Suara Tawa Anak dan Rumah Bersalin Tempat Penjualan Bayi di Yogya
Rumah berlantai dua itu tampak kosong dari luar meski terdengar suara dari dalam.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Silvy Dian Setiawan
Terdengar suara tertawa seorang anak dari sebuah rumah di Jalan Wiratama, Demakan Baru, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, DIY, Ahad (15/12/2024). Rumah berlantai dua itu tampak kosong dari luar meski terdengar suara dari dalam, dengan kondisi gerbang yang terkunci dan tertutup.
Gerbang rumah itu memiliki tinggi sekitar dua meter, berwarna abu-abu. Sebagian besi pagar bahkan sudah dalam keadaan berkarat.
Hanya suara tertawa seorang anak yang terdengar, tanpa terlihat sosok anak yang bersuara itu dari luar pagar. “Tok tok tok, selamat siang, permisi,” Republika mencoba mengetuk besi pagar, dan memanggil orang yang kemungkinan ada di rumah tersebut.
Namun tidak ada jawaban, dan Republika kembali memanggil ‘Selamat siang,’ dan kembali tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara ’Sssshhhhhh’ seolah ada orang lain yang menyuruh anak yang tertawa tadi diam.
Melalui lubang-lubang yang ada di bagian bawah pagar, Republika mencoba mengintip, dan terlihat seseorang yang kemungkinan merupakan seorang wanita dengan mengenakan celana pink dan atasan berwarna putih. Namun, sebelum wajah wanita tersebut sempat terlihat, ia langsung berlari ke dalam rumah ketika dipanggil.
Seketika, suara tertawa anak yang tadinya terdengar juga sudah tidak ada. ‘Tak’ bunyi pintu ditutup, dan wanita tersebut sudah masuk ke dalam rumah.
Republika terus berupaya memanggil dengan harapan diihampiri oleh mereka yang ada di dalam rumah. Namun tetap tidak ada jawaban.
Begitu lah kondisi dan suasana Rumah Bersalin Sarbini Dewi di kawasan Demakan Baru, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, DIY. Rumah bersalin itu merupakan tempat praktik dua bidan berinisial JE (44 tahun) dan DM (77 tahun) yang ditangkap polisi karena menjual belikan bayi. Keduanya melakukan aksinya dengan modus menerima penyerahan atau perawatan bayi lewat rumah bersalin tempat mereka praktik.
Tidak ada simbol ataupun nama ‘Rumah Bersalin Sarbini Dewi’ yang terpampang di luar pagar atau pun di lokasi sekitar rumah tersebut. Jika dilihat dari luar pagar, rumah itu hanya seperti rumah biasa, dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan seperti sebuah klinik khusus melahirkan utau klinik khusus ibu dan anak.
Rumah bersalin itu berlokasi tidak jauh dari Pos Ronda RT 34/RW 09 Kampung Demakan Baru. Antara rumah bersalin dan pos ronda, hanya dibatasi oleh satu rumah.
Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa terjadi transaksi jual beli bayi di klinik tersebut. Sebab, berdasarkan keterangan polisi, kedua bidan yang sudah ditetapkan jadi tersangka, ternyata sudah melakukan aksinya sejak 2010 lalu.
Artinya, aksi keduanya sudah dilakukan lebih dari 10 tahun hingga akhirnya ditangkap pada Desember 2024 ini. “Biasanya (rumah bersalinnya) dibuka seperti biasa, cuma sekarang ditutup,” kata seorang ibu tukang rongsok yang biasa mengambil rongsokan di sekitar kawasan tersebut.
Ibu tukang rongsok yang tidak mau disebutkan namanya itu mengaku sudah mengetahui lama terkait keberadaan rumah bersalin itu. Meski, ia mengaku tidak selalu melihat banyak pasien yang ada di rumah bersalin tersebut.
“Tahu itu tempatnya Bu Sri, panggilnya (bidan yang punya rumah bersalin) itu Bu Sri, yang bidannya itu,” ucap ibu tersebut sembari membawa barang rongsokan yang baru saja diambilnya dari tempat sampah yang tidak jauh dari lokasi Rumah Bersalin Sarbini Dewi.
