Selalu Meninggalkan Sholat Wajib Lima Waktu Apakah Bisa Jadi Kafir?

Muslim diwajibkan melaksanakan sholat wajib lima waktu dalam sehari.

Canva
Sholat. Ilustrasi
Rep: Fuji Eka Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Umat Islam diwajibkan melaksanakan sholat wajib lima waktu dalam sehari. Lantas bagaimana jika ada seorang Muslim yang selalu meninggalkan sholat lima waktu, apakah bisa menjadi kafir? 

Pada laman Rumah Fiqih, KH Ahmad Sarwat Lc menjelaskan pendapat-pendapat ulama terkait hukum meninggalkan sholat lima waktu.

Syeikh Al-Utsaimin

Baca Juga


Syeikh Al-Utsaimin berpendapat bahwa seseorang menjadi kafir karena tidak pernah sholat. Agak berbeda dengan pendapat jumhur ulama, Syeikh Al-Utsaimin berpendapat bahwa meski seseorang tidak ingkar atas kewajiban sholat dan masih meyakininya sebagai kewajiban sholat, namun apabila dia selalu meninggalkan sholat sepanjang hidupnya, maka dia sudah bisa dianggap kafir.

Syeikh Al-Utsaimin (w. 1421 H) menuliskan dalam kitab kumpulan fatwanya, Fatwa Arkan Al-Islam sebagai berikut :

إذا كان هؤلاء الأهل لايصلون أبداً فإنهم كفارمرتدون خارجون عن الإسلام، ولا يجوز أن يسكن معهم ولكن يجب عليه أن يدعوهم ويلح ويكرر لعل الله أن يهديهم، لأن تارك الصلاة كافر - العياذ بالله- بدليل الكتاب، والسنة، وأقوال الصحابة، والنظر الصحيح

Apabila keluarga itu tidak sholat selamanya maka mereka kafir murtad keluar dari Islam. Tidak boleh tinggal bersama mereka tetapi wajib atasnya untuk mengajak sholat, bahkan memaksa dan memintanya berulang-ulang agar Allah SWT memberi hidayah. 

Karena orang yang meninggalkan sholat itu kafir wal'iyadzu billah dengan dalil kitab dan sunnah, serta pendapat para shahabat dan logika yang benar.

Dari yang kita baca, nampaknya Syeikh Al-Utsaimin sendiri juga tidak langsung mengkafirkan orang yang meninggalkan sholat, kalau cuma sekali atau beberapa kali. Sebab yang dikatakan Syeikh Al-Utsaimin, kafir kalau sepanjang hidupnya orang itu tidak pernah sholat.

Syeikh Bin Baz
Syeikh Bin Baz berpendapat seseorang kafir karena sekali tidak sholat. Sedangkan yang berpendapat bahwa orang yang meninggalkan sholat langsung kafir adalah Syeikh Bin Baz. 

Menurut Syeikh Bin Baz walaupun hanya sekali meninggalkannya, tetapi kalau dilakukan dengan sengaja tanpa udzur syar'i, hingga waktunya habis, maka otomatis dia menjadi kafir.

 

Syeikh Bin Baz (w. 1420 H) yang pernah menjadi mufti Kerajaan Arab Saudi di dalam kitabnya Nur 'ala Ad-Darbi menuliskan sebagai berikut

وهذا يدل على أن تارك الصلاة يسمى كافرا ويسمى مشركا، وهذا هو الحق وهو المعروف عن الصحابة رضي الله عنهم، وهذا يدل على أن ترك الصلاة عند الصحابة رضي الله عنهم يعتبر كفرا أكبر، ويسمى تاركها كافرا مشركا، وهذا هو أصح قولي العلماء إذا لم يجحد وجوبها. أما من جحد وجوبها فإنه كافر عند الجميع

Dalil ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan sholat itu disebut kafir dan disebut musyrik. Itulah yang benar dan yang makruf di kalangan shahabat Radhiyallahunahum. Ini menunjukkan bahwa meninggalkan sholat itu di kalangan shahabat dianggap kafir akbar. Pelakunya adalah kafir dan musyrik. 

Pendapat ini yang lebih shahih di antar dua pendapat ulama yang mensyaratkan ingkar atas kewajibannya. Sedangkan ingkar atas kewajibanya memang kafir menurut semua pihak.

Pendapat Syeikh Bin Baz ini kalau dibandingkan dengan pendapat jumhur ulama memang agak berbeda jauh. 

Jumhur ulama berada pada posisi bahwa seseorang tidak lantas menjadi kafir kecuali ingkar atas kewajiban sholat. Sedangkan Syeikh Bin Baz memang tegas memvonis kafir. Disitulah letak perbedaannya.

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi 
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mewakili mazhab Al-Hanbilah menuliskan di dalam kitabnya Al-Mughni sebagai berikut.

أن تارك الصلاة لا يخلو؛ إما أن يكون جاحدا لوجوبها أو غير جاحد فإن كان جاحدا لوجوبها نظر فيه فإن كان جاهلا به وهو ممن يجهل ذلك كالحديث الإسلام والناشئ ببادية عرف وجوبها وعلم ذلك ولم يحكم بكفره؛ لأنه معذور.

Orang yang tidak sholat punya dua kemungkinan, yaitu dia mengingkari kewajibannya atau masih meyakini kewajibannya. Kalau dia mengingkari kewajibannya, diselidiki dulu, kalau dia jahil misalnya karena baru masuk Islam, atau dibesarkan di lingkungan terasing, maka diberitahu kewajibannya dan diajarkan tentang sholat, dan tidak dikafirkan karena dia termasuk orang yang punya udzur.

وإن لم يكن ممن يجهل ذلك كالناشئ من المسلمين في الأمصار والقرى لم يعذر ولم يقبل منه ادعاء الجهل وحكم بكفره؛ لأن أدلة الوجوب ظاهرة في الكتاب والسنة

Namun bila dia bukan orang yang jahil atas kewajiban sholat, misalnya dibesarkan di tengah orang Islam di kota atau desa, maka dia tidak punya alasan dan tidak diterima pengakuan bahwa dirinya tidak tahu kewajiban sholat, maka orang itu dihukumi kafir. Karena dalil-dalil kewajiban sudah nampak nyata di dalam Kitab dan Sunnah.

Kalau kita perhatikan apa yang disampaikan Ibnu Qudamah di atas, bahkan yang mengingkari kewajiban sholat pun belum tentu kafir juga. Harus dilihat dulu, apakah dia baru masuk Islam atau tumbuh di lingkungan yang sama sekali tidak ada informasi tentang perintah agama. Kalau memang seperti kasusnya, masih dianggap belum kafir.

Apalagi mereka yang masih mengakui kewajiban sholat, tentu saja tidak kafir hanya gara-gara meninggalkan sholat dengan sengaja. Nampaknya Ibnu Qudamah sendiri sependapat dengan umumnya jumhur ulama yang dalam masalah ini.

Demikian kajian singkat tentang hukum meninggalkan sholat dengan sengaja tanpa udzur dengan ancaman kafir. Wallahu a'lam bishshawab.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler