Mengurai Hikmah dari Kesalahan Nabi Adam
Manusia meski diberi banyak kenikmatan tetapi rentan kepada kesalahan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Adam Alaihissalam merupakan manusia pertama yang diciptakan Allah, diberikan nikmat luar biasa yang nyaris sempurna. Adam dan istrinya tinggal di Jannah (taman surga) yang indah, dikelilingi limpahan makanan, minuman, iklim yang nyaman, pasangan terbaik, serta tugas mulia sebagai khalifah di bumi.
Ayah dari bangsa manusia itu bahkan mendapatkan ilmu pengetahuan tanpa harus bersusah-payah belajar. Namun, semua nikmat itu tidak mencegah beliau dari kejatuhan akibat godaan Iblis.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam, "Apakah benar kegagalan ini sepenuhnya disebabkan oleh Iblis? Mengapa hal itu bisa terjadi? Pelajaran apa yang bisa diambil Bani Adam dari peristiwa ini, dan bagaimana relevansinya dengan tiga visi besar peradaban manusia?" demikian diungkapkan Ustadz Muhammad Furqan al-Faruqy dalam kajian online KIAT Alquran yang mengulas Tiga Visi Besar Peradaban Bani Adam pada Sabtu (14/12/2024).
Menurut Ustadz Furqan, kisah Nabi Adam memberikan pelajaran bahwa manusia, meskipun diberi banyak nikmat, tetap rentan terhadap kesalahan. Namun, Allah menciptakan peristiwa ini sebagai bagian dari takdir yang penuh hikmah. "Kejatuhan Nabi Adam mengajarkan bahwa kesalahan adalah bagian dari kodrat manusia, tetapi yang terpenting adalah respons setelahnya: bertobat, belajar dari pengalaman, dan terus mendekatkan diri kepada Allah." jelasnya.
Nabi Adam segera menyadari kesalahannya dan memohon ampun kepada Allah. Hal ini menjadi teladan penting bahwa meskipun kita tergelincir, pintu taubat selalu terbuka. Kejatuhan ini juga menjadi “imunisasi spiritual” bagi manusia agar waspada terhadap godaan syaitan.
Kajian ini juga membahas perbedaan antara Iblis dan syaitan dalam Alqur'an. Iblis merujuk pada makhluk jin yang membangkang perintah Allah, sementara syaitan adalah watak buruk yang dapat melekat pada manusia maupun jin. Watak syaitan, seperti iri hati, dengki, dan tipu daya, terus mengintai manusia melalui kelemahan mereka, seperti hasrat, rasa penasaran, atau celah sempit dalam hati.
Namun, Ustadz Furqan menekankan bahwa syaitan sebenarnya lemah. Ia hanya menjadi berbahaya jika manusia tidak memiliki benteng spiritual yang kuat. Oleh karena itu, manusia dianjurkan untuk selalu memperkuat keimanan, membaca Alqur'an, memperbanyak doa, serta menjaga daya tahan fisik dan mental agar tidak mudah tergoda.
Ustadz Furqan juga mengaitkan kisah Nabi Adam dengan tantangan peradaban Bani Adam saat ini. Manusia modern sering kali terjebak pada sikap menyalahkan pihak ketiga“kambing hitam”atas kegagalan yang dialami. Padahal, introspeksi diri adalah langkah utama untuk menghadapi tantangan hidup.
Dalam Tiga Visi Besar Peradaban, manusia diajak untuk:
1. Menjadi khalifah di bumi dengan menjalankan amanah Allah secara bertanggung jawab.
2. Membangun peradaban yang berlandaskan keimanan dan ilmu pengetahuan.
3. Mengendalikan watak syaitan dalam diri sendiri agar tidak menjadi penghalang kemajuan.
Kajian ini mengajarkan kepada peserta untuk memperbanyak membaca Alqur'an, memohon perlindungan kepada Allah melalui doa-doa seperti yang terkandung dalam surat Al-Falaq dan An-Nas, serta menjaga diri dari sifat-sifat buruk yang berasal dari watak syaitan.
Ustadz Furqan menegaskan, hidup adalah ujian yang penuh godaan, tetapi dengan iman dan kedekatan kepada Allah, manusia dapat menghadapi tantangan apa pun dan mencapai kesempurnaan spiritual.