Analis Prediksi Rupiah Berpotensi Anjlok ke Rp 16.000 Lagi, Ini Sentimen-sentimennya

Rupiah melemah 40 poin atau 0,25 persen menuju level Rp 15.945,5 per dolar AS.

Republika/Prayogi
Petugas menghitung uang dolar AS di gerai penukaran mata uang asing.
Rep: Eva Rianti Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nilai tukar mata uang rupiah melanjutkan pelemahan pada perdagangan Selasa (3/12/2024), hingga nyaris mendekati angka Rp 16.000 per dolar AS. Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 40 poin atau 0,25 persen menuju level Rp 15.945,5 per dolar AS pada penutupan perdagangan Selasa (3/12/2024). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah ditutup di level Rp 15.905,5 per dolar AS.

Baca Juga


“Diperkirakan untuk perdagangan besok (Rabu, 4/12/2024), mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15.930—Rp 16.010 per dolar AS,” kata Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam keteragannya, Selasa (3/12/2024).

Ibrahim menjelaskan sejumlah faktor yang memengaruhi pelemahan Mata Uang Garuda, baik sentimen eksternal/luar negeri maupun internal/ dalam negeri.

Dari luar negeri, ia mengatakan, investor tetap bias terhadap greenback sebelum isyarat lebih lanjut tentang kebijakan moneter AS pada pekan ini. Sejumlah pejabat Fed akan berpidato dalam beberapa hari mendatang, terutama Ketua Jerome Powell pada Rabu (4/12/2024).

“Pidatonya disampaikan hanya beberapa minggu sebelum pertemuan terakhir Fed untuk tahun ini, di mana bank sentral secara luas diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin. Namun ketidakpastian tumbuh atas prospek jangka panjang untuk suku bunga, terutama mengingat tanda-tanda inflasi yang kuat dan ketahanan di pasar tenaga kerja,” jelasnya.

Data penggajian nonpertanian untuk November akan dirilis pada Jumat pekan ini dan secara luas diharapkan menjadi faktor dalam prospek Fed terhadap suku bunga.

Gubernur Federal Reserve Christopher Waller, yang pandangannya sering menjadi penentu kebijakan moneter AS, mengatakan bahwa ia cenderung mendukung pemangkasan suku bunga lagi bulan ini. Tetapi Presiden Federal Reserve Atlanta Raphael Bostic menyatakan bahwa Fed masih perlu mempertimbangkan data pekerjaan yang akan datang.

“Investor bersiap untuk pembacaan yang berpotensi kuat, karena dampak gangguan terkait badai baru-baru ini mereda. Prospek jangka panjang untuk suku bunga juga dibayangi oleh ketidakpastian atas pemerintahan Trump. Trump secara luas diperkirakan akan memberlakukan kebijakan ekspansif dan proteksionis, yang dapat mendukung suku bunga dan inflasi,” lanjutnya.

Sentimen eksternal lainnya datang dari China. Ibrahim menuturkan, pembacaan aktivitas bisnis yang positif dari China, yang menunjukkan langkah-langkah stimulus terbaru dari Beijing membuahkan hasil. Namun, para pedagang menunggu lebih banyak isyarat tentang China dari dua pertemuan politik utama pada bulan Desember.

“Memburuknya hubungan perdagangan antara AS dan Tiongkok juga diperkirakan berpotensi merusak ekonomi Tiongkok, sehingga mengurangi minatnya terhadap komoditas,” ujar dia.

Sentimen Dalam Negeri

Sementara itu, Ibrahim menganalisis beberapa sentimen internal yang memengaruhi pelemahan rupiah, yakni proyeksi Bank Indonesia (BI) yang menggambarkan bahwa kondisi ketidakpastian global berlanjut, bahkan dianggap redup.

“BI mengingatkan ketidakpastian global yang meningkat di akhir 2024 berpotensi berlanjut pada 2025. Oleh karena itu, sinergi erat dari berbagai pihak harus diperkuat, untuk melakukan antisipasi dan mitigasi peningkatan ketidakpastian global dipicu oleh eskalasi geopolitik yang semakin memanas dan perubahan kebijakan di negara maju,” kata dia.

Sumber dari ketidakpastian itu tidak lain adalah eskalasi geopolitik, di mana perang masih berlangsung di beberapa negara, dan bisa berimbas pada stabilitas harga komoditas dan rantai pasok. Sementara, arah kebijakan negara maju, terutama pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS juga bisa meningkatkan ketidakpastian.

Sebagaimana diketahui, sejak kampanye, Trump sudah menyebutkan sejumlah rencana kebijakannya. Sedangkan arah kebijakan ini dinilai sejumlah pihak akan membuat inflasi di AS turun lebih lambat dari sebelumnya. The Fed pun diproyeksikan akan menahan Fed Fund Rate (FFR) atau suku bunga acuan di level tinggi untuk waktu yang lebih lama.

“Untuk mengantisipasi sekaligus memitigasi risiko, BI akan memperkuat sinergi bauran kebijakan ekonomi nasional. BI akan menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong transformasi struktural yang lebih kokoh, dengan visi besar menuju Indonesia Emas 20245 bisa diwujudkan,” tutupnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler