membuat Alquran standar braille untuk teman-teman tunanetra.

Kepala LPMQ Abdul Aziz Sidqi mengatakan, pada tahun 1974 sampai 1983, LPMQ menyusun mushaf Alquran standar Indonesia. "Mushaf Alquran standar Indonesia itu untuk orang awas yakni orang yang bisa melihat dan untuk teman-teman tunanetra yakni Alquran Braille," kata Aziz saat berbincang dengan Republika di Gedung Bayt Alquran dan Museum Istiqlal, Selasa (26/11/2024).

Ia menyampaikan, LPMQ menyusun mushaf Alquran Braille sejak tahun 1974 sampai 1983. LPMQ juga menstandarkan huruf-huruf Alquran braille dan lain sebagainya dari huruf 'alif' sampai 'ya'.

Tanda baca huruf-huruf tersebut juga disusun seperti harakat, fathah, kasroh, dhammah, sukun dan lain sebagainya distandarkan. "Semua kami standarkan agar teman-teman disabilitas netra itu bisa membaca Alquran dengan baik dan tenang," ujar Aziz.

Master mushaf Alquran braille hasil Musyawarah Kerja Ulama Alquran Nasional dari tahun 1974-983 selanjutnya dicetak dan disahkan dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 25 Tahun 1984. Merujuk pada KMA Nomor 25 Tahun 1984, mushaf Alquran standar memiliki tiga jenis berdasarkan segmennya. Di antaranya, mushaf standar Usmani untuk orang awas, Bahriah untuk para penghafal Alquran dan Braille untuk disabilitas netra.

KMA tersebut dikuatkan dengan Instruksi Menteri Agama (IMA) Nomor 7 Tahun 1984 tentang penggunaan mushaf Alquran standar sebagai pedoman dalam mentashih Alquran di Indonesia. "Nah, setelah master (mushaf Alquran braille dibuat) ini dicetak oleh masyarakat, oleh komunitas-komunitas, oleh lembaga, oleh yayasan yang ada di masyarakat kemudian disebarkan, jadi siapa pun boleh meminta masternya ke LPMQ," jelas Kepala LPMQ ini.

Pada 2010, dia mengungkapkan, LPMQ melakukan pengembangan. Lembaga yang berada di bawah Kementerian Agama tersebut bekerja sama dengan para ahli braille, komunitas, yayasan dan lembaga yang bergerak di bidang braille untuk menyusun pedoman membaca Alquran Braille yang selesai pada tahun 2011. Program tersebut dilanjutkan dengan penyusunan Alquran Braille 30 Juz dan terjemahannya yang selesai pada 2013.

"Inilah proses kami (LPMQ) melayani teman-teman disabilitas netra ini, kemudian sampai tahun 2021 karena ada perkembangan baru lagi terkait dengan pedoman membaca Alquran Braille, ada beberapa yang harus disempurnakan terkait tanda baca Alquran Braille," ujar Aziz.

Pada 2021, LPMQ kemudian menyempurnakan buku pedoman membaca Alquran braille. Buku itu disebut pedoman membaca dan menulis Alquran Braille khusus untuk teman-teman disabilitas netra.

Dua tahun berselang, LPMQ juga masih berusaha untuk memudahkan para disabilitas netra untuk belajar Alquran braille. Untuk itu, LPMQ membuat buku panduan membaca Alquran Braille yang disebut Iqro' bil-kitabah al-Arabiyah an-Nafirah disingkat Iqro’na.

"Ini (Iqro’na) adalah panduan praktis membaca Alquran braille yang didedikasikan untuk penyandang disabilitas sensorik netra Muslim Indonesia,” kata Aziz.

Ia mengatakan, Iqro'na merupakan panduan praktis layaknya buku Iqro untuk mereka yang normal. Dia menjelaskan, para disabilitas netra sangat menyambut baik dengan adanya Iqra khusus untuk membantu mereka membaca Alquran.

Tidak sampai di situ, Aziz mengungkapkan, LPMQ sedang proses menyusun Tajwid Alquran Braille. Hal ini dilakukan dalam rangka menyempurnakan yang sebelumnya sehingga tunanetra juga bisa membaca Alquran dengan baik dan benar.

"Kita tahu dalam membaca Alquran itu harus dengan tajwid, makanya kita menyusun perdoman Tajwid Alquran," ujar dia.

Azis mengatakan, semua yang dilakukan LPMQ ini dalam rangka menunaikan amanat Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.

Beleid tersebut menyebutkan negara harus hadir, harus memberikan layanan, dan harus menyiapkan literasi keagamaan termasuk kitab suci dalam hal ini tentunya kitab suci Alquran braille untuk teman-teman disabilitas netra.

Infografis Format Mushaf Alquran Braile - (Dok Republika)

 

 

 

Untuk mensosialisasikan Alquran Braille, LPMQ melakukan pembinaan bersama komunitas-komunitas braille yang ada. Semisal, ujar dia, dengan organisasi, lembaga dan yayasan tempat berkumpulnya disabilitas netra.

"Yang sering kami ajak kerja sama adalah lembaga-lembaga seperti ITMI, Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia, yang itu mereka punya kepengurusan sampai tingkat kabupaten dan kota," kata Aziz.

Selain ITMI, LPMQ juga bekerja sama dengan yayasan tunanetra di beberapa kota besar, termasuk dengan lembaga braille di bawah Kementerian Sosial (Kemensos) dan Yayasan Mitra Netra yang memiliki spesialisasi memberikan layanan peningkatan literasi untuk teman-teman disabilitas netra. 

Komunitas-komunitas tersebut, ujar dia, bisa mengakses aplikasi digital untuk disabilitas netra. "Jadi buku-buku hasil kajian kami (di LPMQ) itu dimasukan ke dalam sebuah aplikasi, jadi dibuat satu aplikasi perpustakaan digital khusus bagi teman-teman disabilitas netra yang disebut dengan e-publication," ujar Aziz.

Berdasarkan data LPMQ ada sekitar 127 judul buku atau produk LPMQ yang sudah dimasukan dalam e-publication. Semua buku itu dipublikasikan bagi penyandang disabilitas netra agar bisa meningkatkan wawasan dan pemahaman tentang Alquran. Dari laporan yang diterima LPMQ, ujar Aziz, ada ribuan tunanetra yang mengakses hasil kajian LPMQ dalam bentuk buku-buku terkait Alquran.

"Jadi Alhamdulillah kita selalu memberikan pelayanan terhadap teman-teman disabilitas netra, jadi terus kita lakukan, ini bagian dari keberpihakan kami pemerintah kepada teman-teman disabilitas netra dalam hal penyediaan sarana membaca Alquran," ujar Aziz. 

Aktivitas pembuatan Alquran Braille di Yayasan Penyantun Wyataguna di Kota Bandung, Kamis (21/3/2024). - (Republiika/M Fauzi Ridwan)

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler