YLBHI Usul Pelucutan Senjata Api Polisi

Usulan pelucutan itu sebagai respons dari maraknya penyalahgunaan.

ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Petugas provost mengawal tersangka AKP Dadang Iskandar saat konfrensi pers di Mapolda Sumatera Barat, di Padang, Sabtu (23/11/2024). Polda Sumbar menetapkan Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar sebagai tersangka penembakan terhadap Kasatreskrim Polres Solok Selatan AKP Ryanto Ulil Anshari hingga tewas.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana memandang perlu Pemerintah mempertimbangkan kebijakan untuk melucuti polisi dari senjata api. Hal itu sebagai respons dari maraknya penyalahgunaan senjata oleh oknum anggota Polri.

Baca Juga


"Ada ide untuk melucuti senjata polisi, saya pikir ini penting untuk dipertimbangkan dan ditindaklanjuti," ucap Arif dalam konferensi pers Darurat Reformasi Polri yang dipantau dari Jakarta, Ahad (8/12/2024).

Arif mengatakan bahwa polisi semestinya tidak militeristik dan tidak menggunakan pendekatan kekerasan. Ia menyoroti luasnya kewenangan Polri, mulai dari pelayanan masyarakat, melindungi dan mengayomi masyarakat, menjaga ketertiban umum, menegakkan hukum, hingga hal-hal lainnya yang berkaitan dengan keamanan.

"Tidak semua fungsi kepolisian itu membutuhkan senjata api. Fungsi-fungsi pelayanan masyarakat, sumber daya manusia, misalnya Korlantas, itu tidak membutuhkan senjata api," kata Arif.

Penggunaan senjata, termasuk senjata api, kata dia,seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam konteks penegakan hukum. Oleh karena itu, penggunaan senjata api ketika mengamankan aksi unjuk rasa, penggunaan senjata api oleh Korps Lalu Lintas (Korlantas), hingga pelayanan-pelayanan publik tidaklah relevan.

"Saya ingin kemudian mengatakan hari ini situasinya darurat berkait dengan kesewenang-wenangan penyalahgunaan senjata api oleh kepolisian," kata dia.

Situasi darurat tersebut dinyatakan oleh Arif berdasarkan berbagai peristiwa terjadinya extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses peradilan, seperti yang menimpa siswa SMK berinisial GRO oleh oknum polisi Aipda RZ pada tanggal 24 November 2024 di Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah.

"Penggunaan senjata yang berlebihan, excessive use of force, memang menjadi problem kepolisian kita," ucap Arif.

Maka dari itu, lanjut dia, penting untuk melakukan evaluasi terhadap penggunaan senjata api oleh kepolisian.

"Ini bagian kecil dari upaya kita untuk mendorong reformasi di tubuh kepolisian yang hari ini kita melihat tidak sejalan dengan semangat mendorong reformasi polisi. Tujuannya agar polisi itu demokratis dan menghormati hak asasi manusia," kata Arif.

Anggota Komisi III DPR RI Abdullah mengusulkan agar anggota Polri hanya dibekali dengan tongkat panjang untuk berpatroli menjaga ketertiban dan keamanan ketimbang menggunakan senjata api guna menghindari penyalahgunaan.

Abdullah mengatakan bahwa polisi negara Inggris, Norwegia, Islandia, Bostwana, Selandia Baru, dan Irlandia hanya menggunakan tongkat dan bubuk merica dalam menjaga ketertiban, dengan pemahaman yang mumpuni terkait dengan profesionalitas saat bertugas.

Evaluasi dan pembatasan penggunaan senjata api, kata dia, suatu keharusan agar tidak terjadi peristiwa serupa, mulai dari yang korbannya masyarakat sipil hingga anggota polisi sendiri.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler