CIA Amerika Terlibat Gulingkan Assad? Begini Penjelasan Dubes Suriah
Dubes Suriah untuk RI berikan pernyataan resmi tentang yang terjadi di negaranya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Suriah untuk Indonesia Abdul Monem Annan mengatakan bahwa keruntuhan rezim Bashar al-Assad di Suriah merupakan wujud perlawanan murni dari oposisi dan merupakan kehendak rakyat di negara itu.
"Jadi, memang yang terjadi di Suriah murni karena perlawanan yang diberikan oleh oposisi, dan ini adalah kehendak rakyat Suriah," kata Dubes Annan dalam sebuah acara diskusi yang dipantau secara daring, di Jakarta, Rabu.
Pernyataan itu untuk menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan peristiwa jatuhnya pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan gejolak yang terjadi di kawasan Timur Tengah.
Dia mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi di Suriah baru-baru ini tidak memiliki hubungan dengan eskalasi konflik yang terjadi di kawasan, yang mulai bergejolak pada 7 Oktober 2023, ketika kelompok perlawanan Hamas menyerang Israel, disusul dengan serangan balik dari Israel ke Jalur Gaza, Palestina, dan meluas ke Lebanon dan Iran.
Dubes Annan menegaskan bahwa yang terjadi di Suriah merupakan wujud murni dari perlawanan oposisi dan rakyat Suriah terhadap rezim Bashar al-Assad, yang telah terlibat konflik dengan oposisi dan rakyatnya sendiri sejak 2011.
Kejahatan Perang
"Mereka sudah lama sekali ingin keluar dari rezim yang sangat menindas ini," katanya.
Dubes Annan juga bercerita tentang bagaimana kejahatan perang yang dilakukan oleh Bashar al-Assad di Suriah sebagai suatu kejahatan perang yang sangat tidak bisa dibayangkan.
"Jadi, kalau dahulu di Vietnam ada penjara penyiksaan yang luar biasa. Hal itu juga ada di Suriah. Salah satu yang paling terkenal adalah penjara Sednaya," kata Dubes Annan.
Dubes Annan merujuk penjara Sednaya sebagai salah satu penjara yang saat ini menjadi populer setelah keruntuhan rezim Bashar al-Assad.
Hubungan dengan Amerika?
Menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan intervensi Amerika Serikat (AS) dan sekutu di balik keruntuhan rezim Bashar al-Assad, Dubes Annan menegaskan bahwa kemenangan oposisi dalam melawan rezim Bashar al-Assad tidak ada hubungannya dengan AS. "Betul, tidak ada hubungan dengan Amerika," kata Dubes.
Annan mengatakan bahwa pemimpin Hayat Tahrir Al Sham (HTS) Abu Mohammad al-Julani, yang menggulingkan Bashar al-Assad, memang dahulu memiliki keterkaitan dengan kelompok Al-Qaeda.
Namun, Dubes Annan menegaskan bahwa al-Julani telah lama meninggalkan Al-Qaeda dengan pandangan ekstremisnya.
Al-Julani lantas mendirikan organisasi yang sekarang disebut HTS, yang memiliki ideologi berbeda dari kelompok Al-Qaeda.
"Jadi, pemimpin oposisi di Suriah sekarang itu sudah lama mengubah ideologinya menjadi hanya jihad melawan Assad. Jadi, dia ingin membebaskan Suriah dari Assad, hanya itu saja," kata Dubes.
"Jadi, tidak ada hubungannya dengan hubungan internasional yang lain. Dia hanya ingin fokus berjihad, membebaskan Suriah, lepas dari tangan Assad karena Assad ini sangat kejam dalam memimpin Suriah selama ini," kata dia menambahkan.
Selamatkan diri ke Lebanon
Lebih dari 50.000 orang menyeberangi perbatasan antara Suriah dan Lebanon setelah oposisi bersenjata menyerbu Damaskus, Suriah pada 8 Desember, lapor penyiar Lebanon LBCI pada Selasa (10/12).
Menurut laporan tersebut, mayoritas dari mereka adalah penganut Syiah dan pendukung pemerintah sebelumnya.
Situasi di perbatasan memanas selama tiga hari saat ribuan orang terus mendekati perbatasan utama Masnaa dalam upaya menyelamatkan diri dari Suriah.
Mereka mengaku lebih baik tinggal di luar perbatasan ketimbang pulang ke rumah karena merasa takut akan adanya pembalasan dari oposisi bersenjata, kata koresponden LBCI di perbatasan. Banyak dari mereka yang tidak memiliki dokumen yang diperlukan.
Pada Senin (9/12) malam di pos pemeriksaan Masnaa, ribuan pengungsi dari Suriah berupaya menerobos penjagaan pasukan keamanan Lebanon dan memasuki Lebanon tanpa dokumen apa pun.
Pasukan Lebanon pun berhasil menstabilkan situasi tersebut. Kelompok bersenjata Suriah merebut Ibu Kota Damaskus pada Ahad (8/12). Perdana Menteri Suriah Mohammad Ghazi al-Jalali menyatakan bahwa dirinya bersama 18 menteri lainnya memutuskan untuk tetap bertahan di Damaskus.
PM Ghazi al-Jalali juga mengaku telah berkomunikasi dengan para pemimpin kelompok militan yang menyerbu Damaskus.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa Bashar Assad telah mengundurkan diri sebagai presiden Suriah dan meninggalkan negara tersebut seusai bernegosiasi dengan sejumlah pihak yang terlibat dalam konflik Suriah.
Yang dilakukan Amerika sebelum Damaskus dikuasai pemberontak
Amerika Serikat dan India mendesak warganya untuk segera meninggalkan Suriah seiring meningkatnya pertempuran antara pemberontak dan pasukan rezim yang telah memperburuk situasi keamanan yang tidak stabil.
"Situasi keamanan terus tidak stabil dan tidak dapat diprediksi dengan bentrokan aktif antara kelompok bersenjata di seluruh negeri," kata Departemen Luar Negeri dalam pemberitahuan keamanan untuk warga negara AS pada Jumat, sebagaimana dilaporkan Anadolu pada 7 Desember 2024.
Departemen tersebut mendesak warga negara AS untuk meninggalkan Suriah sekarang sementara opsi komersial masih tersedia.
Pemberitahuan itu menambahkan bahwa warga Amerika yang memilih untuk tidak meninggalkan atau yang tidak dapat melakukannya harus mempersiapkan rencana cadangan untuk situasi darurat dan siap untuk berlindung di tempat untuk jangka waktu yang lama.
Senada, India meminta warganya untuk meninggalkan negara tersebut dengan menggunakan penerbangan komersial paling awal yang tersedia.
“Yang lainnya diminta untuk mengambil tindakan pencegahan sepenuhnya terhadap keselamatan mereka dan membatasi pergerakan mereka seminimal mungkin,” menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri India pada Jumat.
Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa warga India diingatkan untuk menghindari perjalanan ke Suriah dan diminta untuk tetap berhubungan dengan Kedutaan Besar India di Damaskus untuk mendapatkan pembaruan.
Perang saudara di Suriah semakin intensif dalam beberapa hari terakhir, dengan kelompok anti-rezim yang dipimpin oleh Hay'at Tahrir al-Sham, bertempur melawan pasukan rezim sejak 27 November dan membuat kemajuan signifikan.
Pasukan anti-rezim merebut sebagian besar Aleppo bagian tengah pada 30 November, setelah serangan cepat dari daerah pedesaan baratnya.
Dalam serangan terbaru mereka pada Kamis, kelompok-kelompok tersebut merebut pusat kota Hama, memperkuat kendali atas kota tersebut dan memaksa pasukan rezim mundur.