Lembaga HAM di Jerman Peringatkan Melonjaknya Rasisme Anti-Muslim
Melonjaknya Rasisme Anti-Muslim dipicu konflik di Timur Tengah
REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN-Organisasi hak asasi manusia terkemuka di Jerman pada hari Senin (9/12/2024)memperingatkan adanya peningkatan rasisme anti-Muslim di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, dan mendesak para politisi dan media untuk menghindari generalisasi yang berbahaya.
Institut Jerman untuk Hak Asasi Manusia (DIMR) mengeluarkan laporan setebal 32 halaman yang mengkaji dampak konflik Gaza terhadap demokrasi dan hak asasi manusia, dengan fokus utama pada meningkatnya antisemitisme dan juga kekhawatiran akan meningkatnya insiden anti-Muslim.
Dilansir Anadolu, Senin, Direktur DIMR, Beate Rudolf, mengatakan bahwa generalisasi berlebihan dan stereotip negatif tentang Muslim dalam wacana politik dan liputan media setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 telah berdampak negatif pada hak-hak dasar dan kebebasan.
“Siapa pun yang mengkritik pemerintah Israel tidak secara otomatis bertindak antisemit. Siapa pun yang mendukung negara terpisah untuk Palestina tidak secara otomatis menjadi simpatisan Hamas. Generalisasi hanya mendorong antisemitisme, serta rasisme terhadap warga Palestina dan Muslim,” katanya dalam konferensi pers di Berlin.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa insiden antisemitisme di Jerman telah melonjak sejak 7 Oktober 2023, dengan kejahatan kebencian meningkat dua kali lipat menjadi 5.164 kasus pada tahun 2023, dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Lebih dari separuh pelanggaran ini terjadi pada kuartal terakhir. Paruh pertama tahun 2024 terdapat 1.997 kejahatan antisemit yang dilaporkan kepada polisi.
BACA JUGA: Ghana, Negara Mayoritas Kristen Itu Berpeluang Besar Dipimpin Presiden Muslim Pertama
DIMR menyerukan keterlibatan masyarakat yang lebih kuat untuk melawan antisemitisme di Jerman, memperluas langkah-langkah pencegahan seperti program peningkatan kesadaran di lembaga-lembaga pendidikan dan memberikan dukungan untuk proyek-proyek yang memerangi informasi yang salah dan teori konspirasi.
Lembaga ini juga memperingatkan pihak berwenang agar tidak membuat generalisasi yang berlebihan dan menyebarkan stereotip negatif tentang Muslim, dengan menekankan bahwa pembatasan kebebasan berekspresi dan berkumpul hanya boleh dilakukan dalam situasi yang luar biasa sebagaimana diizinkan oleh hukum.
“Larangan demonstrasi yang digambarkan sebagai 'pro-Palestina' pada bulan-bulan setelah 7 Oktober 2023 menyulitkan masyarakat, terutama mereka yang memiliki sejarah keluarga Palestina, untuk secara terbuka mengekspresikan kesedihan mereka atas banyaknya korban sipil di Jalur Gaza dan solidaritas mereka terhadap penduduk sipil di sana serta menuntut diakhirinya perang dan berdirinya sebuah negara Palestina yang merdeka,” ungkap laporan tersebut.
Para ahli DIMR menunjukkan bahwa media dan politisi Jerman sering mengabaikan fakta bahwa warga Yahudi Israel juga menghadiri beberapa protes ini, mengadvokasi hak-hak dan keprihatinan kedua belah pihak.
BACA JUGA: Ketika Nabi Musa Menampar Malaikat Pencabut Nyawa, Ini yang Disampaikan Allah SWT
“Istilah 'pro-Palestina' yang digunakan dalam pelarangan dan digunakan oleh para politisi dan media mempromosikan persamaan menyeluruh antara warga Palestina dengan pendukung Hamas yang antisemit dan pro-kekerasan. Persepsi publik dan fokus debat sosial pada demonstrasi kekerasan ini memperkuat rasisme yang ada terhadap orang Palestina dan orang-orang yang dianggap sebagai orang Arab atau Muslim,” kata para ahli.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa 1.926 insiden rasis anti-Muslim didokumentasikan di seluruh Jerman tahun lalu, - rata-rata lebih dari lima kasus per hari dan menandai peningkatan 114 persen dari 898 insiden pada 2022.