Meski sudah beberapa kali melewati rumah bersalin tersebut, dan mencari rongsokan di kawasan Demakan Baru, ia tidak mengira rumah bersalin itu menjadi tempat transaksi jual beli bayi. Ia mengaku baru mengetahui dua bidan itu menjual belikan bayi dari berita, dan omongan warga setempat.
“Temen-temen (bilang) kana bar di grebek polisi (di sana habis digrebeg polisi). Kae lho sing kerep kok lewati kae (itu loh yang sering kamu lewati itu),” ungkapnya menirukan omongan warga kepada dirinya saat menginformasikan terkait kasus tersebut.
Ibu rongsokan yang berusia sudah di atas 50 tahun itu tidak tinggal di kawasan Demakan Baru, namun di Kampung Badran, Kota Yogyakarta. Hanya saja, ia cukup sering mencari rongsokan hingga ke kawasan Demakan Baru.
“Saya dari Salatiga, tapi tinggalnya di tempat kakak saya di (Kampung) Badran, di sini (Demakan Baru) numpang ngrongsok, sering lewat sini,” jelasnya.
Republika mencoba menggali informasi lebih dari ibu tukang rongsok itu, namun ia enggan untuk memberikan lebih banyak informasi, dan terus mencoba menjauh ketika diajak berbicara. “Mari ya mba,” kata ibu tukang rongsok itu dengan terus berjalan menjauh dari Republika dan dari lokasi dekat Rumah Bersalin Sarbini Dewi itu.
Kawasan sekitar Rumah Bersalin Sarbini Dewi juga terlihat sepi, dan tidak ramai dengan warga yang beraktivitas, meski banyak rumah di kawasan itu. Hampir semua rumah yang ada di kawasan itu terlihat dalam kondisi pagar yang tertutup. Tidak terlihat warga yang saling berinteraksi, hanya rumah-rumah baik itu dengan satu lantai maupun dua lantai dengan kondisi pintu dan pagar yang tertutup.
Seperti diketahui, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda DIY meringkus dua oknum bidan berinisial JE (44 tahun) dan DM (77). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pelaku jual-beli bayi melalui sebuah rumah bersalin di Kota Yogyakarta.
"Para tersangka ini telah melakukan penjualan ataupun berkegiatan sejak tahun 2010," kata Direktur Ditreskrimum Polda DIY Kombes FX Endriadi saat konferensi pers di Mapolda DIY, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (12/12/2024).
Dua tersangka menjual bayi dengan harga Rp 55 juta hingga Rp 65 juta untuk bayi perempuan. Sedangkan bayi laki-laki dijual dengan harga Rp 65 juta sampai Rp 85 juta dengan modus sebagai biaya persalinan.
Dua tersangka itu melakukan aksinya dengan modus menerima penyerahan atau perawatan bayi lewat rumah bersalin tempat mereka praktik. "Rumah sakit ataupun tempat praktik mereka ini sudah tersebar, dan sudah terinformasi menerima dan merawat serta memelihara bayi," kata dia.
Setiap pasangan yang tidak berkenan atau tidak mampu merawat bayinya, diminta mendatangi tempat praktik mereka tersebut untuk dititipkan dan dirawat oleh para tersangka.
Keduanya kemudian mencari orang yang ingin mengadopsi bayi tersebut, termasuk membantu calon pengadopsi mendapatkan akta kelahiran untuk bayi yang diadopsi secara ilegal. "Apabila ada pasangan atau pun orang yang akan merawat bayi tersebut, dilakukan transaksi penjualan," ucap FX Endriadi.
Berdasarkan data yang diperoleh Polda DIY selama 2015 hingga saat tertangkap tangan pada 4 Desember 2024, dari praktik kedua tersangka tercatat sebanyak 66 bayi yang sudah dijual. Bayi-bayi tersebut terdiri dari 28 bayi laki-laki, dan 36 bayi perempuan, serta dua bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya.
Dari dokumen serah terima atas bayi-bayi dari rumah bersalin tersebut, juga diketahui bahwa bayi itu diadopsi oleh pihak-pihak dari dalam dan luar Kota Yogyakarta, termasuk Surabaya, NTT, Bali, hingga Papua.
"Terhadap dua tersangka ini, masih kami lakukan pemeriksaan, penyelidikan, untuk selanjutnya nanti kami selesaikan dan kami kirim ke kejaksaan untuk proses penegakan hukum lebih lanjut," ucap Endriadi.