Siap-Siap Hari Ini Kepastian Soal Kebijakan PPN 12 Persen akan Diumumkan
Pemerintah akan mengumumkan kebijakan PPN 12 persen di Kantor Kemenko Perekonomian.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang berpolemik akan segera diumumkan kepastiannya pada Senin (16/12/2024). Pemerintah akan menyampaikannya pada sekira pukul 10.00 WIB, lengkap dengan pengumuman paket kebijakan ekonomi.
Diketahui, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Jumat (13/12/2024) telah menyampaikan bahwa detail pemberlakuan PPN 12 persen dan paket kebijakan ekonomi bakal diumumkan pada awal pekan ini. Ia menyebut bahwa pemerintah melakukan finalisasi perhitungan kenaikan PPN tersebut.
“Ini akan dimatangkan lagi, perhitungannya difinalisasi, akan diumumkan hari Senin jam 10, soal PPN dan paket kebijakan ekonomi,” kata Airlangga, akhir pekan lalu.
Airlangga menekankan bahwa dalam kebijakan PPN 12 persen, yang paling penting diketahui oleh publik adalah terbebasnya bahan-bahan pokok dari pengenaan kenaikan pajak tersebut.
Berdasarkan undangan peliputan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, akan diselenggarakan konferensi pers bertajuk ‘Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan’. Jadwalnya adalah pada Senin (16/12/2024) pukul 09.30 WIB di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat.
Acara konferensi pers tersebut dijadwalkan akan dihadiri oleh 10 pejabat, mulai dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri UMKM, dan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dan juga Kepala Badan Pangan Nasional, Direktur Utama PLN serta Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan.
Kebijakan kenaikan PPN yang naik dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 telah menimbulkan banyak protes dari berbagai pihak, baik dari kalangan masyarakat maupun pengusaha. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai tidak tepat diterapkan di tengah kondisi melemahnya daya beli masyarakat.
Banyak ekonom yang melontarkan kritik pada pemerintah atas rencana kenaikan PPN pada tahun depan itu. Sejumlah anggota legislator pun mendorong pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan berpolemik tersebut.
Meski banyak penolakan, pemerintah bersikukuh untuk tetap menerapkan kebijakan tersebut. Sebab itu merupakan langkah pemerintah untuk menjaga kesehatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Kebijakan tersebut telah tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di dalam beleid tersebut disebutkan bahwa tarif PPN 12 persen mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.
Pekan lalu, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati akhirnya buka suara perihal kebijakan PPN yang akan naik menjadi 12 persen. Kebijakan ini telah menuai banyak pertanyaan dari masyarakat, baik dari pengusaha, masyarakat umum, maupun kalangan legislatif.
"Kami memahami banyak pertanyaan terkait PPN 12 persen, dan kami terus berhati-hati dalam memberikan respons. Kementerian Keuangan berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara kebijakan fiskal dan azas keadilan yang sangat penting," ujarnya dalam Konferensi Pers APBN KITA Edisi Desember 2024, Rabu (11/12/2024).
Sri Mulyani menekankan, meskipun PPN secara nominal akan naik, barang-barang kebutuhan pokok yang vital bagi masyarakat, seperti beras, daging, ikan, telur, sayuran, susu segar, serta layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, angkutan umum, dan listrik akan tetap bebas PPN. Dalam hal ini, kebijakan pemerintah tetap berorientasi pada perlindungan daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok menengah ke bawah.
"Sebagai contoh, barang-barang pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat seperti beras, daging, dan susu tetap akan dikenakan PPN 0 persen. Kami terus mendengarkan aspirasi masyarakat dan memastikan bahwa kebijakan ini tidak memberatkan mereka," tambah Sri Mulyani.
Pemerintah, lanjut Sri Mulyani berkomitmen untuk mempertahankan pembebasan PPN pada barang-barang kebutuhan pokok. Untuk tahun ini saja, nilai barang dan jasa yang dibebaskan dari PPN diperkirakan mencapai Rp 231 triliun. Pemerintah pun memperkirakan pembebasan PPN pada tahun depan akan meningkat menjadi Rp 265,6 triliun, yang akan membantu menjaga harga barang kebutuhan dasar tetap terjangkau oleh masyarakat.
"Pembebasan PPN ini sangat besar dampaknya terhadap ekonomi, dan kami memastikan bahwa masyarakat tetap mendapat akses terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan tanpa terbebani dengan pajak yang tinggi," jelas Sri Mulyani.
Adapun, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan diberlakukan secara selektif, dengan fokus utama pada barang-barang mewah yang dikonsumsi oleh kelompok masyarakat dengan daya beli lebih tinggi. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan pajak tidak membebani masyarakat secara umum, tetapi lebih diarahkan pada konsumerisme barang-barang yang tidak esensial bagi kehidupan sehari-hari.
"Penerapan PPN 12 persen ini hanya untuk barang-barang mewah yang dikonsumsi oleh mereka yang mampu. Dengan kebijakan ini, kami dapat mengumpulkan lebih banyak pendapatan untuk mendanai berbagai program pemerintah yang mendukung kesejahteraan rakyat," kata Sri Mulyani.