Perkembangan Dakwah Semakin Semarak, Mengapa Buta Huruf Alquran Masih 72 Persen?

Kemenag berkomitmen berantas buta huruf Alquran.

Edi Yusuf/Republika
Peserta disabilitas netra tampil pada lomba MMQ Alquran Braille pada Kontes Juara Anak Sholeh (KOAS) 2024 di Aula Timur, Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/4/2024). Dalam acara tersebut digelar sejumlah lomba seperti tahfidz juz 30, lomba adzan, lomba pidato/dai cilik, dan lomba MMQ Alquran Braille. KOAS diikuti oleh peserta berbakat dari berbagai penjuru Jabar.
Rep: Fuji Eka Permana Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Prof KH Nasaruddin Umar mengungkapkan berdasarkan hasil penelitian Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta yang melibatkan 3.111 responden di 25 provinsi, disimpulkan bahwa 72,25 persen Muslim di Indonesia itu masih buta huruf Alquran.

Baca Juga


Menanggapi hal tersebut, Ustaz Ahmad Zuhdi mengatakan, kalau dilihat perkembangan dakwah di Indonesia saat ini semakin semarak dan masif dengan berbagai tipologi. Pertama, ada ustaz yang solo karir seperti Ustaz Abdul Somad (UAS), Ustaz Das'ad Latif, dan sebagainya yang tidak terikat dengan jamiyah atau organisasi.

Kedua, dakwah berbasis komunitas seperti Gus Baha, Ustaz Khalid Basalamah dan sebagainya. Ketiga, asatidz yang berlatar belakang ormas seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, dan sebagainya.

"Tetapi pertanyaan mendasarnya, mengapa dakwah semakin berkembang, tetapi justru angka buta huruf Alquran malah semakin meningkat," kata Ustaz Zuhdi kepada Republika, Senin (16/12)

Menurut Ustaz Zuhdi, perlu mengevaluasi dakwah yang selama ini sudah dilakukan. Efektivitasnya seperti apa, itu tentu harus ada tolok ukur. Perlu ada road map dan grafik perkembangan dakwah dari tahun ke tahun, dan based on data.

Santriwati membaca Alquran braile di area Pesantren Tahfidz Tuna Netra Mahad Saman Darushudur, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (30/3/2023). Sebanyak 27 santri tuna netra mengikuti pesantren tahfidz Alquran dengan metode pembelajaran menggunakan bunyi-bunyian serta hafalan Alquran selama Bulan Suci Ramadhan 1444 H. - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

 

Sekretaris KUB Dewan Da'wah ini menambahkan, indikator keberhasilan dakwah ada dua. Pertama, ilmu mad'u (objek dakwah) bertambah. Kedua, kesadarannya meningkat. Kesadaran untuk beribadah, beramal saleh, bermuamalah yang baik kepada sesama manusia, dan sebagainya.

Ustaz Zuhdi yang juga Pengurus MUI Kota Bekasi mengatakan, berangkat dari data penelitian yang dilakukan Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta misalnya, ini dapat menjadi bahan untuk pengambilan kebijakan.

"Program apa yang perlu dilakukan oleh ormas Islam dan seluruh pejuang dakwah untuk mengurangi angka buta huruf Alquran, termasuk melakukan sinergi dan kolaborasi masing-masing pihak," ujar Ustaz Zuhdi.

Ia menegaskan, perlu terus dilakukan inovasi, riset, dan pengembangan. Terutama oleh mahasiswa doktoral Pendidikan Agama Islam (PAI), perlu membuat terobosan-terobosan sekaligus memadukan dengan teknologi, agar setiap orang mudah dalam belajar Alquran, memahami maknanya, dan lebih penting lagi mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

"Ini juga dapat menjadi masukan untuk para Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), membangun masjid, membaharui, memperindah itu penting. Tetapi bangunan fisik tidak ada apa-apanya jika tidak dibarengi dengan pembangunan SDM," jelas Ustaz Zuhdi yang juga Sekretaris PW Pemuda Persis Jakarta.

Ia menyarankan, maka bagaimana supaya mindset pengurus masjid tidak fisik-sentris, melainkan mulai konsen kepada program kaderisasi dai, kaderisasi ulama, kaderisasi guru ngaji, dan membuat inovasi agar orang tertarik untuk belajar ngaji.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler